🍷 Empat Puluh Sembilan

303 48 4
                                    



Sudah hampir setengah jam sejak Chan bangun dari tidur siang tidak jelasnya, tapi ia tidak mau melepaskan Minho. Lelaki itu masih diam pada posisi yang sama dengan tangan yang masih mendekap Minho erat dan mata yang terpejam—membuat si manis hanya mampu mendengus saja.

Ya, bagaimana ya?

Minho benar-benar ingin keluar. Ia sungguh memikirkan apa yang terjadi di luar sana—yang Jihyo katakan tadi. Terlepas dari apa yang sang kakak katakan benar atau tidak, ia merasa bahwa ada hal penting yang memang harus mereka urus.

Tapi, kenapa Chan terus mengurungnya seperti ini?

Ia paham jika Chan pasti memikirkan banyak hal sehingga tidak bisa tidur dengan baik, tapi kan tadi sudah istirahat. Tidak bisakah lelaki Bang itu menghentikan semua ini sekarang?

“Kak?” Kembali berusaha untuk melepaskan diri, Minho memanggil Chan lebih dulu.

“Hm?”

“Lepasin dong. Gue mau keluar.”

“Gak, lo di sini aja. Gue masih mau kayak gini.”

“Tapi kan udah. Lo udah tidur, udah bangun juga. Kita keluar ya.”

“Gak, gue mau kayak gini sampe malam. Kalo perlu sampe besok.”

“Tapi, lepasin dulu dong. Gue sesak nih lo peluk dari tadi.”

“Mau gue lepasin juga lo gak bisa kemana-mana, pintunya gue kunci. Jadi, lo di sini aja gue peluk.”

“Kuncinya mana?”

“Biar apa?”

“Nanya aja.”

“Gak tahu.”

Jawaban acuh Chan membuat Minho berdecak kecil. Dalam diamnya mengingat lagi di mana Chan menyimpan kunci kamarnya. Lalu, saat ia ingat jika lelaki Bang itu sempat memasukan sesuatu ke dalam saku celananya sebelum menatapnya tadi, pemilik marga Lee itu jadi melirik ke sekitarnya.

Tangan kiri Minho yang semula bertengger di pinggang Chan jadi berpindah, sekarang sudah di paha lelaki itu dan bersiap naik. Tapi, belum juga tangannya naik lebih jauh, tangan Chan sudah menarik tangannya lebih dulu dan jadi meletakannya di dada lelaki itu sebelum kembali mendekapnya erat.

“Gue tahu lo ya, bocah.”

Berucap kemudian dengan santai, lelaki Bang itu lalu memperat pelukannya lagi—membuat Minho merengut dengan bibir yang melengkung ke bawah. Menatap lelaki itu dengan seksama, diam-diam Minho mulai memikirkan cara agar ia bisa keluar dari dekapan lelaki itu. Lalu, saat ia menemukan sebuah ide luar biasa, sebuah senyum jahat langsung menghiasi wajah manisnya.

Diam sesaat dan memasang wajah paling tidak berdosa, Minho lalu menggerakan perlahan tangannya yang ada dalam dekapan Chan. Ia mengangkat tangannya, menyentuh pipi lelaki Bang itu dengan lembut. Lalu, saat tangannya mulai bergerak untuk mengelus pelan pipi itu, tangan Chan kembali bergerak untuk meraih tangannya. Tapi, kali ini tidak langsung didekapnya lagi. Lelaki itu memilih untuk mengecup lembut punggung tangan Minho sebelum membuka matanya dan menatap si manis lembut.

“Mau apa?” tanyanya kemudian.

Minho tidak menjawab. Ia masih diam di posisi yang sama, lalu kembali menarik tangannya dari genggaman Chan. Tangannya ia bawa kembali ke pipi Chan, kali ini tidak hanya satu tapi dua-duanya. Masih diam, matanya yang semula bertatapan dengan mata Chan perlahan turun dan menatap bibir lelaki Bang itu. Masih dalam keadaan diam yang sama, ia menatap Chan lagi, lalu bibir lelaki itu sebelum memajukan wajahnya perlahan dan menyatukan bibir mereka.

Minho tidak peduli apa yang sedang Chan pikirkan saat ini, tapi saat bibirnya sudah menempel dengan bibir lelaki itu, ia perlahan mulai memejamkan matanya. Detik berikutnya, bibirnya mulai bergerak, memberikan kecupan-kecupan kecil—berniat mengundang Chan untuk mengambil alih dan menguasai ciuman itu.

Tidak butuh waktu lama hingga Chan melakukan apa yang Minho inginkan. Lelaki Bang itu bahkan sudah menindih tubuh si manis sebelum melahap habis bibir mungil itu. Ia sama sekali tidak memulainya dengan kecupan kecil ataupun sebuah ciuman lembut. Nyatanya, saat ia sudah berada di atas tubuh Minho dengan kedua lengan yang menumpuh ke kedua sisi tubuh si manis, ia langsung merunduk dan melumat bibir si manis.

Ciuman Chan terkesan agak ganas memang, tapi ia bisa mengatur semuanya hingga Minho bisa menikmati ciuman itu. Si manis yang semula sempat kewalahan, perlahan mulai santai dalam mengimbanginya. Bahkan, kedua tangan Minho yang semula ada di pipinya sudah berpindah untuk memeluknya lehernya—menariknya untuk memperdalam ciuman mereka.

Kegiatan itu masih berlanjut, Chan benar-benar seperti orang kelaparan yang menemukan makanannya. Dan Minho tetap pada posisi yang sama sebelum salah satu tangannya sudah bergerak turun dari leher Chan. Entah apa yang ia lakukan di bawah sana, Chan sepertinya terlihat tidak peduli dan tetap pada kegiatannya. Hingga saat lelaki itu menjauhkan bibirnya dari bibir Minho, hendak memindahkan ciumannya ke tempat lain, Minho bergerak lebih dulu untuk mendorongnya—membuatnya jadi jatuh ke samping tubuh si manis.

“Udahan, kak, gue gak kuat!”

Berucap cepat Minho langsung beranjak dan melompat turun dari ranjang. Di tangannya sudah ada kunci kamar Chan. Chan yang merasa ditipu hanya bisa mendengus kecil sebelum beranjak dan mengejar si manis.

Minho sudah akan memutar kunci itu, tapi Chan lebih dulu menariknya—membuat ia kembali menatap lelaki itu. Lalu, saat tatapan mereka bertemu, tangan Chan menangkup pipinya sebelum memberikan sebuah ciuman di sana. Singkat saja, karena Chan langsung melepas ciumannya sebelum menyeka bibir Minho dan sekitarnya.

“Dilap dulu dong ini, nanti ketahuan gue hampir makan lo.”

•oblitus•




















Thank you...

o b l i t u s •• banginho/minchanWhere stories live. Discover now