41 || Dinda semakin didepan

43.7K 7.3K 556
                                    

"gak habis pikir sih, si Ailin munafik juga ya."

"Bego banget, Dinda yang sebaik itu sampe ditampar, gak sekali itu aja lagi."

Albert melirik Justine yang sudah terlihat sangat marah, adik beda satu tahunnya itu memang terlalu mudah tersulut emosi, berbanding dengan dia yang selalu memakai taktik perlahan jika ingin membalas.

Besok Ailin akan masuk sekolah kembali, jadi hari ketiga mereka pindah baru bisa berangkat bersama Ailin.

Ini baru hari kedua mereka pindah, hanya Risya saja yang ada ditengah mereka. Risya tampak murung, tidak mau bicara pada siapapun selain Ailin. Mereka bahkan sudah memaksa, tapi Risya tetap diam tidak membalas apapun yang mereka katakan.

Jadi mereka juga pasrah.

Tapi jika Risya terluka, mereka akan bertindak layaknya jika Ailin yang terluka. Risya sudah bagian dari Aldebara, ada marga Aldebara di belakang nama Risya, walaupun untuk saat ini masih disamarkan.

Yang pasti, Risya adalah menantu pertama untuk cucu Antonio.

Bicara tentang Risya, suaminya, Zidane Floyd Aldebara entah dimana keberadaannya. Sudah sedari malam Zidane tidak ada dirumah, padahal Ailin sudah diperbolehkan pulang kemarin, tentunya dengan pengawasan Reza yang justru ikut cuti karena kelelahan.

"Cantik cantik munafik, sayang banget, kenapa Ailin gak jelek aja ya?"

"Pantes aja kak Zidane kaya benci gitu ke dia."

Disepanjang koridor, kenapa nama Ailin selalu disebut?

"Tenang Justine, hari ini gak boleh cari masalah," Albert menarik tangan Justine yang ingin menghampiri salah satu orang yang membicarakan Ailin.

Sayangnya bukan hanya Justine, si kembar Tio dan Dio malah menggantikan Justine menghampiri mereka, menarik kerah dua orang yang bisa mereka gapai.

"Lo ngomong gak introspeksi banget, lo gak tau mulut busuk lo gak pantes sebut nama Ailin?" Bisa dibilang Dio adalah rajanya mulut pedas dari Aldebara, turun langsung dari ibunya, Katrina Aldebara.

Dan Tio juga sama, sifat mereka persis seperti wajahnya yang kembar seiras.

"Bangsat banget lo anjing! Gue bunuh lo!" Itu Tio yang mengumpat.

Albert yang melihat hanya mampu menghela napas, ia menoleh pada Risya dan June, kakak Tio dan Dio, meminta mereka memisahkan dua orang itu.

Bahkan Tio sudah membogem orang didepannya itu, tidak peduli jika orang itu adalah perempuan.

Risya sudah menarik Tio, menggeleng saat Tio menoleh, "Kalo Ailin tau, kamu bisa dimarahin."

June mendekat, ia bersedekap dada melihat perempuan yang Tio pukul, "Itu cuma contoh kecil, kalo ada yang masih berani omongin Ailin, gue gak bakal maafin satupun dari kalian!" Biarpun June orang yang dingin, ia akan menjadi orang cerewet jika saudaranya disakiti.

Sejujurnya, tempramen Aldebara memang penuh emosi, namun berbeda cara mereka mengatasi emosi itu sendiri.

Seperti Tio, Dio dan Justine yang lebih senang langsung menyerang lawan, lalu Albert yang lebih memilih cara halus menghancurkan mereka perlahan, Reza yang lebih memilih mencari faktor permasalahan dan cara menyelesaikannya, tidak lupa Zidane yang tentunya memiliki tempramen melebihi Justine.

Hanya Ailin, Aldebara yang paling sabar dan mampu langsung memaafkan.

"Udah," Risya mendorong para Aldebara itu agar kembali berjalan, ia sudah sangat muak melihat tatapan bodoh para murid.

Dibalik Novel || ENDWhere stories live. Discover now