Hukuman

178K 9K 176
                                    


Diana memandang kesal ke arah luar jendela, seharusnya ia bisa jalan-jalan hari ini. Namun Vano tidak memperbolehkannya keluar dengan dalih sebagai hukuman sebab dia yang sudah berani melawan pria itu.

"Vano brengsek! dasar laki-laki jelek!" sumpah serapah keluar dari mulut Diana. Lalu ia mendengar suara pintu terbuka dan muncul lah pria itu dengan seorang pelayan yang membawa makan malam. 

"Letakkan disitu." titah Vano sambil menunjuk meja yang ada di depan sofa.

"Baik tuan."

Setelah pelayan wanita itu pergi Diana melihat Vano yang tampak menyusun makan malam. Diana berdecih di dalam hati, mengapa pria itu tidak memiliki rasa bersalah karena sudah mengurungnya.

Semalam setelah dari pesta, pria itu tampak marah dan mengurungnya di kamar hotel tanpa penjelasan apa-apa. Paginya barulah Vano dengan santainya mengatakan jika tindakan mengurungnya di hotel adalah bentuk hukuman agar ia tidak bisa mencari pria lain.

"Sampai kapan kau mengurungku tuan Vano Dirgantara?"

Vano menatap Diana. "Sampai besok pagi."

"Ck, mengapa kau seenaknya saja. Asal kau tau, semua rencana jalan-jalan ku hancur karena kau kurung!"

"Oh ya? tapi itu hukuman untuk wanita pembangkang sepertimu."

"Siapa kau bisa mengaturku?"

"Suamimu kalau kau lupa."

Diana menatap remeh Vano. "Suami? sejak kapan kau menganggap dirimu suami?

Bukannya marah Vano malah terkekeh yang malah membuat Diana merinding. Pria itu berjalan mendekati Diana, namun entah kenapa keberanian yang semula dimiliki Diana mendadak menghilang.

"Kenapa sayang? apa kau takut?"

"Ma-na mungkin aku takut sama pria brengsek sepertimu!"

Vano berdiri dengan jarak satu langkah didepan Diana. "Kau tau Diana, awalnya aku berniat menceraikanmu. Tapi melihat sifatmu yang berubah dan menjadi pembangkang membuatku menjadi lebih tertarik." jeda Vano.

Pria itu mengelus pipi mulus Diana dengan pelan. "Sebenarnya siapa kau? kenapa sifatmu berubah?"

Diana menegang, tidak mungkin kan Vano mengetahui jika dirinya bukanlah Diana yang asli. Yang tau  mengenai jati dirinya hanya Mila dan tidak akan mungkin sahabatnya itu memberitahu Vano.

"Apa yang kau maksud? aku adalah Diana, perubahan yang kau lihat sekarang adalah sifat ku yang sebenarnya."

Vano menatap lekat Diana lalu berbalik. "Lebih baik kita makan malam sekarang."

"Aku tidak lapar!" jawab Diana namun suara perutnya tidak bisa berbohong.

"Perutmu tidak bisa berbohong, lebih baik kau ikut makan atau kelaparan sampai besok pagi."

Dengan kesal bercampur malu Diana berjalan mendekati Vano, ia duduk tepat di depan pria itu. "Untuk kali ini kau yang menang, tapi lain kali aku yang akan menang!"

"Ya terserah mu."

Setelah itu mereka makan dengan hikmat bahkan Diana sampai menambah membuat Vano menggelengkan kepalanya.

***

Vano duduk di balkon kamar hotel miliknya sambil menyesap nikotin. Terkadang ia akan merokok jika banyak yang harus dipikirkan, kebiasaan ini sudah lama ia lakukan. Tidak banyak yang mengetahui kebiasaannya ini, hanya kakeknya dan Samuel.

Ia baru saja mendapat pesan jika kakeknya mengundangnya untuk makan malam. Pasti ada sesuatu yang ingin kakeknya itu bicarakan, namun kali ini entah mengapa kakeknya itu menyuruhnya untuk datang bersama Diana. Semoga saja apa yang ia pikirkan tidak menjadi kenyataan.

Transmigrasi Istri Tak DianggapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang