Surat Perceraian

97.7K 4.8K 181
                                    

Sudah dua bulan sejak Diana kabur, kini suasana mansion Dirgantara sangat suram. Sudah semua cara Vano lakukan untuk menemukan Diana, namun ia belum juga kunjung menemukan Diana.

Vano mengeraskan rahangnya lalu menarik rambut Jessika sampai membuat wanita yang tengah hamil itu mendongakkan kepalanya. "Siapa yang menyuruhmu masuk ke sini." ucap Vano dengan dingin.

"Akh lepaskan, kau menyakiti ku dan anak kita."

Vano melepaskan tangannya dari rambut Jessika dan memandang wanita itu dengan jijik. "Anak kita? bahkan menyentuhmu saja aku jijik jadi jangan pernah menghayal untuk menjadikan anak itu sebagai anak ku. Karena aku hanya akan memiliki anak dengan Diana, bitch!"

Jessika menghentakkan kakinya kesal, selalu Diana yang ada dipikiran Vano. Apakah pria itu tidak sadar jika mungkin saja Diana sudah memiliki pria lain diluaran sana atau bahkan sudah mati. "Tidak apa-apa kau menolak ku sekarang, karena nanti kau sendiri lah yang memohon untuk bersamaku." gumam Jessika dengan sangat yakin.

Vano masuk ke dalam ruang kerjanya lalu menatap lukisan wajah Diana yang ia pajang sejak Diana meninggalkan mansion ini. "Honey, kau dimana? Segitu bencinya kah kau sampai meninggalkanku?" lirih Vano.

***

Sedangkan di belahan bumi lain, tepatnya di Swiss kini Diana tinggal. Ia akan memulai hidupnya di sini, dengan suasana baru dan nantinya juga dengan orang baru.

"Kau bahagia di sini?" tanya Marisa yang diangguki Diana.

"Bagus, setelah ini kau pasti bisa melupakan pria brengsek itu!" seru Marisa.

"Kita harus segera kembali Marisa, kalau tidak yang lainnya mungkin akan curiga." ucap Bara yang datang dengan membawa tiga gelas coklat hangat.

"Iya-iya, mengapa kau sangat cerewet." balas Marisa sambil menerima coklat hangat itu.

Diana menggelengkan kepalanya melihat Bara yang hanya pasrah setiap kali Marisa marah atau kesal kepada pria itu. Andai saja Vano- TIDAK, ia harus melupakan pria itu! Tidak ada gunanya juga mengingat masa lalu yang menyakitkan.

"Ada apa?" tanya Bara kepada Diana.

Lihatlah! betapa pekanya pria seperti Bara. "Tidak ada apa-apa." jawab Diana.

"Bara, setelah dipikir-pikir aku penasaran dengan satu hal." celetuk Marisa yang menarik perhatian Bara dan juga Diana.

"Apa?"

"Mengapa kau membantu Diana kabur dari Vano? bukankah sebagai sahabat dari pria itu kau seharusnya memihaknya?"

"Aku juga sama ingin mengetahui alasan kau membantu ku."

Bara menghela nafas lalu menghembuskannya, seakan-akan pertanyaan yang diajukan Marisa sangatlah berat. Pria itu bahkan menatap Marisa dan Diana dengan serius.

"Tidak ada alasan khusus, aku hanya ingin membantu sebagai sesama manusia." jawab Bara yang membuat Marisa memukulnya dengan sangat keras sedangkan Diana menggelengkan kepalanya.

"Hah! kalian lanjutkan perkelahiannya, aku ingin masuk ke dalam." ucap Diana lalu berjalan ke dalam. Ia sudah menduga jika Bara tidak akan menjawab pertanyaan itu dengan serius.

Setelah Diana masuk ke dalam, Marisa menatap Bara masih dengan keingintahuannya. "Sekarang katakan alasanmu yang sebenarnya, please aku tidak akan bisa tidur sampai menemukan jawabannya."

Seketika pecah tawa Bara. "Alasan yang ku katakan tadi memang benar, jadi kau bisa tidur dengan nyenyak malam ini."

Marisa berdecak lalu memalingkan pandangannya. "Kau membuat-"

Transmigrasi Istri Tak DianggapWhere stories live. Discover now