🍷 Dua Puluh Tujuh

336 53 6
                                    



"Kita mau ke mana, kak?"

"Lo maunya ke mana?"

"Gak tahu, kan aku gak ingat."

Jawaban yang Minho berikan membuat Chan mengangguk acuh. Lelaki Bang itu tidak memberikan jawaban apa-apa dan fokus saja pada jalanan di depannya. Senyumnya masih terukir di wajahnya, hingga pada satu persimpangan jalan, ia terpaksa menghentikan mobilnya dengan senyum yang menghilang dalam sekejap.

Di luar sana--di depan mobilnya--ada sebuah mobil lain yang tadi berhenti di tengah jalan dan menghalangi jalannya. Chan kenal mobil milik siapa itu.

"Kenapa, kak?"

Menoleh dan menatap si manis tenang, Chan kembali mengukir senyum kecilnya, "Mau keluar atau mau tunggu di sini aja?"

"Ini gak apa-apa kan, kak?"

"Gak apa-apa kok, cuma kayaknya ada yang mau ketemu sama lo."

"Siapa?"

Chan mengendik ke arah depan--tepat sekali dengan keluarnya empat orang dari mobil di depan sana, membuat Minho mengarahkan tatapannya pada mereka. Dua detik kemudian, si manis kembali menatap yang lebih tua.

"Mereka yang ngaku temenku kan, kak?" dijawab anggukan saja oleh Chan, "Mereka beneran temenku bukan sih? Kok selama aku di rumah sakit mereka gak pernah jengukin?"

Chan mengendik lagi, "Gak tahu, kan lo yang temenan sama mereka," jawab lelaki itu kemudian.

"Gak mau keluar ah. Aku gak mau ketemu sama mereka."

"Kenapa?"

"Aku gak yakin mereka temenku. Kan mereka gak pernah jengukin aku selama aku di rumah sakit. Mereka juga gak pernah datengin aku ke rumah."

"Tapi gue juga gak pernah jengukin lo tuh selama lo di rumah sakit, kenapa lo mau nempel sama gue?"

"Tapi kakak masih datengin aku ke rumah."

"Kan lo yang minta. Kalo lo gak minta, gue juga gak akan datengin lo kali."

Lalu apa yang keluar dari mulut Chan setelah itu sukses membuat Minho menoleh dan menatapnya. Chan tidak tahu pasti apa yang pemilik marga Lee itu pikirkan. Dan ia juga tidak mau repot menebaknya karena ekspresi wajah Minho bahkan tidak bisa ditebak.

"Kenapa gitu?" lalu, pertanyaan itu terujar setelah sekian saat mereka sama-sama diam.

Menghela napas pelan, Chan melirik sekilas ke arah orang-orang yang ada di luar sana barulah ia menjawab pertanyaan si manis.

"Karna dulu gue pernah janji sama diri gue sendiri. Gue bakal lakuin apapun yang lo mau. Lo mau gue datang, gue datang, lo mau gue pergi, gue pergi. Tapi sejauh apapun lo ngusir gue, gue bakal mastiin lo baik-baik aja, gak ada yang boleh nyakitin lo. Apapun yang Lee Minho mau, harus Bang Chan turutin. Kecuali satu."

"Kecuali satu?"

"Hm."

"Apa?"

"Mati," jawab Chan tenang, "Gue bakal ngelakuin apapun yang lo mau, kecuali kemauan lo gue mati. Karna gue harus hidup buat jagain lo terus, kecuali kalo emang udah saatnya gue mati."

"Emang aku pernah minta kakak buat mati?"

"Sering."

"Sering?"







"MATI AJA LO, SIALAN!"

"Jangan dong, nanti lo kangen."




"KENAPA LO MASIH NAPAS AJA SIH?"

"Kan gue napas buat lo."




"Lo pengen gue mati?"

"Kenapa enggak? Manusia kayak lo gak pantes buat hidup."








"Aaw aduh..."

Minho tiba-tiba meringis sakit dengan tangan yang memegang kepalanya, membuat Chan jadi panik dan menarik tangannya.

"No, kenapa?"

"Sakit, kak."

"Lo inget apa lagi?"

Tidak menjawab pertanyaan Chan, Minho diam beberapa saat sebelum menatap yang lebih tua ragu.

"Kak, itu lo ya?"

"Gue?"

"Sebelumnya aku benci ya sama kakak?"

Pertanyaan Minho membuat Chan diam. Ia tidak tahu jawaban macam apa yang harus ia berikan pada si manis--membuatnya memutuskan untuk tidak menjawab saja pertanyaan itu. Tatapannya dari si manis ia alihkan begitu saja untuk mencari topik apa yang bisa menggantikan topik barusan.

"Kak, jawab!"

Tapi, belum juga ia menemukannya, sentakan kecil dari Minho membuatnya kembali menatap si manis. Sialan! Seharusnya ia tidak peduli dan tidak menuruti apa yang bocah itu inginkan. Tapi kenapa menatap Minho membuatnya merasa jika ia memang harus menjawab pertanyaan itu?

"Kak..."

"Iya," mau tidak mau, Chan akhirnya mengeluarkan kata itu untuk menjawab pertanyaan Minho, "Lo benci sama gue."

"Tapi, kenapa?"

"Gue gak mau jawab."

"Kenapa gak mau jawab? Kakak orang jahat? Kakak ngelakuin apa sama aku sampe aku benci sama kakak?"

"Gue gak mau."

"Jawab!"

"Gak."

"Jawab, kak!"

"Gue bilang enggak ya enggak."

"Tapi aku mau kakak jawab!"

"Jangan ngatur gue! Lo tahu gue gak suka diatur!"

Entah apa yang salah dari percakapan itu, Chan yang muak dengan tuntutan Minho jadi kepelasan membentaknya. Membuat bocah itu jadi mundur dengan wajah yang memias. Lantas saja membuat yang lebih tua menghela napas sebelum meraih tangannya dan menggenggamnya lembut.

"Maafin gue."

"Kak..."

Menghela napas sekali lagi, Chan lalu menatap yang Minho lembut, "Gue... selalu salah di mata lo. Gue gak bisa bilang kenapa kayak gitu. Percuma. Ketika lo udah tahu lo benci sama gue, apapun yang gue bilang, lo gak akan percaya. Karna lo pasti mikir kalo yang gue bilangin itu cuma akal-akalan gue buat pengaruhin lo kalo lo gak benci sama gue. Gak ada gunanya, No."

Diam sesaat lagi, Chan lalu melirik orang-orang di luar sana sebelum kembali menatap Minho.

"Kalo lo mau tahu kenapa lo benci sama gue, temuin mereka."

•oblitus•




















Thank you...

o b l i t u s •• banginho/minchanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang