🍷 Lima Puluh

325 45 2
                                    




“Chan mana, No?”

“Masih di dalam. Katanya mau cuci muka dulu, baru bangun.”

Menjawab pertanyaan yang Hyunjae berikan dengan cepat—saat ia baru sampai di ruang tengah apartemen Chan—Minho langsung berlari kecil ke arah sofa di mana Jihyo dan Sangyeon duduk. Tanpa peduli dengan raut wajah Sangyeon, ia langsung mengambil tempat di antara pasangan kekasih itu dan langsung memeluk kakaknya sebelum menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Jihyo.

“No, kamu kenapa?” Jihyo yang kaget tentu bertanya heran, tapi sang adik yang masih memeluknya hanya menggeleng. “Gak apa-apa, mau peluk aja.”

Setelah jawaban Minho terdengar, ia jadi melempar tatapannya pada Sangyeon—yang sama bingungnya. Lalu, saat ia menatap ke arah manusia lain yang ada di ruangan itu, mereka semua memberi tatapan yang sama.

Ya, gimana ya?

Mereka tahu jika Minho sudah sembuh—tidak amnesia lagi dan sudah mengingat semua yang terjadi sebelum kecelakaan itu. Yang mengartikan si manis harusnya ingat juga jika hubungannya dengan sang kakak tidak baik. Bahkah di hari saat mereka tahu jika si manis sudah ingat semuanya, bocah itu juga mengatakan pada Jihyo untuk tidak pulang.

Lalu, apa yang terjadi sekarang?

“Kamu beneran gak apa-apa?” Jihyo mengajukan pertanyaan lagi dan kali ini sukses membuat Minho menjauhkan wajahnya dari leher sang kakak dan menatap sang kakak dengan tatapan malas. “Emang lo mau gue kenapa-napa?”

“Gak gitu.”

“Terus, gue gak boleh peluk?”

“Boleh, dong. Kenapa enggak?”

“Ya udah, gue cuma mau peluk.”

Setelah memberikan jawaban itu, Minho kembali pada posisi yang sama. Kali ini pelukannya lebih erat. Tapi, belum lama ia bersandar di pundak Jihyo, ia jadi kembali menjauhkan kepalanya dari pundak sang kakak dan menoleh pada Sangyeon di belakangnya. Tatapan sinis ia berikan pada detik selanjutnya.

“Kenapa lo? Mau marah?”

Sontak saja membuat Sangyeon mundur. “Dih bocah, gitu banget lo sama gue.”

“Terus lo mau marah?”

“No, lo....”

“Kak Chan, liat kak Sangyeon ngeselin.”

“Hah?”

Sangyeon belum menjawab pertanyaan Minho tadi karena suara Chan—yang baru datang ke ruangan itu—tiba-tiba terdengar. Tapi, belum juga lelaki Bang itu menyelesaikan ucapannya, Minho sudah memotongnya dengan sebuah kalimat yang sukses membuat semua yang ada di ruangan itu menatapnya tak percaya. Ini Minho benar tidak apa-apa?

“Lah, bocah ngapa dah?” Younghoon berceletuk lebih dulu setelah keheningan sempat menyelimuti ruangan itu, lalu jadi mundur dengan wajah merengut saat Minho melempar tatapan tajam padanya. “Ya maaf, No, maaf. Gak ikutan lagi gue.”

Setelah menatap Younghoon dengan tatapan tidak senangnya, Minho kembali ke posisi sebelumnya—bersandar di pundak Jihyo dan diam di sana. Chan yang melihatnya jadi bertanya heran pada sahabatnya itu. “Kenapa?”

Tapi, Jihyo menggeleng tanda tak tahu. “Gak tahu. Justru gue yang mau nanya sama lo. Keluar dari kamar lo dia kayak gini nih. Lo apain dia di dalam?”

“Gak ada. Cuma gue peluk doang pas tidur.”

“Bener lo?” Jihyo bertanya tidak yakin saat Chan sudah bergerak mencari tempat duduk. Lelaki Bang itu mengangguk saja, sebelum mendudukan dirinya di samping Juyeon. “Iyalah. Emang lo mau gue apain dia?”

“Halah, gak usah percaya, Ji. Gue yakin dia udah cium-cium ganas adek lo.” Younghoon berceletuk lagi dan kali ini sukses membuat Minho kembali menatapnya tajam. “Kak Younghoon mulutnya belum pernah disumbat gelas?”

“Anjir, galak banget, bocah.”

“Ini mah kurang.” Hyunjae menjawab santai. “Lo belum pernah kan, Hoon, liat dan denger dia maki-maki Chab?”

“Emang lo pernah?”

“Hampir tiap hari dong. Gue sampe cape sendiri liatnya. Yang bikin gue heran, ada aja yang bikin mereka ketemu tiap hari.”

“Itu namanya jodoh. Kak Hyunjae kalo iri bilang aja.”

“Halah, sekarang aja lo bilang jodoh. Dulu lo maki-maki Chan kayak dia anaknya lucifer ya, anjir.”

“Diem gak?”

“Iya, bayik! Karna lo paling kecil di sini, gue turutin lo!” Hyunjae menyahut dengan emosi tertahan, lalu menatap Jihyo dan Chan bergantian sebelum melanjutkan ucapannya. “Sumpah ya, Ji, adek lo! Chan, kesayangan lo itu. Habis amnesia makin ngeselin.”

Semua yang ada di situ tidak dapat berkomentar lebih. Mereka tidak tahu jika Minho yang sekarang ada bersama dengan mereka ini bisa seperti ini. Dan dari pada memberikan komentar yang ujungnya disemprot si manis, semuanya lebih memilih diam.

“No, sini coba.” Chan lalu memanggil Minho, tapi bocah itu menggeleng di tempatnya. “Gak mau. Ngomong aja sama Juyeon, kayaknya ada yang penting tuh.”

“Oh iya, Chan, ini udah bahaya.”

“Gimana?”

“Kita dapat info dari orang-orangnya Hyunjae, tuh orang gila udah mulai gerakin orang-orangnya. Mereka udah mulai mantau rumah bokap lo sama rumah Minho.”

“Terus rencana lo?”

“Ya mau gak mau, kita juga harus mulai gerak. Tapi, kita harus bagi dua tim. Satu buat mereka, satu lagi buat Hongjoong.”

“Hongjoong?”

Juyeon mengangguk pasti di tempatnya. “Hongjoong ada di tempat itu pas orang tua Minho sama Jihyo dibunuh. Bisa jadi orang itu coba ngalihin perhatian kita ke meraka dan dia jadi nyerang kita lewat Hongjoong. Jadi, kita juga harus siap-siap buat lawan Hongjoong.”

Penjelasan Juyeon membuat Chan mengangguk. Detik berikutnya, lelaki Bang itu lalu melempar tatapannya pada Minho. “No, Hongjoong kapan mau ketemu sama lo?”

“Gak tahu. Gak peduli juga.”

Jawaban acuh Minho sukses membuat semua yang ada di situ menatapnya heran.

“No, kamu kenapa sama Hongjoong? Bukannya deket banget?” Jihyo mengajukan pertanyaan itu dan sukses membuat Minho menatapnya malas. “Gak usah nanya deh, kak.”

“Bentar, No, lo udah ngomong sama Hongjoong tentang dia yang...?”

“Iyalah, ogah gue dibohongin terus kayak gitu. Gue sayang, tapi gue gak suka kalo diperlakuin kayak gini.”

“Oke, gue nemu.” Juyeon berucap cepat kemudian, membuat semua kembali menatapnya. “No, temuin dia dulu. Kita cari tahu apa yang dia mau dari lo, baru kita sesuain sama rencananya. Untuk sementara tetap bagi dua tim.”

•oblitus•





















Thank you...

o b l i t u s •• banginho/minchanWhere stories live. Discover now