🍷 Empat Puluh Enam

303 47 3
                                    




“.... terus peluk dia.”

Sampai di apartemen Chan, Minho tidak mengindahkan kehebohan Hyunjae yang kaget karena kedatangannya. Bahkan kakaknya yang datang menghampirinya juga tidak ia pedulikan. Pemilik marga Lee itu hanya diam dengan kaki yang melangkah ke arah kamar Chan.

Tadi Chan, Younghoon dan Sangyeon memang pergi keluar bersama dan menyisahkan Jihyo sendirian di tempat itu hingga Hyunjae datang. Lalu, saat Sangyeon tidak sengaja melihat Minho keluar dari sebuah cafe, Younghoon sudah pergi lebih dulu membawa pulang Chan yang terlihat sedikit kacau. Sehingga saat Sangyeon datang ke tempat itu bersama Minho, lelaki Bang itu sudah ada di kamarnya.

Saat Minho sudah berdiri di depan pintu kamar Chan, semua yang ada di tempat itu perlahan mundur. Jihyo yang sempat khawatir juga jadi mundur karena ia percaya pada Chan.

Minho sendiri, setelah menghela napas pelan, tangannya lantas terulur untuk mengetuk pintu kamar Chan. Tiga ketukan pertama dan tidak ada sahutan dari orang di dalam sana. Tangannya lalu bergerak lagi, mengetuk pintu dengan tempo yang sama.

“Kak, buka pintunya, ya?”

Seperti sebuah mantra, setelah kalimat itu ia ucapkan, telinganya samar-samar mendengar adanya pergerakan dalam ruangan itu. Lalu, tak butuh waktu lama hingga pintu terbuka dan menampilkan Chan yang terlihat kacau.

“Mau apa?”

Lelaki Bang itu mengajukan pertanyaan setelah manik mereka bertemu. Sedangkan Minho tidak langsung menjawab. Pemilik marga Lee itu memilih meraih tangan Chan yang memegang gagang pintu dan melepaskannya dari gagang pintu. Detik berikutnya, ia melangkah maju, membuat Chan mundur perlahan. Lalu, setelah ia sempurna masuk ke dalam kamar lelaki Bang itu, tangannya bergerak untuk menutup pintu kamar.

Pintu kamar sudah tertutup, Minho lalu kembali melempar tatapannya pada Chan—yang masih diam dan menatapnya saja. Tangannya yang semula memegang tangan lelaki itu lalu terlepas, sebelum dua-duanya terulur untuk meraih pundak yang lebih tua. Lalu, setelah sampai di sana, ia perlahan menarik lelaki itu untuk ia peluk—tidak lupa membawa kepala Chan untuk bersandar di pundaknya.

“Nangis aja, kak, kalo sakit. Nangis gak buat kakak jadi lemah.”

Dua kalimat terucap dari bibir mungil si manis. Dan sepersekian detik kemudian, ia merasa pinggangnya direngkuh dengan erat. Chan juga bergerak menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Minho sebelum isakan pelan mulai terdengar memenuhi ruangan itu.

Chan menangis dan tanpa sadar, air mata Minho juga ikut menetes. Dalam diamnya, tangan Minho lalu bergerak mengelus kepala lelaki Bang itu.

“Gue bukan anak papa, No.” Ucapan itu lalu terdengar diantara isakan pelan Chan, teredam juga karena posisi lelaki itu yang masih menyembunyikan wajahnya di leher Minho. “Selama ini gue emang pembangkang, suka ngelawan dia... Tapi gak pernah sekalipun gue berpikir kalo dia bukan papa gue, gak pernah. Gue sayang sama dia, tapi kenapa? Kenapa dia gak pernah anggap gue anaknya?”

Air mata Minho semakin tumpah, tapi buru-buru ia menghapus air matanya saat Chan mulai bergerak menjauhkan wajahnya.

Pelukan mereka lalu terlepas. Chan kini berdiri di depan Minho dengan wajah basah penuh air mata. Membuat si manis mengulurkan tangannya untuk mengusap air mata itu dengan tangan-tangannya.

“Jangan lama-lama mikirin itu terus sedih ya, kak. Aku percaya kok kalo kakak anak papa kakak.” Si manis berucap kemudian. Tangannya yang semula bergerak menghapus air mata Chan kini berpindah jadi memainkan jari-jari lelaki Bang itu. “Walau aku sendiri pernah bilang kalo kakak bukan anaknya, itu gak mungkin kan. Dia gak akan mungkin ngerawat kakak sampai sekarang kalo kakak bukan anaknya.”

“Gitu ya?”

Minho mengangguk cepat dengan tatapan yang naik menatap wajah Chan. Tangannya kini tak lagi memainkan jemari Chan. Ia justru menggenggam tangan itu dengan lembut. “Dari apa yang aku liat hari itu, papamu tuh cuma belum bisa nerima keadaan aja, kak. “

“Tapi ini udah lama banget loh, No. Udah lebih dari dua puluh tahun dan dia belum bisa nerima kenyataan kalo dia punya gue?”

“Karna kalian gak deket, kak. Coba bilang sama aku, sejak kecil kapan kakak ngabisin waktu sama papa kakak selayaknya ayah dan anak!”

Jawaban Minho membuat Chan diam selama beberapa saat. Pemilik marga Lee itu tidak tahu apa yang ada dipikirkan lelaki Bang itu. Tapi, ketika ia melihat lelaki itu menggeleng, genggamannya pada tangan yang lebih tua semakin mengerat.

“Kalian tuh harus perbaikin hubungan kalian terus lebih deket lagi, kak. Aku yakin kok, papa kakak bakal nerima kakak kalo kalian bisa lebih dekat kayak ayah dan anak pada umumnya.”

Terdiam lagi, Chan lalu memasang senyum kecilnya sebelum mengangguk pelan. “Makasih ya,” ucapnya pada si manis. “Tapi, gue mau nanya sesuatu sama lo.”

“Apa?”

“Kenapa lo ke sini dan ngelakuin ini ke gue? Bukannya lo udah ingat semuanya lagi?”

•oblitus•

















Thank you...

o b l i t u s •• banginho/minchanWhere stories live. Discover now