49 || Dinda dimana?

47K 8.1K 754
                                    

(ini alasan author ciptain Justine dalam skenario yang Allah beri)

Justine tersenyum picik, ia menatap arogan perempuan yang ia ikat dikursi dibawahnya. Tangannya bergerak, mencengkeram rahang perempuan itu keras.

Bawah mata Justine terlihat hitam, sarat akan kurangnya tidur. Bibirnya hitam karena terlalu sering merokok, untuk menenangkan diri.

Ailin nya masih koma, dan itu karena perempuan didepannya. Dinda Kirana.

Perempuan itu tidak pantas dimaafkan, tidak pantas juga mati dengan mudah.

"Am-mphun..."

"Apa?" Justine mengejek Dinda, menatap jijik pada perempuan rendah itu.

"Maafh..."

Justine tertawa kencang, menatap tajam Dinda. Ingin ia bunuh saja rasanya, tapi sudah dibilang jika Dinda tidak pantas mati dengan mudah dan tenang.

"Lo tau apa yang Lo lakuin ke Ailin?"

"A-aku salah, aku minta maaf."

Justine menghempas kasar rahang Dinda hingga sang empu menoleh dengan suara isakkan pilu.

Sudah sejak Ailin koma Justine mengurungnya, selama itu tidak ada lagi hari hari yang cerah lagi, Justine hanya memberinya kesuraman yang tidak pernah berakhir.

Tidak ada lagi yang menjadi tameng setia Dinda, mereka malah mengiranya kabur karena takut pada keluarga Aldebara. Padahal ia sudah tertangkap, sudah hancur sehancur hancurnya.

Dinda tidak bisa melarikan diri lagi.

"Maaf, hiks."

Justine mengambil cambuk yang sudah ia siapkan sebagai salah satu benda untuk menghukum Dinda.

Dengan kencang Justine arahnya cambuk itu pada Dinda. Berkali kali hingga Dinda berhenti menangis, Dinda pingsan.

Justine masih belum puas, ia mengambil air lalu menyiram Dinda dengan air itu.

"Bangun bangsat!"

Dalam kesadaran samar Dinda, ia merasa mati akan lebih baik. Sayangnya ia bahkan tidak diizinkan untuk mati.

"Bangun!" Justine melempar gelas yang tadi ia ambil, dengan sekali lemparan saja dahi Dinda langsung berdarah karena gelas itu pecah tepat didahinya.

Bersamaan dengan hilangnya kesadaran Dinda, Justine baru bisa menghela napas, kembali ia cengkeram rahang Dinda, memperhatikan wajah penuh darah Dinda.

"Cantik, gue suka Lo yang kaya gini."

Justine lalu pergi, menelpon orang suruhannya untuk mengobati Dinda. Dinda harus sembuh agar Justine bisa kembali menyakitinya.

"Gue belom puas, cari balapan dong," karena belum puas, Justine terpaksa menelpon temannya, mencari arena balapan yang bisa ia ikuti.

Sebenarnya Justine ingin sekali melukai Dinda lebih dari itu, tapi ia tidak ingin Dinda mati. Ia tidak mengijinkan nya.

Justine suka Dinda.

Saat perempuan itu menangis ketakutan.

Saat penuh darah.

Dan saat memohon.

Setiap hari Justine selalu mendambakan wajah Dinda yang seperti itu.

Ia sangat menyukainya, jantungnya bahkan berdebar jika ia bisa menyakiti Dinda hingga berdarah.

Sedari dulu, Justine sangat suka dengan darah. Darah manusia.

Tapi bisa gawat jika ia terlalu terobsesi dengan darah, jadi sebisa mungkin Justine memberontak pada keinginannya sendiri melihat darah.

Dibalik Novel || ENDWhere stories live. Discover now