🍷 Enam Belas

381 56 1
                                    


Minho menatap sekelilingnya seperti sedang mencari sesuatu. Tidak ada siapapun di sana, tapi ia terus bergerak seperti itu hingga tatapannya kembali jatuh ke gerbang besi besar di depan sana. Wajahnya lantas merengut dengan bibir yang mencebik tidak senang.

"Dia ke mana sih? Kata kak Ji rumahnya itu, tapi kok gak keliatan?"

"Tanya satpamnya aja kali ya?"

Bergumam tidak yakin, pemilik marga Lee itu lalu melangkah mendekati gerbang besi besar itu. Mengintip sebentar ke dalam, ia lalu mengulurkan tangannya untuk menekan tombol bel yang ada di sisi gerbang besar itu. Dan tak butuh waktu lama hingga seorang satpam datang dan menemuinya.

"Loh adek Minho? Ngapain?"

Melihat-lihat sekali lagi ke dalam sana, pemilik marga Lee itu baru mengajukan pertanyaan lain setelahnya.

"Temennya kak Ji ada?"

"Temennya dek Jihyo?"

Dijawab anggukan semangat oleh si Lee itu, "Yang punya rumah ini."

Lalu, saat si satpam belum menjawab pertanyaannya, sebuah tepukan pelan pada pundak kanannya membuat ia menoleh ke belakang. Ada seorang lelaki di sana. Ia tidak kenal--lupa lebih tepatnya--siapa lelaki itu.

"Lo ngapain di sini, No?"

Tidak nenjawab pertanyaan lelaki itu, Minho kembali menatap satpam rumah besar itu, "Ada gak, pak?" tanyanya kemudian.

"Tuan Chan kan gak ditinggal di sini lagi, dek. Tuan Chan cuma pulang kalo dipanggil sama tuan besar."

"Yah, terus tinggal di mana dong, pak?" tanya Minho kemudian, "Apartemen yang itu, ya?"

"No?"

Lagi-lagi, saat si satpam belum menjawab, lelaki yang baru datang itu kembali menepuk pundak Minho dan memanggilnya--membuat si manis menoleh dan menatapnya kesal.

"Apa sih?"

"Lo ngapain di sini?" tanya lelaki itu lagi.

"Siapa lo nanya-nanya?"

Tidak menjawab pertanyaan lelaki itu, Minho balik mengajukan pertanyaan lain yang sukses membuat lelaki itu melotot tak percaya ke arahnya.

"Lo gak kenal sama gue?"

"Gak."

"Gak usah bohong deh." sahut lelaki itu cepat, "Masa lo gak kenal sama gue? Kita bareng udah dari lama loh, No. Gue Hongjoong, sahabat lo."

"Hah?"

"Minho?"

Minho masih kaget dan Hongjoong--lelaki itu--belum menjawab rasa kaget Minho, tapi Chan sudah datang dengan motor besarnya. Si Bang itu terlihat memarkirkan motornya dengan benar--setelah memanggil Minho--sebelum berjalan menghampiri si manis dan Hongjoong.

"Kakak!"

Dan kehadirannya langsung disambut girang oleh si manis. Minho bahkan tidak mau repot berpikir apa harus ia berteriak kesenangan atau tidak. Karena sebelum ia memikirkannya, ia sudah melakukannya lebih dulu. Tidak lupa dengan senyum super manis yang menghiasi wajah indahnya.

"Kata Ji lo nyariin gue, mau apa?"

Begitu Chan tiba di hadapan mereka, si Bang itu langsung mengajukan sebuah pertanyaan. Sukses saja membuat Hongjoong mendelik tidak senang dan Minho yang mengangguk dengan antusias.

"Mau ajak kakak main di rumah."

"Hah?"

"No, lo gila?"

Lalu, jawaban yang diberikan si manis sukses mengundang reaksi nyaris serupa dari dua lelaki yang bersamanya kini. Ini Minho tidak salah dengan apa yang baru saja ia katakan?

Minho?

Ia langsung mendelik tajam pada Hongjoong ketika pertanyaan lelaki itu sampai ke telinganya. Terlihat jelas ia tidak senang dengan pertanyaan yang Hongjoong ajukan tadi.

"Lo yang gila."

"Gue gak bercanda." Hongjoong menjawab cepat, "Lo kenapa bisa ngajakin dia main ke rumah lo?"

"Emang kenapa? Kak Ji juga gak marah kalo gue ngajak dia main ke rumah. Kenapa lo yang sewot?"

"Kak Ji? Lo udah baikan sama dia?"

"Baikan? Emang kita berantem?"

"Kan emang lo gak akur sama kakak lo, Minho. Lo lupa kalo lo gak suka sama dia yang udah ninggalin lo sendirian di rumah itu?"

"Lo ngomong apa sih? Kak Ji tinggal di rumah sama gue sama Hyunjin ya."

"Tapi dulu dia ninggalin lo!"

"Kapan?"

"Setelah orang tua kalian meninggal. Masa yang gitu doang lo lupa?"

Minho tidak menjawab ucapan Hongjoong. Yang ia lakukan hanyalah sibuk sendiri dengan pikirannya. Membuka memori lama untuk mencari kebenaran dari apa yang baru saja lelaki yang mengaku sebagai sahabatnya itu katakan. Tapi, bukannya menemukan potongan peristiwa tentang hal itu, kepalanya justru berdenyut nyeri membuatnya meringis kesakitan. Lalu, saat tangannya terulur untuk memegang kepalanya yang berdenyut sakit, tangan Chan lebih dulu meraih tangannya dan menariknya untuk mendekati lelaki itu.

"Gak usah diinget."

Minho menoleh, menatap Chan dengan tatapan kesakitannya, "Sakit, kak."

"Iya, makanya gak usah diinget." Chan menjawab cepat dengan tangannya yang bebas bergerak untuk meraih puncak kepala Minho dan dielusnya pelan, "Jangan dipaksain kalo emang sakit. Ingetnya pelan-pelan aja. Gak akan ada yang berubah dari masa lalu kalo lo gak cepet-cepet inget."

"Kak..."

"Pelan-pelan, ya? Biar gak sakit."

Minho mengangguk kecil, lalu meringsut maju mendekati Chan. Membuat yang lebih tua bergerak untuk merengkuhnya dalam sebuah pelukan.

Baiklah, lupakan saja kalau di situ masih ada Hongjoong dan pak satpam.

•oblitus•



















Thank you...

o b l i t u s •• banginho/minchanWhere stories live. Discover now