26

1.8K 324 90
                                    

Dalam perjalanan pulang menuju Shou Wen Nuan, hujan deras mengguyur. Angin kencang datang secara bergelombang, menggetarkan pepohonan hingga ke akarnya, membuat dedaunan lebat itu bergoyang ribut. Sekilas, puluhan atau mungkin ratusan pohon di sekitarnya tampak akan roboh.

Jungwon dan Haksan duduk berhadapan. Kepala mereka ditutupi oleh jerami yang saling terkait untuk  melindungi diri dari tetesan hujan. Walaupun tidak cukup efektif, setidaknya tubuh bagian atas mereka tidak terlalu basah.

Hanya ada tiga lentera yang tergantung di atas tiang kecil dan api dalam lentara itu berkobar lemah. Cahaya lentera hanya mampu menjangkau jejeran batang pepohonan yang mereka lewati, itu pun hanya samar-samar. 

Gerobak kayu itu bergetar ketika melewati jalanan berbatu. Jungwon mengeratkan cengkraman pada sisi gerobak. Haksan tidak sempat berpegangan pada apapun. Dia terkantuk ke depan dan belakang, dan tanpa sengaja jatuh dipelukan Jungwon.

"..."

Haksan cepat-cepat bangkit. Telinganya memerah entah karena marah atau malu. Anak itu kembali duduk di seberang Jungwon. Kedua tangannya direntangkan, masing-masing mencengkram kuat pinggiran gerobak.

Kemudian dia berkata marah pada pengendara kerbau di kursi depan, "Keledai gundul! Tidak bisakah kau memilih jalan yang lebih pantas?! Anjing bahkan lebih pintar darimu!"

Pengendara kerbau menoleh. Kepalanya yang gundul licin memantulkan cahaya lentera, "Jalanan berbatu lebih baik daripada tanah licin. Gerobak akan mudah tergelincir atau lebih parahnya lagi terjebak jika kita memilih jalanan biasa."

Jungwon mengangkat jerami di kepalanya, "Keputusan yang baik. Lanjutkan saja."

Pria dengan ikat kepala dari kain katun di kursi depan hanya mengangguk. Dia menyentak tali kekang. Sekali sentak, dua sentak, tetapi kerbau itu entah kenapa tidak mau bergerak. Jungwon merasakan keanehan ini. Dia melompat turun sembari sembawa satu lentera. Setelah berputar satu kali, dia tidak menemukan keanehan atau jejak binatang buas.

"Ayo jalan! Apa yang salah denganmu?" pria pengendara kerbau berkata cemas. Dia tidak ingin membuat pelanggannya merasa tidak nyaman.

Kerbau itu melenguh. Suaranya terdengar menyedihkan. Telinganya terkulai-kulai seolah ingin menunjukkan kegelisahannya. Jungwon memandangi kerbau itu sejenak, lalu tatapannya mengikuti arah pandang si kerbau yang menyapu pada kegelapan di depan sana. Jika bukan karena hewan buas, lantas mengapa dia tidak mau melaju?

"Aku akan melihat-lihat," Jungwon sudah siap melangkah maju, tetapi Haksan menahannya.

"Kenapa perlu repot-repot?!" Haksan berkata berang, "Kau adalah pelanggan! Biarkan keledai gundul itu turun. Mengapa kau selalu ikut campur dalam setiap masalah?!"

Melihat bahwa pengendara kerbau itu hanya diam saja, Haksan semakin marah, "Hei! Kenapa kau ikut-ikutan diam?! Cepat urusi masalah ini! Kau mau uang atau tidak?!" 

Pengendara kerbau tersentak. Lelaki berkepala botak itu segera turun sembari menundukkan kepala, "A-ah, baik-baik. Maafkan aku tuan-tuan ..."

Pengendara kerbau berusia sekitar tiga puluhan itu menghilang di balik kegelapan. Hanya terdengar suara langkahnya yang semakin jauh. Tak lama kemudian, dia kembali dengan wajah muram. Dia tidak berani melihat Haksan yang menatapnya garang. Jadi dia memilih menghampiri Jungwon.

"Di depan sana adalah sungai. Airnya sudah meluap dan hampir sejajar dengan jembatan. Maafkan aku tuan-tuan, sepertinya aku tidak bisa membawa kalian lebih jauh. Kerbauku ketakutan. Jika dipaksa, dia akan mengamuk."

Wajah Haksan menjadi semakin jelek. Dia menyusul turun mendekati Jungwon, bersiap mengeluarkan seribu umpatan. Jungwon tahu Haksan dengan mulut petasannya akan mengeluarkan kata-kata menyakitkan. Jadi Jungwon secepat mungkin menyela dengan suara tenang.

The Shadow ; jaywon auWhere stories live. Discover now