Memulai

196K 10.6K 55
                                    

Happy Reading!

***

Keesokannya, pagi-pagi Diana sudah melakukan yoga dan beberapa olahraga lainnya. Ia juga meminta bik Ratih untuk membawakan ia sarapan dan beberapa jenis buah.

Bik Ratih tampak memerhatikan Diana yang seperti sudah sering melakukan yoga, padahal ini baru pertama kalinya ia melihat nonanya itu melakukan yoga. "Nona udah sering ya yoga dulu?"

Seketika Diana gelagapan. "Ah enggak bik, saya belajar dari youtube tadi malam."

Bik Ratih tampak menganggukkan kepalanya, tanda mempercayai ucapan Diana. Sedangkan Diana ia bernafas lega, ia harus berhati-hati sekarang. Walaupun ia lupa ingatan, namun didepan bik Ratih ia harus melakukan perubahan dengan perlahan, sebab bik Ratih sangat paham tentang apa yang selama ini Diana lakukan. Jika terlalu mendadak, bik Ratih bisa curiga jika ia sebenarnya bukanlah Diana.

Diana mengelap wajah dan tangannya menggunakan handuk kecil, lalu duduk memulai sarapannya. "Kapan dokter keluarga Dirgantara datang bik?"

"Mungkin sekitar jam sepuluh pagi nanti non."

"Hm, baiklah. Masih banyak waktu sebelum bertemu dokter itu." gumam Diana.

Setelah berolahraga dan sarapan, Diana memutuskan untuk mandi. Ah, ia juga nanti akan meminta bik Ratih untuk membelikan beberapa skincare dan alat make up. Karena tidak mungkin jika ia menggunakan skincare dan alat make up yang dibelikan Jessica, sudah pasti wajahnya akan semakin jelek.

Tepat pukul sepuluh pagi, dokter keluarga Dirgantara datang untuk memeriksa Diana. Dan hanya bik Ratih yang menemaninya, karena semua orang dirumah ini sedang sibuk, atau lebih tepatnya sedang menyibukkan diri.

"Semuanya baik, dan tolong jangan memaksakan diri untuk mengingat sesuatu karena itu bisa berakibat fatal." ucap dokter yang bernama dokter Dimas.

"Baik dok." balas Diana.

"Dan ini resep obat yang harus ditebus." lanjut dokter dimas sambil menyerahkan resep obat kepada bik Ratih.

"Baik dokter, nanti akan saya tebus."

Dokter Dimas mengangguk, lalu pamit untuk kembali ke rumah sakit karena masih banyak pasien yang harus ia tangani.

"Non bibi tebus obatnya dulu ya."

"Tunggu bik, tolong sekalian belikan beberapa barang yang sudah saya tulis. Lalu bayar pakai kartu ini." ucap Diana lalu menyodorkan sebuah kartu yang dari memori ia dapatkan bahwa kartu itu adalah kartu yang diberikan oleh ayah kandungnya, namun Diana tidak pernah menggunakannya. Entah apa alasan Diana tidak menggunakannya, padahal uang didalam kartu itu lumayan banyak.

"Baik non."

Diana menghela nafas dalam, lalu merebahkan tubuhnya. Ia akan mengistirahatkan tubuhnya sebentar sambil menunggu kedatangan bik Ratih membawa semua pesanannya.

***

Tepat pada pukul dua belas siang bik Ratih datang membawakan obat dan semua pesanan Diana. "Ini non, semua pesanan non Diana."

"Makasih bik."

"Sama-sama non, bibi ke bawah dulu mau ngambil makan siang buat non." ucap bik Ratih yang dibalas anggukan kepala oleh Diana.

Diana membuka semua pesanannya, disana terdapat skincare dan alat make up yang dulu ia pakai. Dan juga ia memesan beberapa pakaian, karena pakaian di lemari sangat kuno menurutnya.

Diana menyimpan semua belanjaannya diatas sofa, lalu ia mengambil sebuah buku lengkap dengan pulpennya. Ia akan mencatat langkah apa yang harus ia lakukan untuk ke depannya.

Transmigrasi Istri Tak DianggapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang