37 || Depresi

43K 7.6K 391
                                    

Maafkan dan bantu author cari typo ya, soalnya nulisnya mendadak abis magrib tadi.

Yey yang jawab pada bener.
Jangan lupa Vote dan follow, biar authornya seneng udah update hari ini.

...

Seseorang mendekati Ailin, menutup kepalanya dengan jaket berlogo geng Arsten.

"Lo mau jelasin kan?"

"Udah jelas dia salah Fatih!"

Fatih menatap wajah bengong berantakan Ailin, jelas bukan Dinda saja yang terluka, Ailin juga.

"Lo gak liat adek lo luka juga, Dan?" Fatih menoleh, "Gendong dia, kita bawa ke uks, lo gak bisa tetep tutup mata liat adek lo kaya gini."

Zidane menatap tajam Fatih, ia bersedekap dada, "Kenapa gak lo aja?"

Fatih melirik Ailin sebentar, ia diam lalu terkekeh. Ia juga sebenarnya menyalahkan Ailin atas Dinda, namun saat ini bukan hanya pihak Dinda yang terluka, Ailin juga.

Bukankah sudah seharusnya ia mendengar penjelasan dari dua orang itu sebelum ia salah langkah?

"Bukan mahram," Fatih berdiri tegak, mendorong Zidane agar mendekat pada Ailin, "Yang pasti bokap lo bakal marah, ya gak? Terus lo yang bakal disalahin. Secara kan lo yang paling sering buat dia luka."

Zidane mengusap wajah frustasi, padahal baru saja ia ingin menyusul Natan untuk melihat keadaan Dinda.

Meski begitu ia tetap mendekat, jongkok didepan Ailin dengan wajah yang ia coba berekspresi tenang.

"Ailin...?"

Hanya ada isakan, jadi ia menatap Fatih meminta pertolongan, harus bagaimana kah ia? Atau ia gendong paksa saja Ailin?

"Januar, panggil temennya Ailin dong," mereka sampai lupa jika masih ada Januar disana, jadilah mereka meminta lelaki itu membawa teman Ailin, agar Ailin bisa ditenangkan.

Januar juga menurut saja.

Ia menutup pintu toilet saat keluar, tidak ingin banyak orang memperhatikan kejadian didalam.

"Ailin, gue bakal dengerin kalo lo mau ngomong sesuatu," ujar Zidane menyentuh bahu Ailin, menekannya agar Ailin sadar akan kehadirannya.

"Pengen pulang..." Ailin bergumam kecil, tidak terdengar oleh Zidane.

"Ailin."

Ailin mendongak, menatap sedih Zidane, "Aku pengen pulang, hiks, ga mau disini!" Ailin terlihat menyedihkan Dimata Zidane.

"Abi nunggu aku pulang, hiks, umi juga pasti kangen aku. A-aku... aku pengen pu-laaang... Aku pengen pulang, hiks." Ailin kembali menunduk dalam, mencengkeram tangan Zidane kuat seakan mencurahkan rasa sakitnya.

Ia tidak tahu saat ia menjadi Ailin perasaan mudah meledak, marah, sedih, padahal dulu ia tidak pernah seperasaan seperti saat ini.

"Ailin!" Zidane panik mendengar ucapan aneh Ailin, Abi? Umi? Pulang? Apa yang Ailin katakan!?

Fatih juga ikut panik, "Dia kenapa, Dan!?" tanyanya yang membuat Zidane bertambah panik.

Zidane mendekap Ailin, diam saja meski Ailin memberontak.

"Aku bukan Ailin, aku gak mau jadi Ailin!" Ailin berteriak kencang, memukul dada Zidane.

"Ailin!" Keadaan semakin panik saat Risya masuk mendobrak pintu.

"Aku gak mau jadi Ailin!" Ailin berhenti memberontak, "Jadi Ailin itu sakit, gak mau... cape."

"Ka Zidan! Dia kenapa!?" Risya mengambil alih tubuh Ailin dari Zidane, "Ailin... Ini aku, Risya," ujarnya selembut mungkin.

Dibalik Novel || ENDWhere stories live. Discover now