🍷 Empat Puluh

282 44 4
                                    



Ketika Younghoon datang untuk meminjam motor Hyunjin karena ia ingin pergi ke suatu tempat, Minho lantas bertanya dengan apa sepupu Chan itu bisa sampai ke area perumahannya. Lalu, saat Younghoon menjawab bahwa ia datang bersama Chan--yang saat ini sedang ada di rumahnya--Minho langsung pergi ke rumah besar keluarga Bang itu tepat setelah Younghoon pergi.

Ia ingin bertemu dengan Chan--ada beberapa hal yang ingin ia tanyakan pada lelaki Bang itu. Jadinya, tanpa memikirkan apa-apa, ia masuk begitu saja ke dalam rumah itu. Apalagi setelah melewati halaman dan menemukan pintu utama rumah yang terbuka lebar, dengan langkah riang ia jadi masuk ke dalam sana begitu saja.

Minho masih tidak memikirkan hal lain ketika ia masuk dan menemukan rumah itu dalam keadaan sepi. Kakinya hanya melangkah begitu saja hingga telinganya menangkap suara ribut dari sebuah ruangan.

Keningnya mengerut heran, lalu secara alami melangkah ke arah ruangan itu. Dan saat ia sampai di ambang pintu, maniknya langsung menangkap keberadaan Chan yang akan maju--sepertinya akan memukul seorang pria yang bersamanya--sebelum ditahan oleh beberapa pengawal yang tiba-tiba datang dari berbagai sisi ruangan.

Ada percakapan berbalut emosi antara Chan dan pria itu. Minho tidak mendengarnya dengan jelas. Tapi, melihat bagaimana Chan berusaha untuk melepaskan diri dari pegangan para pengawal itu membuat berbagai potongan kisah lama nyaris serupa datang ke pikirannya. Hanya saja, yang ada di sana bukan Chan yang sekarang, tapi Chan yang lebih mudah.





"AKU UDAH BILANG AKU GAK MAU! KENAPA PAPA SELALU MAKSA AKU?!"

"KARNA KAMU EMANG HARUS DIPAKSA! KALO GAK DIPAKSA KAMU BAKAL BIKIN RIBUT!"

"Kalo papa gak mau aku bikin ribut, udah! Gak usah ngatur-ngatur aku. Ini hidupku dan aku bebas ngelakuin apa aja yang aku mau."

"BANG CHAN, MAU JADI APA KAMU, HAH?!"





"Ngapain lagi kamu di sekolah? Bolos? Bikin kacau? Saya kan udah bilang sama kamu kalo saya gak mau menghadap guru kamu. Seharusnya mama kamu yang ngelakuin itu."

"Emangnya papa dapat panggilan dari sekolahku?"

"Masih berani tanya setelah saya dapat telpon dari wali kelas kamu?!"

"Bukan salahku, pa. Tuh anak aja yang nyari gara-gara duluan mau ngeroyok aku."

"Bang Chan!"





"APALAGI SIH INI, PA?"

"Ikut aja sama saya."

"Tapi kan aku udah bilang kalo gak mau. Aku gak suka datang ke acara kayak gini apalagi ketemu sama anak-anak temen papa."

"Ikut aja kalo kamu ngerasa kamu anak saya."

"Aku emang anak papa, tapi aku gak mau ikut acara beginian."





Itu hanya beberapa potongan percakapan dari percakapan lain yang muncul di kepalanya. Semuanya berputar secara bergantian dengan cepat hingga kepalanya pusing. Lalu, ketika ia mencoba untuk menghilangkannya, potongan gambar dan percakapan dari kisah-kisah itu terus berlanjut dan semakin jelas.






"Lo liat kan, No? Dia tuh gak lebih dari anak pembangkang yang gak bisa ngehormatin orang tua. Beda banget sama lo yang begitu ngehormatin ayah sama bunda lo."

"Tapi Hongjoong, dia kan kayak gitu karna pengen bela diri. Papanya terlalu keras sama dia."

"Siapa yang bilang kayak gitu sama lo?"

"Kak Ji."

"Dan lo percaya?"

"Iyalah."

"Jangan percaya. Dia ngomong kayak gitu sama kak Jihyo biar kak Jihyo percaya kalo dia itu anak baik-baik. Dia gak mau kak Jihyo nilai dia buruk, kan dia suka sama kak Jihyo."

"Tapi Joong, kak Chan..."

"No, dengerin gue! Kalo dia anak baik-baik, seengaknya kalo dia gak mau diatur sama papanya, dia bisa ngomong itu baik-baik. Gak pake acara ngamuk kayak gitu. Jadi, mending lo lupain aja dia. Lo terlalu baik buat orang yang bermasalah kayak dia. Masih banyak yang lebih pantes buat lo."





Lalu, setelah potongan kisah tadi, sekarang ia dibawa pada kisah lain lagi dengan Hongjoong yang ada di sana. Kali ini gambarnya terlalu jelas. Di mana ia dan Hongjoong tidak sengaja melihat Chan yang tengah bertengkar dengan papanya--persis seperti apa yang terjadi di depan sana.

Kisah-kisah itu terus datang, berputar terus dalam pikirannya hingga sakit di kepalanya semakin menekan dan membuatnya sesak. Semua rasa menyakitkan itu membuat ia tidak tahu apa yang sudah terjadi di depannya ketika Chan tiba-tiba datang dan memeluknya erat--erat sekali sampai ia merasa bahwa ia bisa saja menempel terus seperti itu dengan tubuh lelaki Bang itu.

Pelukan Chan semakin mengerat dan lelaki itu sudah menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher Minho. Tapi, si manis masih sibuk dengan apa yang terjadi di kepalanya. Hingga saat Chan akan mengatakan sesuatu yang lain, Minho lebih dulu berbisik mengatakan sesuatu sebelum jatuh pingsan.

"No, gue..."

"Gue ingat."

•oblitus•


















Thank you...

o b l i t u s •• banginho/minchanUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum