Taruhan

127K 6.9K 277
                                    

Vano mematikan rokok miliknya lalu menatap Noah, salah satu orang kepercayaannya. "Bagaimana?"

"Sesuai dengan yang tuan perintahkan kami sudah mengawasi pria itu." balas Noah yang diangguki Vano.

"Noah, apa kau punya kekasih?"

"Ha?"

"Maksudku apa kau pernah mempunyai hubungan dengan seorang wanita?"

Noah mengerutkan dahinya, bingung dengan pertanyaan tuannya yang menurutnya sangat aneh. "Saya pernah memiliki seorang kekasih tuan."

"Kalau begitu beritahu aku bagaimana rasanya jatuh cinta?"

"Puftt, hahah... aduhh maaf tuan saya tidak bermaksud. Tapi, hahaha..."

Vano menatap datar Noah lalu mengeluarkan pistol dari saku jasnya dan menembakkannya ke arah pria itu.

Noah terdiam, hampir saja kepalanya terkena peluru. "Maafkan saya tuan."

"Ck." decak Vano, lalu pergi meninggalkan tempat itu.

***

Diana menarik sudut bibirnya karena Marisa telah menyetujui kesepakatan yang ia tawarkan. Setelah pulang dari Italia, ia akan segera mempersiapkan semuanya.

Audy juga mengatakan jika ia memiliki banyak job untuk model iklan. Ah! Apakah ia sudah puas? Jawabannya adalah tidak. Ia akan puas saat semuanya mendapat balasan atas perbuatan mereka.

Diana merebahkan tubuhnya setelah selesai membersihkan diri. Ia sangat puas dengan jalan-jalan hari ini, dengan adanya Vedro ia jadi banyak tau mengenai sejarah Italia serta bisa mengambil banyak gambar yang indah.

Untung saja Vano tidak banyak berulah walau pria itu cemburu. Ya, menurutnya pria itu sudah ditahap mulai menyukainya. Tinggal menunggu sebentar lagi, maka pria itu akan berada dibawah genggamannya.

Suara pintu kamar hotel terbuka lalu Vano masuk dengan sebotol wine ditangannya.

"Temani aku minum."

Diana menatap Vano yang sedang menuangkan wine ke dalam gelas. Apa pria itu memasukkan sesuatu ke dalam gelas itu? Pria itu kan licik.

"Aku tidak mau."

Pergerakan Vano berhenti, pria itu menatap Diana datar. "Apakah begini caramu berterima kasih?"

Diana mendengus lalu bangkit dari posisi ternyamannya dan berjalan ke arah pria itu. "Kalau begitu mari kita taruhan!" ajak Diana sambil tersenyum.

Vano menaikkan sebelah alisnya. "Aku tidak tertarik."

"Berarti kau pengecut. Ah, baru kali ini aku bertemu dengan pria selemah dirimu.

"Ck, cepat katakan."

Diana bersorak di dalam hati lalu menunjuk wine yang dibawa pria itu. "Taruhannya kita akan minum wine itu, siapa yang mabuk lebih dulu maka ia yang kalah."

"Jika aku menang, apa yang aku dapatkan?"

"Jika kau menang, maka aku akan memberikanmu uang lima ratus ribu dolar. Tapi jika aku yang menang, kau yang harus memberikan aku uang."

Vano terkekeh. "Uang segitu tidak ada apa-apanya."

Ingin rasanya Diana memukul wajah songong pria itu, tapi ia tahan. "Ck, kalau gitu enam ratus ribu dolar."

Transmigrasi Istri Tak DianggapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang