Kenleta - 36

532 27 10
                                    

Keesokan harinya, kedua orang tua Kenan mendatangi kediaman Aleta. Tidak bersama Kenan, hanya berdua. Niat mereka hanya untuk membicarakan kelanjutan kasus Kenan.

Ketiga orang di ruang tamu itu duduk berhadapan. Aleta tidak memulai percakapan lebih dulu. Gadis itu hanya diam menunggu dengan tatapan ke arah dua tangannya yang sejak tadi ia mainkan di pangkuannya.

"Sayang, kalo kamu mau angkat kasus ini lagi, Tante sama Om bakalan bantu kamu." Tante Sinta berkata dengan mata berkaca-kaca.

Kepala Aleta yang semula tertunduk langsung ia tegakkan. "Tapi, Tan.."

"Kami berdua akan ada di pihak kamu, Aleta. Biar Kenan juga ada efek jera." Om Brama kini bersuara.

Tante Sinta yang semula duduk di samping Om Brama sekarang berpindah ke samping Aleta. Merangkul gadis itu.

"Jangan pernah ngerasa sendiri ya, sayang. Ada Om sama Tante. Anggep kita orang tua kamu. Kalau ada apa-apa kamu bisa cerita. Begitupun kalau kamu butuh apa-apa, jangan sungkan bilang ke Tante."

"Aleta ngga bisa ngangkat kasus ini lagi, Tan." Aleta berkata dengan air mata menggenang di pelupuk matanya.

Tante Sinta yang mendengar hal itu langsung saling melempar pandangan  dengan Om Brama.

"Aleta ngga punya siapa-siapa lagi selain Kenan, sekarang. Kalau Kenan di penjara. Aleta sama siapa?"

Tante Sinta tidak menyangka kalau Aleta akan berkata seperti itu.

"Udah cukup Mama, Papa, Nadin yang ninggalin Aleta. Kenan jangan." Sambung Aleta. Gadis itu terlihat rapuh sekarang.

Tante Sinta semakin merasa bersalah pada Aleta saat melihat sorot mata gadis itu yang memancarkan kesedihan. "Maafin Tante, sayang. Gara-gara anak Tante, kamu jadi kehilangan orang yang kamu sayang."

Aleta menjauhkan tubuhnya dari pelukan Tante Sinta. "Tante ngga seharusnya minta maaf gitu. Tante ngga salah apapun. Semua itu murni kesalahan Kenan."

"Kamu bisa anggap kami orang tua kamu, Aleta. Kamu akan jadi tanggung jawab kami sekarang." Om Brama berkata dengan tegas.

Aleta tersenyum mendengar penuturan Om Brama. "Terima kasih banyak, Om. Tapi Om sama Tante ngga perlu khawatir. Aleta bisa kok jaga diri Aleta sendiri, lagian Aleta juga harus belajar mandiri kan, Om? Kedepannya juga Aleta yang harus meneruskan bisnis Papa. Hitung-hitung belajar dari sekarang, hehe."

Tante Sinta tersenyum menatap Sang Suami begitu mendengar jawaban dari Aleta. "Tante tau kamu perempuan kuat, sayang. Tante sama Om akan terus ada di samping kamu, dampingin kamu."

Setelah mengobrol banyak hal dengan Aleta, Tante Sinta dan Om Brama berpamitan untuk pulang.

"Tante pulang dulu, ya? Tante janji bakalan sering main kesini. Kamu juga harus, kudu, wajib sering-sering main ke rumah Tante, ya?" Ujar Tante Sinta.

Aleta mengangguk pasti. "Iyaa. Tante tenang aja, setelah ini Kak Kayla bakalan ada teman hangout deh pokoknya."

Sebelum keluar dari rumah Aleta, Om Brama kembali menanyakannya kembali. "Kamu yakin ngga mau ngangkat kasus ini lagi? Kesalahan Kenan bukan kesalahan kecil yang bisa dengan mudah dimaafkan, Aleta."

"Yakin, Om. Aleta juga ngga mau egois. Masa depan Kenan juga gimana kalo seandainya Aleta ngambil keputusan itu? Tapi alasan sebenarnya ya karena Aleta ngga mau ditinggal orang-orang yang Aleta sayang lagi, Om."

Aleta sudah berusaha mengikhlaskan semua takdir yang terjadi pada hidupnya sekarang. Ia yakin dibalik semua ini pasti ada banyak pelajaran yang bisa diambil. Dan tentu saja, tidak selamanya dia akan terus terpuruk dan menyalahkan keadaan.

Kenleta Where stories live. Discover now