Kenleta - 16

619 51 62
                                    

Setengah jam sudah Aleta berjalan ditengah derasnya hujan. Dengan kedua tangan yang memeluk tubuhnya karena baju yang sudah basah kuyub. Badannya menggigil kedinginan. Bibir yang biasanya berwarna pink kini berubah menjadi sangat pucat.

Aleta menghela napas lagi untuk yang kesekian kalinya saat tidak menemukan taksi ataupun angkot lewat di jalanan ini. Langkahnya terhenti saat merasakan air hujan sudah tidak membasahi tubuhnya lagi karena terhalang sesuatu.

Matanya menatap keatas. Ditemukannya payung yang diarahkan sepenuhnya keatas kepalanya membiarkan seseorang yang memegang payung itu sendiri pun menjadi kehujanan.

Aleta mempercepat langkahnya saat mengetahui siapa yang memegang payung itu, tapi semua itu terhenti saat lengannya ditahan.

"Aku anterin ya."

Aleta diam. Sama sekali tidak menunjukkan raut wajah marah atau sedih, dia hanya menghela napas lalu merasakan tubuhnya sedikit dituntun oleh Kenan masuk kedalam mobil yang tak jauh dari tempat berdirinya.

Di dalam mobil, Kenan langsung mengecilkan AC-nya. Mengambil jaket yang ada di kursi belakang. Memakaikan pada tubuh Aleta yang sudah basah kuyub itu.

Hening. Tidak ada obrolan seperti biasanya yang selalu mereka lakukan saat di dalam mobil. Keduanya sama-sama sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Maaf," satu kata berhasil lolos dari bibir Kenan. Jujur, dari tadi Kenan ingin memulai pembicaraan dan menjelaskan semuanya, tapi Kenan bingung akan menjelaskan dari mana karena dia yakin kalau Aleta akan sangat marah.

Kenan tidak mengantar Audy ke dokter, dia hanya mengantarnya pulang ke rumah lalu kembali ke sekolah saat mendapat telepon dari Dafa kalau Aleta tadi menunggu di lapangan basket. Tapi saat sampai disana, kata Dafa, Aleta sudah pulang. Membuat Kenan dengan cepat menyusul cewek itu ke rumahnya.

Ditengah perjalanan menuju rumah Aleta, Kenan menemukan seorang cewek dengan seragam yang sama dengannya sedang basah kuyub. Cewek itu berjalan sendiri dengan memeluk tubuhnya.

"Aku–" perkataan Kenan terhenti saat Aleta menatapnya. Lidah Kenan rasanya kelu saat mendapat tatapan datar dari Aleta, tidak seperti biasanya. Tatapan itu yang dulu selalu diberikan Aleta ke semua orang saat dia belum mengenal sosok Kenan.

Aleta menghela napas, mengalihkan pandangannya ke jalanan yang ada di depannya. "Iya ngga papa kok, Kenan. Lagian tadi kamu pasti hubungin aku kan? Tapi hp aku lowbat."

Kenan menepikan mobilnya saat mendengar perkataan Aleta barusan. Keningnya bergelombang. Dia benar-benar tidak menyangka kalau Aleta akan mengucapkan kata-kata seperti itu. Yang ada dipikirannya hanya Aleta akan marah-marah dan ngambek yang berkepanjangan, meskipun sampai sekarang dia belum pernah melihat Aleta ngambek lama-lama.

Aleta kebingungan saat Kenan menepikan mobilnya. "Lho, kenapa kok diminggirin mobilnya?"

"Kamu ngga marah?" Kenan menatap Aleta dengan serius sampai dia bisa melihat wajah Aleta yang sangat pucat dan menggigil itu.

Aleta tersenyum kecil lalu menggeleng. "Engga, buat apa marah? Audy itu lagi sakit, Kenan. Wajar kalo kamu anterin dia pulang, kan rumah kalian deket. Harusnya tadi kamu ngga usah balik lagi, ini kan lagi hujan."

Kenan masih terdiam menatap wajah cantik gadisnya itu. Dengan keadaan seperti ini Aleta masih mementingkan dirinya. Padahal jelas-jelas Aleta seperti tadi itu karena dirinya.

Kenan menarik Aleta kedalam pelukannya. Memeluk tubuh kecil Aleta yang seolah cewek itu benda yang sangat rapuh sehingga harus dilindungi.

"Maafin aku, sayang," bisik Kenan setelah mencium puncak kepala Aleta.

Kenleta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang