49. Raga

7.4K 982 104
                                    

Ceklek!

Letnan masuk ke dalam rumahnya. Aji baru saja mengirim pesan kalau dia ada kerja kelompok sampai malam. Tidak ada orang dirumah sore itu. Juna pergi kerja, Aji dirumah temennya, Naka sama Jendral juga belum balik.

Letnan melempar tasnya sembarangan. Lelaki itu lantas duduk di ruang tamu sambil mengatur nafasnya.

"Gara gara gue lupa bawa dompet, gue harus jalan kaki. Argh! Lagian kenpa Aji ngotot bawa motor sih?! Dia gak tahu gue hampir mampus jalan kaki ke rumah apa?!" Gunam Letnan kesal.

Anak itu menghela nafas pelan. Matanya menangkap foto besar yang dipajang di dinding ruang tamu.

 Matanya menangkap foto besar yang dipajang di dinding ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah sebulan sejak Chandra pergi. Letnan kira, hari hari yang akan dia lalui setelah kepergian Chandra akan sama beratnya ketika ayah dan Alan pergi dulu. Tapi ternyata meskipun berat, dia tidak merasa sendirian.

Chandra gak mau mereka hidup kayak dia. Chandra gak mau mereka terus dihantui rasa bersalah dan saling menyalahkan diri sendiri.

Jadi Letnan dan yang lain berusaha menyanggupinya.

Letnan menggeleng pelan.
"Enggak, gue udah janji gak bakal nangis lagi. Waktu itu gue udah kebanyakan nangis, sekarang gue gak mau nangis lagi."

Daripada terus menerus berdiam diri dan pada akhirnya menangis disana, Letnan memilih bangkit dan masuk ke kamarnya untuk ganti baju.

Hujan turun mengguyur jalanan kota Bandung yang tengah dihiasi hiruk pikuk orang orang sore itu. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore hari, yang dimana sekarang rata rata sudah jam pulang kerja. Suasana hujan dengan bau petrichor yang kerap kali dianggap sebagai momen yang pas untuk galau itu seketika hancur bergantikan jalanan yang macet dan bunyi klakson yang terdengar disana sini.

Berbeda dengan jalanan yang ramai, komplek perumahan yang letaknya berada di tengah kota Bandung itu sedikit lenggang di sore hari. Membuat Letnan kini duduk di teras rumah dengan pandangan muram. Niatnya untuk menunggu tukang bakso lewat setiap sore di depan rumah lantas hancur karena hujan sialan ini. Mangkok yang sedari tadi dia bawa untuk menemaninya menunggu tukang bakso lantas kini menganggur di meja teras.

Kalau hujan hujan begini, apalagi suasana lagi sepi, memang momen yang pas untuk menggalau. Sialan, jiwa anak senjanya jadi meronta ronta.

Tapi semua itu hanya isi pikirannya saja. Meski jiwa anak senjanya sudah mendarah daging, Letnan juga tahu situasi. Karena serius, demi kaos kaki Aji yang sudah seminggu gak diganti, lelaki itu memang sedang sedih sore ini.

"Kalau hujan begini, jadi keingat abang..." Gumamnya pelan dengan pandangan sendu yang menatap ke jalanan.

"Tapi kalau aku ngaku kangen sama dia kayak gini, ntar dia bangga banget kayak udah berhasil bikin Jakarta gak banjir lagi."

"Tahu ah, mana lagi laper, tukang bakso nggak lewat karena hujan, parno karena habis nonton film horror, sendirian di rumah pula, sial banget aku hari ini." Ucapnya kesal sambil membawa mangkok yang tadi dia bawa kembali masuk ke dalam rumah.

Raga || NCT dream [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang