28

2.4K 355 164
                                    

Peringatan! Chapter kali ini berdarah-darah!

Pedang Pangeran Permaisuri menari-nari di udara. Cahaya bulan menyorot pada genangan darah di atas tanah. Sepatu putih bulan menginjak genangan kental itu seiring dengan gerakan berputar Jungwon.

Pada pertempuran di awal, Jungwon berhasil menumbangkan bawahan Baek Hoo sebanyak tujuh orang, sedangkan Haksan hanya mampu menahan serangan mereka.

Kemampuan anak itu masih sangat jauh dari kata cukup sehingga Jungwon harus mengeluarkan tenaga lebih untuk melindungi dirinya sendiri dan juga Haksan. Bulir-bulir keringat di punggung Pangeran Permaisuri membuat pakaiannya menempel langsung dengan kulitnya.

"Argh!" lengan atas Haksan bergesekan dengan bilah pedang. Kulitnya terkoyak. Titik-titik merah menyebar di pakaiannya.

Sabetan pedang kembali mengenai belakang kakinya. Tempurung lutut Haksan jatuh membentur tanah. Anak itu mengerang kecil,  menggertakkan gigi untuk menahan sakit. Dia tidak ingin membuat Jungwon kehilangan fokus setelah melihat keadaannya.

Akan tetapi, Jungwon sudah lebih dulu menoleh pada Haksan. Mata bulatnya melebar terkejut sekaligus khawatir, "Haksan!"

Jungwon berputar hingga akhirnya tiba di depan Haksan, berhadapan dengan bawahan Baek Hoo yang semula melukai Haksan, "Lawan kalian itu aku! Jangan menyakitinya! Jangan berani menyakitinya!"

Clang!! Clang! Clang!

Dalam kondisi berlutut satu kaki, Haksan mendongak, matanya menyiratkan kekaguman ketika melihat Jungwon bergerak lincah membelakanginya. Sedetik kemudian anak itu mendengus kasar, kecewa pada dirinya sendiri karena tidak memiliki kemampuan untuk bertarung bersama Pangeran Permaisuri.

Namun, itu bukan berarti dia menyerah.

Haksan bangkit mengabaikan rasa sakit di tubuhnya. Tangannya yang gemetaran mencengkram gagang pedang, lalu bergerak untuk memblokir serangan yang ditujukan pada Jungwon. Luka di lengan dan kakinya seolah bukan merupakan masalah besar. Anak perempuan itu malah terlihat lebih kuat dari sebelumnya.

"Haksan ... kau, " Jungwon tidak tahu harus berkata apa.

Mereka kembali bekerja sama. Dalam setiap serangan yang Haksan berikan, Jungwon menyadari bahwa itu merupakan gerakannya. Haksan mengamati sekaligus mempraktekkan gerakan Jungwon dalam keadaan terdesak, dan anak perempuan itu berhasil mewujudkannya.

Pedang Jungwon kini saling bersilangan dengan senjata milik Baek Hoo, dia-lah laki-laki berotot yang melawan Jungwon sebelum dia tercebur ke sungai. Kedua mata berbeda sorot itu mengeluarkan percikkan permusuhan, terutama mata Jungwon yang biasanya menyiratkan ketenangan.

Clang!

Baek Hoo menghunuskan pedang, Jungwon  dengan gerakan gesit berkilah lalu menyabet punggung Baek Hoo. Punggung berbalut kain kasar itu robek dengan luka panjang membentuk garis miring. Baek Hoo mengerang kesakitan sebelum jatuh tersungkur.

Jungwon tersenyum sembari menendang pedang Baek Hoo menjauh, "Ini untuk luka sayatan di pipiku."

Kepala Baek Hoo dihantam berkali-kali oleh sepatu putih hingga wajahnya babak belur. Yang Jungwon menjulang gagah di atasnya, tersenyum semakin lebar. Hantaman keras kembali mengenai tulang hidung Baek Hoo.

Itu bukan senyuman ramah. Bukan pula senyuman terlatih seorang Pangeran Permaisuri. Senyum itu sangat liar dan noda darah di wajah Jungwon semakin membuat aura di sekitar mereka menjadi penuh ketegangan.

"Ini untuk bawahanmu yang melukai Haksan."

Darah mengucur deras dari lubang hidung Baek Hoo. Mata sebelah kananya membengkak dengan warna ungu kebiruan. Baek Hoo mendesis marah sebelum meludahkan darah. Laki-laki itu balas tersenyum jahat, menunjukkan gigi-giginya yang dilapisi oleh warna merah kental bercampur lendir.

The Shadow ; jaywon auWhere stories live. Discover now