🍷 Dua Puluh

375 50 2
                                    


Ketika kesunyian masih menyelimuti keadaan mobil, Chan menggerakan matanya untuk melirik Minho. Dari sudut matanya, ia dapat melihat jika bocah itu terus menatapnya--masih sama sejak mereka masuk ke dalam mobil setelah berurusan dengan dokter yang menangani si manis di rumah sakit. Hal itu membuat Chan menurunkan kecepatan laju mobilnya dan menatap si manis sekilas.

"Kenapa?"

Pertanyaan itu diajukan, Minho sepertinya menggeleng saja di posisinya. Chan tidak melihatnya dengan jelas karena sudah fokus lagi pada jalanan.

"Gak apa-apa," barulah setelah beberapa detik, jawaban Minho terdengar begitu saja.

"Gak apa-apa kok lo ngeliatin gue terus dari tadi?"

"Ya gak apa-apa. Kak Chan ganteng, aku suka liatnya."

Sialan. Beruntung Chan tidak menginjak rem secara mendadak saat mendengar apa yang baru saja keluar dari mulut si manis.

"Berarti semua orang ganteng lo suka liat?"

"Enggak," si manis menjawab cepat, lalu menggeleng begitu saja, "Kak Chan doang kok. Buktinya kak Sangyeon juga ganteng, tapi aku sukanya liat kak Chan aja."

Bajingan. Ini Minho beneran amnesia atau lagi cosplay jadi tukang ngalus kayak Younghoon? Demi apapun, Chan lebih suka Minho mengamuk padanya dari pada seperti ini. Ini terlalu mematikan, kawan.

"Kak Chan seneng gak liat aku?"

"Hah?"

Apalagi ini, ya Tuhan?

"Kak Chan seneng gak liat aku?"

Si manis mengajukan pertanyaan yang sama dan Chan tidak punya pilihan selain menjawabnya bukan?

Menatap sekilas ke arah Minho, lelaki Bang itu lalu mengangguk begitu saja, "Gue seneng liat lo."

"Beneran?"

Chan mengangguk lagi, "Gue selalu seneng liat lo. Apalagi kalo lo baik-baik aja, gue makin seneng liat lo. Gue gak suka liat lo sedih apalagi nangis. Gak apa-apa kalo lo marah--apalagi kalo marahnya karna gue--yang penting lo gak sedih dan lo baik-baik aja."

Chan tidak tahu pasti apa yang Minho pikirkan setelah ia mengucapkan semua kalimat tadi. Yang ia tahu, si manis masih menatapnya sambil tersenyum--tidak sengaja ia tangkap ketika melirik pemilik marga Lee itu.

"Kak Chan baik banget. Sebelumnya, kakak juga kayak gini kan?"

"Hem, gue selalu kayak gini."

-Elo yang beda, No. Dan kalo ingatan lo udah balik, lo juga bakal beda. Gak kayak gini lagi.-

"Btw, pertanyaan gue belum lo jawab, No."

"Pertanyaan apa?"

"Lo kenapa?"

Masih fokus pada jalanan, Chan sempat melirik Minho. Bocah itu nampak membulatkan mulutnya--namun, seperti ragu untuk menjawab pertanyaan Chan.

"Bilang aja, No," ucap Chan saat adik Jihyo masih belum menjawab pertanyaannya, "Gak akan ada yang marah kok."

"Eeeh, itu kak. Kata dokter, aku harus sering-sering ke tempat yang dulu sering aku datengin. Itu bisa bantu aku biat nginget lebih cepet."

"Heem, terus?"

"Tapi, aku kan gak inget tempatnya. Rumah aja aku gak inget semuanya."

"Iya..."

"Kak Ji kan kerja. Hyunjin juga. Gak ada yang nemenin aku buat ke tempat-tempat itu."

"Jadi, lo mau minta gue buat nemenin lo ke tempat-tempat itu?"

Chan bertanya langsung dan Minho menyengir begitu saja.

"Hehe, iya sih. Kalo kakak tahu tempat-tempat itu, aku mau minta tolong kakak. Tapi, kakak kan sibuk. Tadi aja ditelpon, harus ketemu papa kakak kan?"

Penjelasan singkat Minho membuat Chan terkekeh. Tapi, bukannya menjawab pertanyaan si manis, si Bang itu malah menambah kecepatan mobilnya hingga berhenti di depan sebuah cafe yang dekat dengan sebuah taman.

"Kok berhenti, kak? Ini kan belum nyampe rumah."

"Katanya mau gue bantuin," jawab Chan begitu saja, "Gue tahu tempat-tempat yang sering lo kunjungin. Ini salah satunya. Lo sering ke cafe ini buat beli minum terus duduk-duduk aja di taman, ngeliatin anak kecil main. Biasanya lo ke sini hari rabu sama sabtu."

"Wah," Minho nampak takjub mendengar apa yang Chan katakan, "Kak Chan tahu banget."

"Apa sih yang gue gak tahu tentang lo?" sahut si Bang itu begitu saja. Detik berikutnya, ia memberi kode agar mereka keluar dari mobil, "Ya udah, yuk keluar."

Tapi, belum sempat ia membuka pintu mobil, Minho sudah lebih dulu menahan lengannya.

"Tapi, kak, papa kakak gimana?"

"Papa?"

Si manis mengangguk cepat sebagai jawaban, "Kan tadi kakak ditelpon, harus ketemu sama papa."

Tidak langsung menjawab ucapan Minho, Chan memilih meraih puncak kepala Minho untuk mengusap pelan rambutnya. Detik berikutnya, ia merekahkan senyumnya dengan tangan yang tetap bergerak mengusap kepala si manis.

"Nanti aja. Urusan sama papa bisa gue urus nanti."

"Kalo papa kakak marah gimana?"

"Kan emang dia manggil gue buat marah-marah."

"Hah?"

Tidak menjawab rasa kaget Minho, Chan memilih melepaskan sabuk pengaman Minho sebelum bergerak untuk keluar mobil lebih dulu. Selanjutnya, dengan langkah ringan, ia pergi untuk membuka pintu mobil untuk Minho--membuat si manis mau tidak mau keluar dari sana.

•oblitus•






















Thank you...

o b l i t u s •• banginho/minchanDonde viven las historias. Descúbrelo ahora