Cicit

148K 9.9K 1.3K
                                    

🍒🍒🍒


Diana menatap mansion didepannya, sangat mewah. Bahkan lebih mewah daripada mansion yang ia tinggali. Diana melihat ke samping, hanya ekspresi datar yang ada diwajah Vano. Padahal baru tadi pria itu menggodanya dengan wajah mengejek.

Didepan pintu terlihat beberapa maid berbaris rapi menyambut kedatangan mereka. Diana benar-benar merasakan hal yang berbeda, walaupun dulu ia juga kaya. Namun level kekayaan keluarga Dirgantara jauh berada diatas.

"Selamat datang tuan dan nyonya, tuan Dirgantara sudah menunggu didalam." ucap seorang pelayan bernama Ronald.

Vano mengangguk singkat lalu berjalan masuk ke dalam, sedangkan Diana hanya mengikuti langkah pria itu.
"Jangan mengatakan hal apapun yang bisa membuat kekacauan."

Diana menatap sengit Vano, namun ia tidak bisa membalas sebab mereka sudah berada ditempat dimana tuan Dirgantara berada. Pria tua itu tampak membaca majalah dengan kacamatanya, terlihat berwibawa dimata Diana.

"Apakah kau disuruh dulu baru datang mengunjungi ku?! sinis Dirgantara menatap cucunya itu.

"Aku sibuk." balas Vano singkat sambil duduk tepat didepan kakeknya.

"Dasar cucu durhaka!"

Lalu pandangan Dirgantara beralih ke Diana. "Apakah kau istri dari cucu durhaka ku ini?"

Diana mengangguk. "Selamat malam kek, perkenalkan saya Diana istri Vano."

"Jangan panggil aku kakek, aku tidak suka mendengarnya!" ketus Dirgantara yang dibalas decakan oleh Vano, ia tau apa yang akan dikatakan kakeknya sebentar lagi.

"Tapi panggil aku opa, panggilan kakek membuatku terasa sangat tua." lanjut Dirgantara sambil terkekeh.

Diana tertawa pelan. "Baiklah opa. Oh iya saya membawakan teh herbal yang bagus untuk kesehatan, katanya opa sangat menyukai teh."

Lalu Diana mengambil teh yang baru saja diantar maid dan meletakkannya di atas meja. Terlihat Dirgantara tersenyum lebar menatap teh yang dibawa Diana.

"Bagaimana bisa kau mendapatkan teh ini? aku saja sudah lama berusaha mencarinya, namun tidak menemukan seseorang yang mau menjualnya kepadaku."

Diana membalas tersenyum anggun. "Saya mempunyai kenalan yang menjual teh langka seperti ini, jika opa ingin saya bisa memperkenalkannya dengan opa. Saya yakin beliau akan sangat senang bisa bertemu dengan opa."

"Mulutmu itu sangat manis rupanya, baiklah lain kali perkenalkan aku dengannya."

Lalu Dirgantara menatap Vano kesal. "Belajarlah dari istrimu, dia sangat pandai menyenangkan hati orang tua."

"Ck, buka urusanku untuk menyenangkan mu."

"Bocah ini!"

"Opa tidak perlu marah-marah, nanti saya yang akan memberitahu Vano." balas Diana lalu menatap Vano sambil tersenyum.

"Ah, sepertinya sekarang aku sangat menyukaimu."

Vano melotot mendengar ucapan kakeknya. "Ingat opa, Diana itu istriku! Aku tidak mau ada drama perebutan seorang wanita antara kakek bau tanah dengan cucunya."

Dirgantara mendengus. "Bisakah kau pergi dari sini, aku muak melihat wajah jelek mu itu."

Diana terkekeh pelan sedangkan Vano menatap kakeknya malas. "Bukankah opa yang mengundangku ke sini."

"Ah iya juga, seharusnya aku mengundang cucu menantu saja." balas Dirgantara sambil menatap Diana yang mana membuat Vano semakin masam.

"Maaf tuan, makan malamnya sudah dihidangkan." ucap Ronald yang baru saja datang.

Transmigrasi Istri Tak DianggapWhere stories live. Discover now