13. Manusia Dan Isi Pikirannya

6.7K 1.1K 33
                                    

"Bang."

"Apa?"

"Aku kadang suka kepikiran sesuatu."

"Apa tuh?"

"Kalau seandainya ada mesin waktu yang tiba tiba nongol didepan wajah abang dan abang dikasih kesempatan untuk balik ke waktu lampau, abang bakal lakuin apa?"

Suara hujan terdengar teras malam itu. Alan yang berbaring di kasurnya terdiam sejenak. Pandangan menatap lurus ke atas dimana Chandra berbaring di ranjang atas.

"Kalau kamu sendiri, Chan?"

"Yang pastinya aku bakalan mengubah sesuatu dari masa lalu. Mungkin hal hal yang enggak seharusnya dan yang seharusnya aku lakuin. Contohnya nih ya, seandainya waktu itu aku cegah ayah waktu dia mau pergi ke rumah om Fahri."

Pertanyaan random Chandra membuat suasana kamar itu terdengar senyap. Hanya ada suara hujan deras yang memecah kesunyian di kamar gelap yang hanya diterangi cahaya rembulan dari luar.

"Kalau abang?" Tanya Chandra.

"Abang juga mau balik ke masa lalu."

"Tapi bukan untuk mengubahnya."

Chandra mengerutkan keningnya, lalu kepalanya menyembul dari kasur atas, lelaki itu menatap Alan yang berbaring di ranjang bawah.
"Terus untuk apa dong?"

"Abang cuman pengin merasakan kembali momen momen itu."

"Mengubah masa lalu itu adalah kesalahan besar, Chandra. Kalau kamu mengubahnya, belum tentu kamu akan menjadi pribadi yang seperti sekarang ini. Jadi daripada mengubah masa lalu yang sia sia itu, abang lebih memilih kembali ke saat saat bahagia  dan merasakan rasa bahagia itu kembali."

Hujan turun dengan begitu deras malam itu, malam itu, waktu sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Namun seorang Abichandra masih enggan terpejam untuk sekedar menjelajahi mimpi. Saat ini, Chandra berbaring diatas kasurnya, menatap langit langit kamar dengan tatapan kosong. Kamar Chandra gelap, hanya diterangi cahaya rembulan dari jendela.

Setelah bertahun tahun lamanya, barulah Chandra mengerti apa maksud dari ucapan Alan malam itu. Alan benar, tak seharusnya kita mengubah masa lalu yang sia sia. Cukup kembali ke saat saat bahagia itu hanya untuk sekedar merasakan bagaimana rasa bahagia itu kembali.

Rasanya begitu kosong, seberapa keras dia menata kembali hidupnya setelah hari dimana dia kehilangan sebagian dari dunianya, tetap saja semuanya tak akan pernah kembali sama. Dia kehilangan sosok keluarga, teman dekat, orang tua, dan dirinya sendiri.

Sering sekali Chandra bertanya tanya pada Tuhan. Kenapa perpisahan yang paling menyakitkan itu harus kematian? Apa tidak ada cara lain agar setidaknya bisa melihat raga itu kembali?

Bagaimanapun juga, raga itu lebih berharga daripada kenangan, kan?

Kalau ditanya apa yang paling menyakitkan untuk Chandra, maka jawabannya adalah ketika ditinggal seseorang yang sudah menjadi sebagian dari hidupnya untuk selama lamanya.

Dan hal yang lebih menyakitkan dari ditinggal orang tersayang untuk selama lamanya adalah ketika hidup harus terus berjalan dan kamu dipaksa untuk tetap hidup sementara alasanmu bertahan sudah tidak ada. Dia pergi meninggalkanmu. Selamanya.

"Bang, pernah gak sih abang marah sama keadaan?"

"Selalu. Tapi abang sadar, itu percuma. Hidup enggak akan pernah berbelas kasih sama kamu, Chandra."

Benar juga. Mau marah pada keadaan, tapi ya bagaimana? Apa yang diharapkan dari hidup? Hidup tidak akan pernah memberi belas kasihan. Tidak pernah sama sekali. Hidup dan waktu adalah 2 hal yang paling kejam bagi manusia. Persamaan dari 2 hal itu adalah... Tidak mengenal yang namanya belas kasihan.

Raga || NCT dream [END]Where stories live. Discover now