BRAINWASH

1.7K 359 164
                                    

Chapter 28 - Brainwash

Libur semester selama dua Minggu lamanya, kini telah usai. Sakusa telah memikirkan banyak rencana-rencana didalam kepalanya, dimana ia akan memanfaatkan banyak orang untuk menjadi tameng baginya nanti.

Tanpa ragu-ragu, Sakusa masuk kedalam ruang OSIS- dimana ia sudah membuat janji dengan salah satu guru disana.

Ya, Ukai Keishin. Beliau adalah guru yang ditakuti oleh banyak siswa, karena ketegasannya saat berbicara.

"Anggarannya terlalu besar " seru Pak Keishin, usai membaca proposal yang diajukan oleh Sakusa. Sebetulnya, ia takjub dengan susunan pengajuan yang dirancang oleh Sakusa. Rapi, dan mudah dimengerti.

"Keluarga saya akan memberikan donasi sebanyak delapan puluh persen, jika bapak menyetujui proposal ini." Sakusa memulai negosiasinya. Ia dapat dengan mudah membaca ekspresi terkejut di wajah pak Keishin, dimana gurunya itu tampak mulai tergiur dengan tawarannya.

"Ya... Tapi kita perlu mendiskusikan ini dengan guru dan anggota OSIS yang lainnya." Pak Keishin mengambil kembali jilid proposal yang tadi ia letakkan diatas meja. Tangannya bergerak dengan lihai, membolak-balik laman putih tersebut.

Sakusa berdiri, membuat kursi yang ia duduki menciptakan decitan karena bersentuhan langsung dengan lantai.

Ia tahu, kalau Pak Keishin akan berkata demikian. Sakusa, sangat tidak ingin anggota OSIS yang lainnya tahu. Sebab, akan banyak muncul pertanyaan, sanggahan, dan lainnya.

Terlebih, Sakusa sudah menandai siapa-siapa saja yang sulit ditangani olehnya.

"Oikawa Tooru, Semi Eita, dan Kita Shinsuke." Tiga nama itu tercatat jelas didalam kepala Sakusa. Mereka ialah murid tahun ketiga, yang banyak beradu mulut dengan Sakusa tiap kali OSIS mengadakan rapat tertentu.

Belum lagi, didalam organisasi tersebut juga ada Suna Rintaro dan juga Tsukishima Kei. Keduanya memiliki lisan yang dapat memancing emosi Sakusa hingga meletup kapan saja.

Jelas, kalau Sakusa tidak ingin langsung gagal di rencananya yang pertama.

"Pak Keishin..." Sakusa mendekat, menepuk pundak Pak Keishin dengan satu tangannya.

Bibir Sakusa sekarang berada dekat dengan telinga kanan Pak Keishin, dan disaat itu juga gurunya itu hanya diam- tak berkutik sedikitpun.

"Silahkan membantah, tapi pada akhirnya bapak harus tetap menuruti permintaan-permintaan saya." Sakusa berbisik, mengulang-ulang kalimat itu beberapa kali. Menciptakan sebuah sugesti kepada gurunya sendiri.

"Baiklah..." Jawab Pak Keishin dengan tatapan kosong.

Sakusa tersenyum kecil, lalu mengangkat tangannya dari sisi pundak Pak Keishin.

Memberikan sugesti atau stereotipe kepada taget secara terus-menerus dapat menjadi cara yang paling efektif sebagai sarana cuci otak.

Bagi seseorang dengan pikiran yang cenderung lemah dan mudah dipengaruhi, cara ini bisa dibilang cukup efektif. Selain itu, Sakusa paham betul- kalau guru-guru di kebanyakan sekolah swasta pastinya akan tergiur dengan yang namanya uang.

Tawaran Sakusa untuk memberikan donasi sebesar delapan puluh persen adalah rencana awal, agar Pak Keishin terus menimbang-nimbang keuntungan yang akan ia dapat.

Supaya, Sakusa bisa lebih mudah mempengaruhinya.

"Loh... Loh... Saya ngelamun ya?" Sahut Pak Keishin saat keluar dari zona lamunannya. Ia terlihat sedikit linglung, lalu memfokuskan pandangannya kembali kedalam proposal milik Sakusa.

Sakusa hanya menggeleng, lalu tersenyum tipis.

"Baik, saya terima ide ini. Kamu bisa putuskan, siapa rekan yang bisa kamu ajak untuk meletakkan cermin-cermin itu." Tangan Pak Keishin bergerak, menandatangani laman proposal lalu memberikannya stempel. Wajahnya tampak begitu sumringah sesuai dengan harapan Sakusa.

Bloody Mary - Haikyuu [ END ] ✓Where stories live. Discover now