72

1K 114 22
                                    

Pada hari berikutnya, dua kereta asing berhenti di depan kediaman militer Lee. Pelayan-pelayan yang ikut bersama kereta itu sudah memasang wajah sedih sepanjang jalan. Kini ketika tiba di rumah duka, mereka tidak bisa menahan tangisnya.

Lee Sunghoon menyambut penumpang kereta yang merupakan kakek pendampingnya, Jiurong Jiang. Di belakangnya, Jiurong Jieun dan Han Soyeon---ibu Lee Suyeon atau istri kedua Lee Jongsuk---mengikuti dengan kepala tertunduk.

"Sunghoon-ah, mengapa orang-orang memakai pakaian putih-putih?" tumpuan Jiurong Jiang pada lengan cucunya bertambah, "Kau juga mengapa berpakaian seperti mereka?"

Lee Sunghoon diam-diam mengepalkan tangannya. Tenggorokannya tercekat, sesaat dia terjebak dalam kebingungan.

Dari balik topi bambunya, Jiurong Jieun menyahut. Suaranya sangat lirih, "Kakek pendampingmu belum minum obat. Sebelum sisi rasionalnya terenggut, kakekmu berkata tidak ingin minum obat. Dia tidak ingin terbayang-bayangi oleh kematian suaminya sebelum sampai di ibu kota."

Sejak Jiurong Jiang melahirkan Jiurong Jaeyun, dia terkena gangguan mental. Dia sering melantur, tidak bisa memahami situasi, terkadang bahkan melupakan hal-hal yang telah dia lakukan di hari sebelumnya.

Pendamping Jiurong Suan tersebut tentu telah mendapatkan berbagai macam pengobatan, bahkan ketua klan pun pernah turun tangan untuk membantu Jiurong Suan meresepkan obat.

Hasilnya, mereka memang berhasil menemukan obat, tetapi itu bukan solusi jangka panjang. Hanya jika Jiurong Jiang minum obat, maka dia baru bisa kembali ke akal sehatnya.

Mulanya, khasiat obat itu bisa bertahan dua sampai tiga bulan dalam sekali minum, tetapi seiring bertambahnya tahun, kini khasiat obat itu hanya bisa bertahan sampai beberapa hari.

Jiurong Suan tidak ingin pendampingnya terlalu banyak minum obat. Dia tidak ingin khasiat obat itu pada akhirnya benar-benar menghilang dan membuat Jiurong Jiang sedih.

Sebagai seorang kakek, Jiurong Jiang tentu sangat mencintai anak cucunya, tetapi rasa cinta itu tidak sebesar rasa cintanya pada Jiurong Suan. Tidak peduli apakah mentalnya terganggu atau tidak, orang yang pertama kali dia cari ketika membuka mata adalah Jiurong Suan.

Sekarang ... dia tidak bisa lagi menemukan suaminya.

Hidup mereka terpisah oleh dua dunia.

Hidup dan mati.

Lee Sunghoon menuntun Jiurong Jiang menuju peti Jiurong Suan yang terbuka. Melihat suaminya tertidur lelap di tempat sempit, dia pertama-tama mengguncamg lengan Jiurong Suan, memanggil-manggil namanya dengan nada bingung.

Karena tak kunjung mendapat respon, pria cantik itu beralih memandang cucunya bingung.

"Sunghoon-ah, kenapa kakekmu tidak mau bangun? Sejak kapan dia menjadi orang yang begitu pemalas?"

Pertanyaan ini membuat hati Jiurong Jieun sakit. Dia tidak bisa menahan diri dan mulai menangis terisak-isak. Di sampingnya, Han Soyeon mencoba menghibur dengan menepuk-nepuk bahunya lembut. Biasanya, Han Soyeon selalu membuat masalah karena cemburu pada Jiurong Jieun. Namun, sekarang dia bersikap baik dengan menghormati ayah Jiurong Jieun.

Sementara itu, Kim Sunoo berdiri tak jauh dari Lee Sunghoon. Matanya tak pernah lepas dari tiap gerak-gerik Lee Sunghoon. Dia benar-benar menepati janjinya untuk menemani Lee Sunghoon disela-sela kesibukan sebagai Huin Istana.

The Shadow ; jaywon auWhere stories live. Discover now