Bertemu Jessica

167K 9.2K 50
                                    

Happy Reading!

Diana pulang dengan diantar Mila setelah hampir setengah harian menghabiskan waktu bersama di apartemen milik wanita itu.

Didepan mansion, Diana melihat mobil Vano sudah terparkir di garasi, yang berarti suaminya itu sudah pulang. "Tumben udah pulang, apa dia gak lembur." gumam Diana.

Lalu ia melihat ada sebuah mobil lain yang terparkir di halaman mansion Dirgantara. Apakah ada tamu?

Dengan langkah pasti Diana memasuki mansion Dirgantara, ia langsung disambut dengan gelak tawa yang berasal dari ruang tamu. Melangkah lebih dekat, ia bisa melihat jika Desi dan Megan tampak sedang berbicara dengan seorang wanita yang masih memakai pakaian kantoran.

Pembicaraan mereka terhenti saat menyadari kedatangan Diana. Desi dan Megan memandang sinis Diana, sedangkan wanita itu memandang Diana dengan raut penasaran.

"Siapa dia mah?" tanya wanita itu yang membuat Diana bertanya-tanya siapa wanita yang memanggil ibu mertuanya dengan panggilan mamah.

"Kak Jessi emangnya gak kenal siapa dia, coba perhatikan lebih teliti." ucap Megan sambil memandang tidak suka atas kehadiran Diana.

"Dia- APAKAH DIANA?!" ucap Jessi terkejut. Pasalnya perubahan Diana ini menurutnya sangat drastis. Diana yang dulunya buluk kini tampak seperti wanita kalangan atas.

"Sial, apa yang terjadi belakangan ini. Mengapa ia berubah?" batin Jessi.

Diana duduk di salah satu sofa, ia menatap Jessika dengan tatapan tajam yang membuat Jessika merinding. "Oh apakah kau Jessika, sekretaris Vano. Dan merupakan SAHABATKU?" ucap Diana sambil menekankan kata sahabat.

Dengan raut yang masih terkejut, Jessika membalas ucapan Diana. "Ah iya, aku sekretaris Vano dan juga sahabatmu."

"Apa benar kau sahabatku? Tapi mengapa kau tidak pernah menjenguk disaat diriku sakit?" tanya Diana sambil bersedekap dada.

"I-tu karena aku sedang banyak kerjaan bersama Vano. Maaf karena banyak pekerjaan, aku jadi tidak bisa menjenguk dirimu."

Jessika tersenyum dengan bangga saat mengatakan jika ia memiliki banyak pekerjaan bersama Vano. Seakan menegaskan bahwa derajatnya disisi Vano lebih tinggi ketimbang Diana.

"Oh iya?" balas Diana sambil memutar bola matanya malas.

"Apakah aku harus melakukan sesuatu untuk mendapatkan maaf mu? aku benar-benar bersalah karena tidak sempat menjenguk sahabatku yang sedang sakit." ucap Jessika dengan raut sendu.

"Jessi untuk apa kamu meminta maaf kepada wanita kampungan itu, lagipula daripada menjenguk dirinya, mending kamu pakai buat memanjakan diri." bela Desi sambil mengelus punggung Jessika dan menatap tajam Diana.

Diana berdecih melihat sandiwara yang dilakukan Jessika, ah ingin sekali rasanya ia menenggelamkan Jessika ke dasar laut. "Kau tidak perlu untuk meminta maaf Jessika, yang penting sekarang aku sudah sehat, bahkan sangat sehat. Oh iya mungkin kapan-kapan kita bisa berbelanja bersama."

"Y-aa, kita bisa berbelanja bersama, bukan begitu mah?"

"Kita akan belanja bersama Jessi, tapi tidak dengan mengajak wanita itu."

"Aku ingin istirahat dulu, kalian teruskan saja mengobrolnya. Selamat malam." ucap Diana dan dengan cepat berjalan menuju kamarnya, ia sudah lelah dan tidak mau semakin lelah karena menanggapi ucapan mereka.

Sebenarnya Dirinya tidak sudi mengajak Jessika berbelanja, namun harus ia lakukan demi sebuah rencana licik yang terdapat di kepalanya.

Jessika memandang kepergian Diana sampai benar-benar tidak terlihat. Lalu setelah itu dirinya memandang Desi dan Megan bergantian, seakan meminta penjelasan bagaimana Diana bisa berubah secara drastis.

"Mah, kenapa Diana bisa berubah seperti itu. Bahkan dia sudah bisa menjawab perkataan kita, padahal dulu dirinya tidak memiliki keberanian itu?"

"Semenjak wanita itu lupa ingatan, dirinya seakan berubah menjadi sosok baru."

Jessika mengerutkan dahinya, dirinya baru mengetahui jika Diana mengalami amnesia. "Jadi Diana mengalami lupa ingatan mah?" tanya Jessika yang dibalas anggukan oleh Desi.

Jessika menggeram marah, mengapa Diana berubah. Dan kenyataan itu semakin mempersulitkannya, karena sepertinya Diana sudah tidak bisa dibodohi lagi. Padahal tinggal sedikit lagi rencananya akan berhasil.

Dirinya harus segera memikirkan rencana selanjutnya agar bisa terus mengendalikan Diana. Ia tidak mau perjuangannya selama ini menjadi sia-sia hanya karena perubahan wanita itu.

"Kakak tenang aja, aku akan terus mengganggu wanita kampungan itu agar dirinya sendiri yang angkat kaki dari rumah ini!" ucap Megan menggebu-gebu yang membuat Jessika diam-diam tersenyum smirk.

"Ah tidak perlu megan, kakak tidak mau kamu menyakiti Diana. Walau bagaimanapun Diana adalah sahabat kakak."

"Tapi kan kakak menyukai kak Vano-"

"Kakak tidak mau merusak hubungan Diana dengan Vano, biarlah perasaan ini kakak pendam sendiri." drama Jessika yang mampu membuat Desi dan Megan memandang sedih ke arahnya.

Hahaha... tidak sia-sia dirinya berakting, kedua wanita dari keluarga Dirgantara itu memang sangat bodoh karena dapat dengan mudah dibohongi.

"Astaga sayang, jangan menangis. Mama tidak akan pernah rela jika yang menjadi menantu mama itu adalah wanita kampungan itu. Mama akan berusaha untuk membuat dia tidak betah dirumah ini."

Jessika memeluk Desi dan tersenyum licik. Ia tidak perlu terlalu banyak membuang tenaga, ia yakin jika Desi dan Megan dapat mengusir Diana dari mansion ini cepat atau lambat.

"Mah maaf, aku harus pulang. Ada beberapa urusan yang harus segera dikerjakan, kapan-kapan aku akan mampir lagi dan kita akan belanja bersama."

"Iya tidak papa sayang, kamu selesaikan urusan kamu. Weekend nanti kita akan berbelanja bersama." balas Desi sambil tersenyum lebar.

"Baik mah, weekend nanti aku akan ke sini." jawab Jessika, mana mungkin dirinya melewati kesempatan emas bukan.

Berbelanja sepuasnya tanpa harus membayar, dan hanya cukup dengan memuji serta menceritakan kelebihannya, maka Desi akan menjadi luluh dan membelanjakan dirinya.

***

Diana baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri. Dengan masih memakai bathrobe Diana mengangkat telfon.

"Ya halo?"

"..."

Sudut bibir Diana tertarik ke atas menampilkan senyum miring. "Bagus, lakukan seperti yang saya minta."

Diana meletakkan ponselnya dan dengan perasaan senang berjalan menuju balkon. Sebentar lagi, akan ada kejutan buat mereka semua. Terutama untuk adik ipar tersayangnya.

"Diana, semua rasa sakitmu akan terbalaskan." gumam wanita itu sambil menatap langit malam yang terlihat sangat indah malam ini.

Pandangan Diana tiba-tiba saja mengarah ke taman mansion Dirgantara. Deg! disana ia melihat Vano yang juga sedang menatapnya. Sedang apa pria itu disana malam-malam begini? batin Diana.

Hanya beberapa detik saja tatapan mereka bertemu karena pria itu langsung pergi. "Astaga pria itu terlihat sangat dingin!" gerutu Diana dan segera masuk sebab ia yang mulai merasakan dinginnya angin malam.

Vano mengusap wajahnya kasar, mengapa wanita yang berstatus sebagai istrinya itu terlihat sangat cantik. Niat ingin menjernihkan pikiran karena pekerjaan kantor tapi kini pikirannya malah dipenuhi dengan wanita itu.

Sial! bayangan dimana wanita itu yang hanya memakai bathrobe memutar-mutar di kepalanya. Dan dengan terpaksa malam ini ia harus mandi dengan air dingin.

***

Vano tidak sempat sarapan, sebab ia harus meeting pagi ini. Namun baru saja menghidupkan mobil, dengan tidak sopannya seorang wanita masuk ke dalam mobilnya dan duduk tepat disebelahnya.

"Aku ikut ya."

---

Vote dan komen jangan lupa ya!

Transmigrasi Istri Tak DianggapWhere stories live. Discover now