29 || Jengukan

49.1K 7.8K 505
                                    

"Kalian mau ikut gue jenguk adek si Zidan?" Pulang sekolah kali ini, Fatih berniat menjenguk Ailin, "Kakak gue keknya suka sama si Ailin," tentu karena sang kakak yang mengajaknya.

Aneh juga mengapa kakaknya bisa tahu jika Ailin sedang sakit.

"Gue masih mikir dia pasti sekongkol sama geng mereka," ujar Natan.

"Iya... secarakan dia mantan anak Cakra 1. Mungkin aja dia mata mata," tambah Januar.

Fatih tidak membenarkan, ia menggeleng karena pikirannya berbeda dengan apa yang diucapkan kedua sahabatnya.

Fatih satu pemikiran dengan Zidane saat istirahat tadi. Ailin orang baik baik.

Meski Ailin terlihat jahat didepannya, sering sekali menjajagi Dinda, namun terhitung sudah beberapa kali ini Fatih dibantu Ailin.

Jika Ailin adalah mata mata mereka, tidak mungkin mereka menghampiri Ailin dengan pasukan geng, bahkan disaat sedang belajar mengajar.

Mereka hanya akan terkena masalah yang lebih besar, jadi Fatih lebih berpikir Ailin memiliki masalah atau mempunyai bukti kejahatan mereka.

Mereka cukup bersih diluar pergengan, Fatih saja sampai heran, padahal geng mereka selalu membuat ulah, kali ini saja polisi tidak menyelidiki secara mendalam penyebab penyerangan mereka.

Sudah pasti mereka mengandalkan uang untuk menutupi semuanya. Dan jika Ailin mempunyai bukti kejahatan mereka, tentu mereka akan ketakutan.

Ailin keluarga kaya raya, bahkan mungkin sangat kaya, mereka tidak bisa selamanya aman jika Ailin membawa bukti itu kejalur hukum.

Mungkin kali inipun keluarga Ailin sedang menyelidiki kasus yang termasuk dengan kasus penculikan itu dengan membayar orang terpercaya. Yang pasti geng Dark Lion sedang dalam bahaya.

"Natan, Januar..." Fatih sudah bertengger manis diatas motornya, menoleh penasaran pada kedua lelaki disampingnya, "Kalian ngerasa gak sih kemaren Ailin kaya nyoba hentiin mereka?"

Natan mengerutkan keningnya, "Maksud Lo?"

"Lo inget inget deh, dia yang paling kuat lawan mereka, tapi dia juga yang nyerah. Kalian tau penyebabnya? Ailin liat kakaknya babak belur." Itu pemikiran Fatih.

"Apa sih?"

"Natan, Lo kan lawan Regan nih... Terus Lo inget kan Ailin bantu Lo? Dia pasti udah tau kalo Regan itu ketua mereka, kalo Regan kalah otomatis mereka bakal mundur, tapi dia berhenti karena kita udah pada kewalahan. Jadi, ngerti? Ailin nyoba bantu kita."

Natan dan Januar tertawa renyah, "Gue masih ngerasa Ailin mata matain kita."

Fatih berdecak, "Terus kenapa Ailin bisa pulang babak belur?"

"Kenapa juga dia bisa pulang kalo kenyataannya dia bukan mata mata mereka?" Tanya Januar kembali.

Kembali Fatih berdecak, "Gue pulang duluan, bilang sama Dinda. Kakak gue udah nunggu." Fatih melajukan motornya kencang.

Jadilah hanya Natan dan Januar yang menunggu Dinda diparkiran. Zidane sudah lebih dulu pulang bersama Risya, orang yang mereka kira sepupunya, lalu kini Fatih juga pulang tanpa menunggu Dinda.

Itu membuat hati Dinda mencelos. Ia cukup kesal karena kedua lelaki yang selalu berada di disisinya mulai menjauh. Dinda dapat merasakannya.

"Natan."

"Oh, kamu udah selesai? Mau langsung pulang?"

Dinda menggelengkan, menunduk menatap tanah, "Boleh gak kalo kita jenguk Ailin dulu? Dinda khawatir, Zidan juga pasti ada disana, kan?"

Dibalik Novel || ENDWhere stories live. Discover now