30 || Nasib Ailin

47.3K 7.7K 356
                                    

Btw, kalian mau double up perhari? Bahkan sampe triple up?

Kalo mau, kalian juga harus nyenengin hati author, dengan cara votenya harus sama rata, author ngerasa frustasi tau liat votenya beda beda, ditengah dikit atas bawah banyak, kan aneh.

Perharinya masih sama kok, satu chapter. Tapi kalo kalian mau tambahan chapter tolong liat liat vote kalian, siapa tau gak rata hehe.

Trus author paling seneng kalo liat yang follow nambah, jadi jangan lupa follow biar authornya semangat kasih double/triple up.

...

"Assalamu'alaikum...?" Ailin kembali mengawali salamnya, itu karena Zidane, Risya dan Fatih masih terkejut dengan kehadiran Regan, juga dengan Haikal yang malah menatapnya seakan terkejut pada banyaknya luka diwajah Ailin.

"Wa-wa'alaikumsalam," entah sejak kapan Haikal mulai menunduk, karena menjaga pandangan atau... karena terciduk memandang?

"Ka Haikal?" Ailin tersenyum lembut, ia paling suka jika ada lelaki yang menjaga pandangannya pada perempuan.

Maafkan Ailin yang masih sulit mengikuti hal semacam itu. Buktinya setiap ia mengobrol, ia masih terbiasa menatap lawan bicaranya meski lelaki sedikitpun.

Itu karena etikanya diajari langsung oleh Abi dan uminya, jadi begitu besar kemungkinan ia membantah.

Ailin untungnya masih menjaga batasan, menjaga apa yang seharusnya ia jaga, dan melakukan apa yang sudah menjadi komitmennya. Meski hanya separuh, itu pemikiran Ailin.

"Lo!?" Sibuk memikirkan etika, Ailin sampai lupa jika ada Zidane juga Fatih yang ikut masuk.

Masalah besar, karena didepannya Regan menghadap kearah mereka.

Zidane bahkan langsung melangkah maju mencengkram kerah Regan. Sungguh Ailin merasa lelah, biarkan kali ini ia menuntaskannya dengan damai.

"Ngapain Lo disini!? Mau nyelakain Ailin lagi? Atau Lo mau bawa dia lagi, hah!?"

"Gue cuma mau minta maaf," ujar Regan.

"Basi! Pergi!" Zidane mendorong Regan kearah pintu.

Tidak ada yang menengahi,  antara Zidane yang marah atau para keluarganya yang ikut senang dengan perilaku Zidane untuk kali ini.

Mereka cukup marah pada Regan.

"Ka, gak boleh gitu, Ailin masih ada perlu sama Regan."

Zidane tidak mendengarkan, masih sibuk mendorong Regan yang kekeuh menetap.

"Kak!"

"Ngga, Ailin, dia harus keluar."

"Kaka!"

Zidane berdecak, "Bisa gak sih kali ini aja Lo nurut?"

Ailin kembali menutup mata, kembali kesal karena situasi rumit kali ini. "Kalau gitu kenapa kaka juga gak pernah nurut sama yang Ailin perintahin?" Benar, bahkan disaat Ailin memerintah hal yang paling baik untuk Zidane, lelaki itu akan tetap membantah.

"Haruskah Ailin paksa lagi biar kaka dengerin omongan Ailin?"

"Tapi Ailin, Regan orang jahat," elak Zidane.

Ailin diam sejenak, "Terus, kenapa?" Tanyanya.

Zidane menggeram saat Ailin masih bertanya kenapa, "Lo bakal luka terus, Ailin. Dia orang jahat yang udah bikin kamu kaya gini!"

"Terus? Kaka ngerasa jadi orang baik gitu?" Ailin terkekeh, membuat Zidane sendiri termenung dengan ucapan Ailin. "Apa cuma karena Regan Ailin jadi kaya gini? Kaka gak inget? Kelakuan kaka juga sering bikin Ailin luka, bahkan kaka juga tahukan penyebab Regan lukain Ailin? Itu juga karena kakak! Jadi, haruskah Ailin usir kaka kali ini?"

Dibalik Novel || ENDWhere stories live. Discover now