73

813 103 10
                                    

Hujan salju tidak berhenti mengguyur ibu kota. Lapisan salju yang tersebar di jalanan semakin menebal, membuat orang-orang kesulitan menjalankan aktivitas. Saat itu, sekelompok besar tentara muncul, menyingkirkan selimut salju dari jalanan utama.

Orang-orang menunjukkan rasa terima kasih mereka dan hendak kembali ke jalan utama, tetapi sebelum itu terjadi, sebuah kereta besar melintas. Lebar jendela kereta itu hampir menyamai dinding kereta sehingga kau bisa melihat sebuah peti besar yang berbaring di dalamnya, diselubungi oleh kain putih.

Jenderal Lee Sunghoon mengendarai kuda secara beriringan di samping kereta itu; matanya menatap lurus ke depan dengan sorot sedih yang membuat orang-orang menyadari bahwa ini merupakan peti milik mendiang kakeknya.

Tetapi, mengapa peti ini besar sekali?

Satu kereta lainnya bergerak di belakang, membawa serta Jiurong Jaeyun, Jiurong Jiang, dan Han Soyeon.

Lee Sunghoon sudah mengirim pesan ke istana bahwa kakek pendampingnya meninggal karena serangan jantung. Bunuh diri merupakan tindakan yang tidak patut diketahui orang lain sekalipun Jiurong Jiang melalukannya atas dasar cinta.

Panglima itu tidak ingin ketika orang-orang mengetahui alasan dibalik kematian kakek pendampingnya, mereka akan mengolok-oloknya dan menodai harapannya.

Sementara itu, Jiurong Jaeyun diam sepanjang jalan. Wajahnya tidak menunjukkan jejak-jejak kehidupan. Tidak ada sorot sedih, tidak ada sorot kesakitan. Hanya ada kekosongan.

Di sebelahnya, tabib sibuk membersihkan luka di kepalanya menggunakan sepotong kain. Baskom berisi air jernih yang dia pangku, mula berubah warna menjadi kemerahan oleh darah.

Peti besar diturunkan perlahan-lahan menuju dasar tanah. Jiurong Jaeyun berdiri diam ketika kakak perempuannya menangis menyaksikan tanah yang sedikit demi sedikit mulai mengubur peti Jiurong Suan dan Jiurong Jiang.

Orangtuanya saling mencintai. Appanya menyusul ayahnya karena rasa cinta yang besar. Menguburkan mereka dalam satu peti memaknai hubungan mereka yang tidak akan berakhir sekalipun dalam kematian. Ini juga dilakukan untuk menenangkan jiwa appanya yang bersedih.

Jiurong Jaeyun mengangkat kepala, menatap karakter yang terukir pada batu nisan panjang berbentuk vertikal.

Makam Suan dan Jiang.

Ada ukiran sepasang sayap burung di atas kedua nama itu, menandakan identitas klan Jiurong.

Salju mulai menutupi gundukan tanah di hadapan Jiurong Jaeyun. Ketika itu dua orang pria memasuki kawasan makam militer keluarga Lee. Mereka adalah Raja Park Jongseong dan Pendampingnya, Pangeran Permaisuri Yang Jungwon.

"Yang Mulia," Lee Sunghoon membungkuk rendah, "Maaf tidak bisa menyambut kalian dengan pantas."

Jiurong Jieun dan Han Soyeon mendekat, membungkuk bersamaan sebelum kembali mundur, berdiri di belakang Lee Sunghoon.

Yang Jungwon dibalut jubah bulu rubah putih bulan. Dia menoleh ke arah makam yang baru saja dibuat, "Kami datang untuk memberi penghormatan."

"Yang Mulia, bagaimana mungkin kami membiarkanmu bersujud terhadap orangtua kami?" Jiurong Jieun menyahut sopan, suaranya serak.

"Jiurong Suan pantas mendapatkan penghormatan. Dia telah menyelamatkan hidup banyak orang. Tidak ada alasan bagi Raja sepertiku untuk tidak menghormatinya," Park Jongseong menjawab muram. Suasana hatinya tidak baik.

Dia dan Pangeran Permaisuri mengetahui berita yang sebenarnya bahwa Jiurong Jiang, pendamping Jiurong Suan meninggal bukan karena serangan jantung, tetapi karena bunuh diri.

The Shadow ; jaywon auWhere stories live. Discover now