22 || Tiga tamparan

50.4K 7.8K 160
                                    

Kembali Ailin tampar wajah Dinda, "Bilang yang bener! Jangan cuma gagap gagap!"

Sesungguhnya, ia jarang sekali hilang kendali, namun Dinda, hanya dengan melihat kelakuan perempuan itu saja membuat Ailin naik pitam.

Saat Ailin akan menampar Dinda untuk yang ketiga kalinya karena Dinda masih saja diam, seseorang menarik paksa tangan Ailin hingga berbalik.

Orang itu menampar Ailin tiga kali berturut turut, jika Ailin memiliki rasa sakit, mungkin perempuan itu akan merasakan bagaimana menyakitkannya tiga tamparan yang membuat pipinya kebas.

Ailin melihat kesamping kanan, ada Januar, si lelaki Playboy didalam geng Arsten, geng berketua Elzanatan. Lalu kekiri, Fatih menatapnya julid, terlihat mengejek kesakitan yang bahkan tidak pernah Ailin rasakan. Terakhir ia menatap orang didepannya, tentu orang itu adalah Zidane.

Siapa lagi yang berani menamparnya saat tahu jika ia keturunan Aldebara?

Hanya Zidane, sebagai sesama keturuan Aldebara, dan Natan, sebagai putra perusahaan yang sama besarnya dengan perusahaan Aldebara.

Zidane bodoh, apakah Zidane lupa jika dirumah mereka keseluruhan keluarga Aldebara sedang berkumpul?

Coba pikirkan bagaimana jika Ailin pulang dengan pipi memerah dan bibir yang kembali sobek seperti sebelumnya? Sudah tentu Zidane yang disalahkan, bukan?

Zidane memang bodoh, benar benar bodoh.

Kebodohan Zidane bertambah saat lelaki itu malah melewatinya, memerhatikan kondisi wajah Dinda yang sudah jelas dipeluk Natan.

Ailin baru saja akan kembali berbalik, namun pergerakan Gilang yang seakan ingin menjangkau wajahnya hanya untuk melihat luka yang ada dipipi Ailin membuat perempuan itu secepatnya menepis tangan Gilang.

Mata Ailin bahkan menyorot Gilang penuh larangan, "Jangan sentuh sentuh!" ujarnya.

"Lo... Lo mimisan lagi," beritahu Gilang.

"Karma." Fatih dan Januar ikut melewatinya, menghampiri Dinda yang sudah menangis kencang.

Ailin menutup mata, ia beristigfar dalam hati, mencoba menenangkan jiwa dan raganya yang tadi sempat keluar batas kesabaran.

"Jadi, Dinda... Mending sekarang kamu bilang yang sebenarnya, kan?" Ailin berbalik perlahan, "bilang kalo kamu emang udah cidera sebelum Dila baik hati bantu kamu kekantin."

Zidane tertegun, ia kira Ailin yang menjadi masalah utama. Namun setelah Zidane berpikir Dinda kesakitan ditampar Ailin, ia jadi kembali menyalahkan Ailin karena memang Ailin juga ikut campur menyakiti Dinda.

Padahal Ailin menampar Dinda pelan, dan Zidane membalasnya bahkan sampai Ailin kembali mimisan.

"Dinda... jangan diem aja dong!" Ailin tidak habis pikir pada Dinda, sudah jelas taktik perempuan itu dibongkar olehnya, lalu kenapa Dinda tidak kembali berusaha menyangkal?

"Dinda!"

Natan menyorot tajam Ailin, "Lo bikin Dinda takut, Ailin! Mau gue laporin ke BK karena Lo buat kasus kekerasan disekolah?" Tanyanya yang tentu membuat Ailin tertawa renyah.

"Bodoh!" Ailin menunjuk Dila yang sudah berdiri dipeluk Leon, "Lo liat dia? Lo gak lupa kan kalo Lo juga buat kekerasan sama dia?" Perempuan berhijab itu mengalihkan tatapannya pada Zidane, "Lo juga udah nampar gue sampe mimisan. Awal masalah itu Natan yang dorong Dila, habis itu gue, terus Ka Jidan, dan tentunya para korban bakal ikut terlibat. Jadi, gue gak bakal kena hukuman sendiri," Ailin bersedekap dada, menghapus jejak darah yang mulai merembes kebibirnya.

Dibalik Novel || ENDWhere stories live. Discover now