12. Truth Or Truth?

7.2K 1.2K 58
                                    

"Gue capek, Jen. Bisa gak sih kita jujur aja satu sama lain?"

"Kalau kita jujur setelah apa yang terjadi, rumah ini gak akan pernah hidup lagi, Naraka. Kalau kita jujur satu sama lain kalau kita semua belum bisa ngerelain kepergian bang Alan, rumah ini bakalan hening, mati kayak kuburan, kalau kita jujur, gak akan ada lo yang tiap pagi di dapur, gak akan ada Aji sama Lele yang berebut kamar mandi tiap pagi, gak akan ada bang Njun yang bijaksana kayak yang kita kenal, semua itu gak akan ada. Kalau kita jujur, kita semua sekarang selama dua puluh empat jam bakal ngurung diri di kamar sampai mati kelaparan."

Suara dosen yang tengah menerangkan materi di depan sana tak lagi Chandra dengar. Seolah ruangan itu hening, dan hanya dirinya seorang yang berada disana. Pikiran Chandra melayang, kembali ke pagi tadi dimana dia baru saja bangun dan diperdengarkan okeh omelan Jendral dari arah dapur.

Seharusnya, Chandra tak memilih mendengarkan percakapan si kembar itu dan memilih langsung mandi saja.

"Gue cuma lagi kangen aja sama bang Alan."

"Kita semua kangen bang Alan, Na. Gue juga, Jian juga, Lele juga, bang Njun sama Chandra apalagi. Tapi demi rumah ini hidup lagi meski gak akan pernah sama kayak dulu, kira terpaksa harus pura pura. Pura pura seolah gak ada apapun yang terjadi sama kita. Pura pura seolah kita gak pernah mengenal bang Alan."

Chandra mengusap kasar wajahnya, lelaki itu menggeleng pelan dan mencoba fokus pada dosennya di depan sana. Namun lagi lagi suara Jendral kembali terdengar dengan begitu jelas, membuat Chandra tertegun untuk sekali lagi.

"Gue juga kangen bang Alan, Na."

"Tapi gue juga gak mau harus balik ke masa masa saat dunia kita hancur. Gue benci kalau harus ingat hari itu."

"Gue juga benci kalau harus ingat hari itu, Jen..." Gumam Chandra pelan.

Bahkan hingga kelas selesai sekalipun, pikiran Chandra masih melayang layang dengan percakapan si kembar pagi tadi. Chandra berjalan sepanjang koridor kampus dengan kepala tertunduk, hingga dia tak menyadari keberadaan Hendry yang sedang berdiri 5 meter di hadapannya.

"Woyy, Chandra!"

Chandra mengangkat kepalanya seulas senyuman lantas terukir di wajah lelaki itu. Chandra menghampiri Hendry dan merangkulnya.

"Lo nungguin gue, ya? Romantis banget. Jadi makin cinta, deh!" Ucap Chandra kegirangan.

Bukannya ilfeel seperti Pram, Hendry justru ikut ikutan mengiyakan lelucon Chandra.
"Iya dong, kita kan sehati sepemikiran."

Keduanya berjalan melewati koridor yang tak terlalu ramai. Sesekali menyapa dosen yang lewat atau membalas sapaan dari beberapa adik tingkat, seangkatan, bahkan tukang kebun juga turut mengenal mereka. Bukan, itu bukan sesuatu yang dibanggakan, tapi mereka banyak dikenal sebagai mahasiswa paling gak jelas. Kasihan Jeffry karena harus terseret lingkup pertemanan sesat dengan mereka ini.

Hendry mengajak Chandra ke kantin kampus, lelaki itu memesan kopi susu untuk meningkatkan mood nya, berhubung Chandra juga baru saja dari kantin sebelum kelas tadi, lelaki itu tak memesan apapun. Chandra menatap sekeliling kantin yang masih sangat ramai, lantas menemukan sosok Pram yang melambai keadaannya dengan Jeffry di sebelah lelaki itu. Ternyata Jeffry masih setia disana.

"Hen, ada si Gay tuh!"

"Mana?"

"Itu yang paling jelek."

"Ohh iya, kuy samperin!"

Keduanya menghampiri Pram dan Jeffry. Hendry seketika mencerca Pram dengan banyak pertanyaan.
"Berduaan aja, lagi pacaran nih ceritanya?

Raga || NCT dream [END]Where stories live. Discover now