32 || Ana

46.4K 7K 131
                                    

Jika dikatakan lelah, lelahnya Ana lebih dari kata lelah itu sendiri. Ana tidak tahu penafsiran yang tepat untuk kata lelahnya.

Tiga hari ini masa skorsing yang ia dapatkan terasa berat.

Ayahnya berkata akan menikah lagi.

Perihal tentang ibu kandungnya, pemeran penting dalam hidup Ana itu sudah tiada satu tahun lalu.

Anehnya, Ana tidak pernah melihat ayahnya bersedih akan kehilangan sang istri yang berprofesi sebagai ibunya. Dan dalam jangka waktu setahun ini, ayahnya kini ingin menikah lagi?

Tidakkah ayahnya mencintai ibunya lebih dalam? Padahal dulu, saat ibunya masih hidup, ayahnya adalah orang yang paling sayang terhadap keluarga.

Mulai perlahan sang ayah sudah tidak lagi memperhatikannya, bekerja siang malam dan bahkan hampir tidak pernah pulang dalam waktu satu bulan.

Ana terguncang.

Karena dulunya ia orang paling penuh kasih sayang dari dua pihak orang tuanya.

Kini, haruskah ia mengikhlaskan kepergian sang ibu lalu menerima pendatang baru?

"Malam nanti ayah akan kenalin kamu sama calon ibu baru kamu."

Ana sedang sarapan pagi bersama sang ayah, kejadian yang sudah jarang Ana lakukan.

"Oke ayah." Sialnya ia tidak bisa melarang, ayahnya sudah sangat yakin memilih jalan itu.

Ana kesal, kesal akan ia yang tidak bisa menolak. Kesal karena ia bukanlah siapa siapa yang bisa melarang sang ayah.

Ana...

Masih terbayang bayang akan lembutnya sosok seorang ibu kandung untuknya.

"Ana udah selesai, Ana berangkat ayah." Tanpa bersalaman Ana meninggalkan ayahnya yang masih setia terdiam memakan nasi goreng.

Perempuan itu berangkat menuju sekolah dengan mobil yang dilajukan dengan kecepatan kencang. Ana butuh penopang.

Tidak butuh waktu lama untuk Ana sampai disekolah, ramainya sekolah malah membuat Ana semakin kesepian, ia tidak pernah memiliki teman disisinya.

Tahun ini, Ana terlalu banyak memberontak hingga semua temannya pun ikut menghilang.

Padahal ia hanya ingin satu orang saja mengerti akan keadaan yang ia hadapi.

"Masa rawat Ailin berapa hari, Dan?"

Ana curi dengar, jika diingat ingat itu adalah suara Fatih. Berarti ada Natan disana!

Ana langsung mendekat, tersenyum centil lalu mulai bergelayut manja pada lelaki bernama Natan itu, tidak peduli jika ada Dinda yang sengaja ia dorong agar sedikit menjauh.

"Natan gak kangen gitu sama gue?"

Natan menghentak tangan Ana kencang, bahkan mungkin tangan Ana sampai memerah. Yang pasti Natan sangat risih dengan kedatangan Ana, menurutnya, Ana adalah orang yang paling tidak tahu malu yang pernah ia temui.

Teman Natan sudah biasa dengan hadirnya Ana, yang mereka kesali Dinda selalu terluka jika ada ana didekatnya.

"Ka Zidan!" Tidak lama Risya ikut datang menenteng buku tebal, menghampiri Zidane lalu menyodorkan buku itu, "Kaka kan udah kelas tiga, masa sama buku pelajaran aja lupa? Di jadwal pelajaran ada pelajaran IPA, mungkin Kaka lupa bawa buku nya."

Risya melirik Ana, mengerutkan kening seakan ia ingat pernah melihat perempuan itu, tapi dimanakah ia melihatnya?

Wajah Ana seperti tidak asing diingatannya.

Dibalik Novel || ENDWhere stories live. Discover now