Mengusik

156K 8.4K 28
                                    


Diana menarik kopernya dan berjalan keluar dari bandara, dengan celana jens dan kaus putih polos Diana tampak menjadi pusat perhatian. Membuka kacamata hitamnya, Diana melirik ke kanan dan ke kiri mencari taxi yang sudah ia pesan.

Setelah menemukan taxi yang ia pesan, Diana segera masuk ke dalam dan taxi pun berjalan menuju kediaman Dirgantara. Ia pulang terlebih dahulu karena Mila masih berada di Bali menikmati liburannya, wanita itu katanya berniat untuk mencari pasangan. 

Setengah jam kemudian, taxi yang ditumpangi Diana tiba di Mansion Dirgantara. Tidak ada satupun anggota keluarga Dirgantara yang mengetahui bahwa ia pulang hari ini, bahkan Vano pun tidak ia beritahu.

Diana menarik kopernya memasuki Mansion Dirgantara yang tampak sepi, mungkin sedang berada diluar sebab sekarang menunjukkan pukul sebelas pagi. Dari arah dapur tampak Ratih berjalan ke arah Diana.

"Nona kapan sampai?" tanya Ratih sambil mengambil alih koper Diana.

"Baru aja bik, yang lain pada kemana?"

"Den Vano dan pak Bima sedang dikantor, sedangkan nyonya katanya tadi mau arisan, kalau nona Megan masih liburan di Bali." jelas bik Ratih yang diangguki Diana.

"Kalau gitu aku ke atas dulu bik mau istirahat."

"Iya non." 

Setelah Ratih meletakkan koper miliknya di samping lemari, Diana menutup pintu dan tidak lupa untuk menguncinya, sebab ia tidak mau diganggu. Tanpa membersihkan diri Diana membaringkan tubuhnya di ranjang.

***

Vano sedang membaca berkas yang berada ditangannya, sebentar lagi ada rapat dengan pemegang saham perusahaan Dirgantara Corp. Sejujurnya ia malas menghadiri rapat ini, sebab pamannya yang bernama Antonio itu sangat membencinya dan menginginkan posisi yang sedang ditempatinya saat ini.

Antonio merupakan orang dengan urutan ketiga terbesar pemilik saham Dirgantara Corp. Menurut pria itu itu dialah yang seharusnya menjadi Ceo sebab merupakan anak tertua dari keluarga Dirgantara. Namun, kakeknya lebih memilih dirinya ketimbang anak tertuanya itu. Alasannya cukup simpel, sebab Antonio tidak pernah becus mengurus perusahaan. Yang pria itu tau hanya menghambur-hamburkan uang saja.

Tak lama suara ketukan pintu terdengar dan munculah Samuel. "Tuan, rapat akan segera dimulai dalam waktu sepuluh menit lagi."  

"Baiklah." jawab Vano dan segera berdiri lalu merapikan jas miliknya yang sedikit kusut.

Atasan dan bawahan itu tampak berjalan beriringan menuju ruangan meeting. Semua orang yang berada didalam tampak mengangguk hormat kepada Vano, kecuali Antonio yang memandang Vano dengan tatapan penuh kebencian.

Rapat pun dimulai, dan dipimpin oleh Niko yang merupakan tangan kanan kakeknya. Inti dari rapat ini yaitu Antonio yang mencoba untuk menghasut beberapa pemegang saham lainnya agar mendukung pria itu menggantikan posisi Vano.

"Tidak bisa tuan Antonio, ini sudah keputusan dari Tuan Dirgantara jika yang menduduki posisi Ceo adalah Vano. Apabila anda merasa tidak suka dengan keputusan tuan Dirgantara, anda bisa dengan segera bertanya kepada beliau."

"Selain itu rapat ini diadakan karena saya juga ingin membahas tentang perusahaan Dirgantara Corp yang akan membuka anak perusahaan di Dubai. Tuan Dirgantara meminta saya untuk memilih siapa yang akan memimpin anak perusahaan tersebut." lanjut Niko.

Perkataan Niko membuat suasana ruang rapat tampak ricuh, para pemegang saham mulai tampak bertanya-tanya siapa yang akan dipilih. Namun Vano tidak perduli dengan anak perusahaan itu, sekarang yang terpenting adalah bahwa Antonio yang mulai dengan terang-terangan ingin mengambil posisinya.

Transmigrasi Istri Tak DianggapWhere stories live. Discover now