31 || Kue coklat dan Rika

47.4K 7.2K 157
                                    

"Loh, Fatih, kamu juga ada disini? Kata Natan kamu pulang duluan."

Ailin melemaskan tubuh, menubruk tubuh Nanda, ia lalu menutup mata lelah.

Nasibnya selalu buruk jika sudah dihadapkan dengan Dinda.

Namun setelah mereka datang, ada 7 orang lagi berada dibelakang mereka, sedikit mendorong Natan agar bisa masuk kedalam.

"Eh, banyak orang ternyata." Resa mencari cari keberadaan Ailin, ruangan berbau obat itu kini terasa sangat sesak.

"Astaga! Bau banget woy!" Gilang langsung menutup hidungnya, paling tidak suka dengan bau obat obatan.

Namun ia terpaksa, ingin tahu dimana perempuan yang mampu menghentikan serangan geng Dark Lion. Ia ingin berterima kasih, karena dirinya hampir saja patah tulang jika Ailin tidak menghentikan serangan secara sekaligus, meski akhirnya perempuan itu yang kini terlihat sekarat.

"Ailin!" Resa berlari menghampiri Ailin, merasa bodo amat dengan orang orang yang tercengang. Ailin juga langsung menghampiri, saking senangnya.

"Eh Dinda? Mau ngapain?" Berbeda dengan Resa yang sudah memeluk Ailin, Liora lebih memilih bertanya sinis pada Dinda, Liora sangat kesal jika Dinda ada didekat temannya.

Temannya hanya akan selalu disalahkan jika menyangkut tentang Dinda.

"Aku jenguk Ailin, liat," Dinda memperhatikan buah buahan yang ada ditangannya.

"Jenguk? Emang Lo kenal Ailin? Nggak! dan lagi, kenapa mata kalian semua pada nyeremin?" Dila ikut nimbrung, ia mencari arah pandang Natan, Januar, Leon dan Gilang.

Semua tertuju pada satu orang, Regan. "Dia siapa?" Dila menautkan alisnya bingung.

Regan hanya diam, wajahnya terlihat datar. Padahal lelaki itu merasa sedang dikepung oleh murid sekolah Siria Morfeld.

"Dia yang nyerang kita kemarin."

Jadilah mereka kumpul bersama, untungnya tidak ada perkelahian diantar Regan dan yang lain. Meski Ailin bisa melihat sorotan mata tajam disetiap lelaki diruangannya, bahkan antara Agis dan kedua kakaknya yang duduk lesehan karena tidak mendapat tempat di sofa.

"Kenapa bisa rame gini?" Reza masuk bersama satu orang rekannya.

Lelaki itu berniat memeriksa perkembangan Ailin setelah selesai mengoperasi, ia ingin menjadi dokter paling utama untuk Ailin.

Reza melepas kaca matanya, menghela napas karena sedikit lelah, "Tolong kalian semua keluar dulu, Saya ingin memeriksa keadaan Ailin." Reza mencoba profesional karena didalam ruangan bukan hanya ada keluarganya.

Satu persatu dari mereka keluar, meninggalkan Reza dengan rekannya bersama Ailin.

Ailin masih berdiri, menatap polos Reza, "Kenapa kak?" Ailin menjinjing tas berisi kue coklat pemberian Fatih, berjalan kembali ke ranjang rumah sakit yang lumayan besar, itu karena ruangannya adalah ruang VIP.

Reza mengikuti, kembali menghela napas kasar. Ia memberi selembar kertas pada Ailin, "Tulang selangka bagian kanan kamu sedikit retak. Kamu... ga ngerasa sakit kan?"

Ailin mengangguk setelah sebelumnya berdiam diri. Reza sepatutnya tau, agar ia bisa memeriksa pada Reza, lalu ia juga bisa menutup mulut Reza.

"Keluarga kita gak ada yang tau?"

Perempuan berhijab itu berdehem, "Gak boleh ada yang tau, Ailin gak mau pergerakan Ailin dibatasin," ujar Ailin.

"Kamu tau gimana bahayanya penyakit yang kamu alami?"

Ailin mengangguk, ia sangat tahu, buktinya kali ini saja ia tidak bisa merasakan sakitnya tulang selangka yang retak.

"Liat." Reza memperlihatkan hasil tes Rontgen tubuh Ailin, "Selangka bagian kiri kamu sedikit retak, kalo kamu bergerak berlebihan mungkin bahu kamu gak akan setara. Kalo aja kaka gak bawa kamu tes Rontgen, pasti kamu bakal tetep bilang baik baik aja, kan?"

Dibalik Novel || ENDWhere stories live. Discover now