16 || Risya dan luka

54.3K 8.1K 151
                                    

Malam ini, Zidane kembali dipaksa Ailin agar mengantar perempuan itu keluar dari rumah. Zidane tidak tahu Ailin mengajaknya kemana, yang pasti ia sangat lelah mengikuti paksaan Ailin dengan temeng bocoran kejahatannya.

Awalnya Zidane akan menjenguk Dinda bersama teman temannya, namun ia lebih memilih mengikuti keinginan Ailin daripada ia ketahuan oleh Dinda.

Sudah satu jam Ailin mengarahkan jalannya, kali ini ia memakai mobil miliknya yang sudah lama tidak ia pakai. Diperjalanan Ailin hanya fokus pada layar ponsel yang memperhatikan Maps perjalanannya.

Zidane juga tidak banyak bicara saking kesalnya, jangan lupakan bagaimana perjuangannya meminta izin pada Agis untuk mengajak Ailin keluar. Ailin putri satu satunya Agis, jadi ia begitu kesulitan memintakan izin untuk Ailin. Dan sekarang, ia kembali dikesalkan dengan arah tujuan Ailin yang masih antah berantah.

"Belok kanan, berhenti arah kiri."

Zidane berdehem mengiyakan, mobilnya belok kanan lalu berhenti dikiri jalan kecil itu. Jadi sebenarnya Ailin ingin mengajaknya kemana sampai ke pelosok seperti daerah ini?

"Ayok turun," wajah Ailin berbalikan dengan wajah kesal Zidane. Perempuan itu terlihat antusias, ia juga menarik tangan Zidane pelan, membawa lelaki berpangkat kakaknya itu kembali berjalan memasuki jalan kecil yang hanya bisa dilewati motor.

Dua menit, akhirnya Ailin berhenti tepat didepan lima kontrakan kumuh. Ailin mengajaknya ke kontrakan paling ujung, mengetuk pintu kontrakan itu tiga kali.

"Loh neng, temennya neng Ica ya?" Ibu ibu yang kebetulan duduk didepan kontrakan nomor empat menggendong anak kecil melihat Ailin dengan penasaran.

Ailin cepat cepat menghampiri lalu menyalami perempuan paruh baya itu, Zidane juga mengikuti gerakkannya tak ikhlas.

"Iya, Ica nya gak ada ya Bu?"

Ibu itu mengangguk, "Ica kerja, biasanya dia pulang jam sembilan, neng."

Ailin melihat jam tepat dipertengahan angka 8 dan 9, ia hanya harus menunggu setengah jam.

Ailin tersenyum, "Makasih infonya Bu, kalau boleh tanya lagi, disini ada toserba tidak bu?"

"Keluar dari jalan ini nanti ada kok."

"Ah, makasih ya Bu. Kalau begitu saya tinggal, assalamu'alaikum."

Ailin kembali menyalami Ibu ibu itu diikuti Zidane, ia lalu membawa Zidane kembali keluar dari pelosok kontrakan itu. Perempuan manis itu terkekeh kecil melihat toserba tepat berada disamping mobil Zidane. Kenapa ia tidak melihatnya? Karena terlalu antusias kah?

"Lo mau ngapain lagi Ailin?"

Ailin melirik sebentar Zidane sebelum kembali memilih milih jajanan didepannya, "Buah tangan, Ailin lupa beliin buah tangan."

"Jadi, sebenernya siapa yang pengen Lo temuin?"

Ailin tidak menjawab, ia mengambil banyak minuman dan jajanan ringan lalu membawanya ke kasir.

"Lo mau apa sih sebenernya Ailin?" Zidane memompa pernapasannya secara rakus, ia harus sabar sesabar mungkin jika sudah berurusan dengan Ailin.

Setelah dijumlah dan memberi uangnya, Ailin memberikan plastik berisi jajanan itu pada Zidane, ia mengambil satu lagi yang lebih kecil, sengaja ia pisahkan.

"Ayo balik lagi, mungkin Ica nya udah ada."

Kemabli lagi mereka berjalan kearah kontrakan kumuh itu, dengan Ailin yang masih bersemangat, dan Zidane yang terlihat lebih suram.

"Eh neng, tadi Ica baru aja masuk." Kembali ibu ibu itu memberi tahu Ailin.

"Makasih banyak loh bu. Ini Saya sekalian beliin sedikit jajanan buat adeknya. Diterima ya bu." Ailin memberikan plastik berisi jajanan ditangannya.

Dibalik Novel || ENDWhere stories live. Discover now