46

1.7K 283 110
                                    

"Yang Mulia," Pangeran Permaisuri tersenyum melihat suaminya datang.

Tabib yang mulanya sedang sibuk mengolesi salep pada luka-luka di jari Pangeran Permaisuri sontak menghentikan kegiatannya untuk memberi hormat.

Namun, bukan hanya Jongseong tidak menerima hormat itu, Jongseong bahkan tidak memiliki minat untuk melihatnya barang sejenak.

"Berikan salep itu," titah Jongseong, "Biar aku yang mengoleskannya pada Pangeran Permaisuri."

Tabib di hadapannya terdiam selama beberapa detik. Mungkin tidak pernah menyangka Baginda Raja akan mengatakan hal seperti barusan.

Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, Park Jongseong kemudian mengayunkan tangannya—memberi gestur mengusir.

"Sekarang kau enyah."

Tabib berjanggut itu mundur perlahan-lahan sebelum memutar badan menuju pintu keluar. Gerakannya terlihat kaku seperti boneka kayu berwajah kusut.

Dayang Lim yang berdiri di sudut ruangan berusaha menahan tawanya.

Jongseong melirik wanita itu, "Apa yang kau lakukan di sana? Enyah!"

Dayang Lim, "........."

Kini, ketika seluruh gangguan telah tersingkirkan, air muka Baginda Raja yang semula terlihat galak seperti penagih hutang—luntur pelahan-lahan. Pria dewasa itu mendekati Pangeran Permaisuri dengan senyum tipis yang terbit di bibir. Matanya bahkan ikut tersenyum. 

Mendapati pemandangan itu, Pangeran Permaisuri merasakan bahagia di hatinya.

Park Jongseong duduk bersila tepat di samping Pangeran Permaisuri. Dia lalu menadahkan tangannya sendiri sembari berkata lembut, "Kemarikan tanganmu."

Yang Jungwon menyambut uluran tangannya, "Ini adalah pekerjaan tabib. Mengapa Yang Mulia merepotkan diri sendiri?"

Baginda Raja tidak peduli dan mulai mengoleskan salep  satu jari demi satu jari secara perlahan-lahan, "Aku hanya ingin merawat Pendampingku. Kenapa kau menolakku?"

"Yang Mulia, kau tahu aku tidak bermaksud begitu," Pangeran Permaisuri berpura-pura memasang wajah kesal.

"Wajahmu mengatakan segalanya."

"Bagaimana kau bisa melihat dan apa yang kau lihat? Apakah ada semacam tulisan besar yang muncul di keningku?"

Park Jongseong kemudian mendongak, menatap lekat-lekat wajah Pangeran Permaisuri dari jarak dekat. Tatapan itu seolah menembus jiwanya, membuat Pangeran Permaisuri gugup hingga dia tanpa sadar memundurkan wajahnya malu.

"Tidak ada tulisan," Jongseong kembali berkutat mengolasi salep.

Pangeran Permaisuri mengerutkan keningnya bingung, "Lantas apa yang kau lihat?"

Baginda Raja kembali mengangkat kepalanya untuk memandang lurus Pangeran Permaisuri lalu dia menunduk lagi dan mengoleskan salep sembari berkata, "Tidak ada apa-apa selain wajahmu yang cantik."

Sedetik setelah dia mengatakan itu, Baginda Raja terbatuk-batuk keras untuk menutupi rasa malunya. Di sisi lain, Pangeran Permaisuri tampak tercengang. Wajah seputih porselen itu mulai dihiasi dengan warna merah muda sampai ke ujung telinganya.

Semasa hidupnya, Jongseong mungkin tidak pernah memuji seseorang se-intens itu. Jangan tanyakan tentang mendiang Pangeran Permaisuri. Sudah pasti dia adalah orang yang Jongseong puji siang dan malam.

Mendiang Pangeran Permaisuri adalah segalanya bagi Park Jongseong. Bagi Jongseong, tidak ada seseorangpun yang pantas menerima kasih sayangnya kecuali appanya sendiri. Namun, jika dilihat dari beberapa waktu belakangan, Jongseong mulai memperlakukan Pendampingnya dengan lembut.

The Shadow ; jaywon auWhere stories live. Discover now