Satu

5.9K 454 5
                                    

Wajib follow sebelum baca!

*****

Kia membuka bungkus biskuit rasa coklat yang selalu ada di dalam laci meja kerjanya. Biskuit itu ia gunakan untuk mengganjal perutnya yang keroncongan minta diisi. Ini semua karena tadi pagi ia bangun kesiangan, terburu-buru membuatnya melupakan bekal yang sudah sang Nenek siapkan untuknya.

Sampai ketika ia merasakan seseorang berdiri di sampingnya. Ia hanya melirik sekilas, setelah tahu siapa orang itu ia diam saja sambil kembali meneruskan memakan biskuitnya.

"Kenapa enggak keluar?" Tanya Oki, tangannya terulur meraih biskuit coklat milik Kia.

"Mager" balas Kia singkat. Ia menggeser bungkus biskuit miliknya agar Oki mudah meraihnya.

"Mager atau enggak punya uang?" Tanya Oki lagi setelah berhasil memakan dalam satu suapan biskuit.

"Hehe" Melihat cengiran yang ada di wajah Kia, Oki sudah tahu jawabannya.

"Mau makan apa? Biar mas pesenin" Tanya Oki sambil mengeluarkan ponsel yang tadi ia taruh di saku celananya.

"Enggak ah, enggak enak. Minggu lalu udah dibayarin masa sekarang lagi" tolak Kia halus, minggu lalu saat ia bilang tidak punya uang tapi ingin makan sushi tiba-tiba pada malam harinya ada paket makanan nyasar ke rumahnya. Ketika melihat isinya adalah sushi tentu Kia langsung tahu siapa pengirimnya. Karena hanya Oki yang tak sengaja Kia beritahu tentang keinginanya tersebut. Tidak mungkin juga ada orang asing tiba-tiba mengirimkan padanya makanan sesuai dengan apa yang Kia inginkan saat itu.

Kia tak pernah berpikiran macam-macam atas kebaikan Oki padanya karena Oki cukup sering juga mentraktik makanan untuk rekan kerjanya yang lain. Oki memang sebaik itu, jika bonus bulannya besar Oki juga tak pernah lupa berbagi dengan yang lain.

Tak mendengarkan penolakan yang Kia berikan, Oki malah menyerahkan ponselnya pada Kia.

"Ini!" Kia menatap ponsel juga wajah Oki secara bergantian. Kia yang tak bisa menahan godaa makanan gratis akhirnya tanpa paksaan menerima ponsel yang Oki berikan. Ponsel Oki tak menggunakan password karena menurut lelaki itu sedikit merepotkan. Lalu, Kia membuka aplikasi ojek online dan mulai memilih makanan apa yang akan ia pesan.

"Banyak banget mas saldonya" gumam Kia sambil melirik Oki yang masih setia berdiri menjulang di sampingnya.

"Udah cepet milihnya, lama!" Ucap Oki yang berjalan kembali menuju kubikelnya tapi sebelum itu ia menyentil pelan dahi Kia. Kia mengusap dahinya yang baru saja Oki sentil, andai Oki tak berbaik hati membelikannya makanan akan ia balas sentilan Oki dengan sebuah tinjuan.

"Pesan dua, samain aja kaya kamu" Kia membuat kode dengan jari jempol dan telunjuknya sebagai tanda 'Oke' atas perintah Oki tadi.

Selesai dengan pesanannya Kia menghampiri Oki.

"Nih!" Kia menyerahkan kembali ponsel Oki setelah selesai memesan makanan.

"Nasi padang?" Tanya Oki saat melihat pesanan yang Kia buat.

"Gue masih tau diri, Mas"

"Mending tadi kita keluar sebentar kalo cuma mau makan nasi padang" ucap Oki sambil menyeruput pelan kopi miliknya yang tersisa sedikit.

"Semenjak cerai dari Mbak Gea lo jadi boros ya, Mas. Biasanya bawa bekal terus" ujar Kia yang tahu kebiasaan Oki sering membawa bekal dari rumah. Tapi, Kia perhatikan kebiasaan itu hilang semenjak Oki bercerai dengan istrinya alias menjadi duda. Sekarang Oki jadi lebih sering makan diluar.

"Biasanya Mas bawa bekal emang sekalian siapin bekal buat Farel sama Rara dibawa sekolah. Sekarang Rara dibawa Mamanya, Farel udah besar, enggak mau lagi dibuatin bekal" jelas Oki.

"Gimana sekarang Rara?" Tanya Kia. Kia dan yang lainnya mengetahui bagaimana rumitnya perpisahan antara Oki dan mantan istrinya, apalagi perihal harta dan hak asuh anak.

"Gea masih belum kasih izin ketemu" desahan frustasi terdengar dari lelaki itu.

"Sabar ya, Mas. Semoga nanti Mbak Gea luluh dan bolehin Mas ketemu Rara" ucap Kia prihatin, tanpa sadar telapak tangan Kia mendarat di bahu Oki, mengelus pelan bahu lelaki itu seolah memberi kekuatan.

Tapi, beberapa detik kemudian saat ia sadar ia segera menjauhkan tangannya.

"Makanannya udah dibawah, kamu siapin piringnya sana biar mas yang ambil ke bawah" ucap Oki, ia sedang menyembunyikan senyum tipis melihat Kia yang salah tingkah.

*****

Kia melirik Oki yang duduk di hadapannya. Lelaki itu makan dengan lahap. Sebenarnya ada yang ingin ia katakan pada Oki tapi ia sedikit sungkan. Setelah mencoba mengumpulkan nyali, ia beranikan untuk bicara.

"Mas?" Panggil Kia pelan.

"Iya?"

Kia menipiskan bibirnya, pandangannya mengedar tak tentu arah kebiasaanya setiap merasa gugup.

"Kenapa, Ki?" Tanya Oki lagi karena Kia tak kunjung bicara.

"Enggak jadi hehe..." Balas Kia sambil meringis pelan. Tiba-tiba ia merasa sungkan.

"Kenapa, Ki?" Tanya Oki lagi, dilihat dari gelagatnya pasti ada hal penting yang ingin Kia katakan.

Meski terlihat ragu, setelah Oki cecar akhirnya Kia mau bicara juga.

"Bayaran les Farel bulan ini boleh gue minta duluan enggak?" Tanya Kia pelan. Sekitar 4 bulan lalu saat Oki berkata sedang mencarikan putra pertamanya guru les privat Kia dengan sukarela menawarkan jasanya. Kebetulan saat kuliah dulu ia juga sering mengajar les untuk anak-anak disekitar rumahnya.

"Duit gue bulan ini cuma sisa untuk beli obat nenek, belom buat sehari-hari sama ongkos gue kerja" jelas Kia.

"Boleh" balas Oki tanpa pikir panjang.

"Serius?" Tanya Kia dengan mata berbinar.

"Hm" Oki hanya mengangguk singkat.

"Thank you, Mas. Thank you" saking bahagianya tanpa sadar Kia meraih tangan kanan Oki, ia ciumi tangan kanan Oki yang bersih karena kebetulan mereka makan dengan menggunakan sendok.

"Iya, sama-sama. Sekarang kamu lanjutin lagi makannya"

Kia kembali menyuapkan makannanya, kali ini mengunyahnya dengan semangat. Sampai tak lama suara seseorang membuatnya tersentak kaget. Kia yang sedang makan dengan nikmatnya sampai tersedak.

"Duh, indahnya pemandangan calon pasutri ini? Jadi kapan diresmiin, mas? Gak sabar gue mau makan-makan gratis" Selain kaget dengan kedatangan Bima yang tiba-tiba, yang membuat Kia kaget sampai tersedak adalah mendengar kalimat yang Bima ucapkan.

"Minum!" Kia menerima gelas berisi teh hangat yang Oki berikan padanya. Meminumnya sampai babis hanya dalam beberapa tergukan.

"Lo belum pernah ngerasain rasanya disiram teh panaskan, Bim?" Ancam Kia menatap Bima tajam setelah rasa tak nyaman ditenggorokannya hilang. Bima ini adalah orang yang paling gencar menjodohkannya dengan Oki bahkan sebelum Oki sah menyandang status duda.

Mentang-mentang Oki duda dan hanya ia satu-satunya wanita lajang disini Bima dan juga rekan-rekan kerjanya yang lain terang-terangan menjodoh-jodohkannya dengan Oki. Padahal bagi Kia, Oki sudah ia anggap sebagai ayah sendiri. Selain karena memang usia Oki hampir seimuran dengan orangtuanya, Oki juga yang paling dewasa dari rekan kerja lainnya.

"Duh, atut. Mas calon bini lo nyeremin" ucap Bima sambil lalu ketika melihat Kia mengambil ancang-acang untuk mengambil segelas teh untuk disiramkan kepadanya.

"Kenapa sampai marah begitu? Emang kamu enggak mau jadi istri Mas?" Tanya Oki.

"Enggklah, kalo pun kita jadi keluarga posisinya harusnya bukan suami istri Mas, tapi bapak sama anak"

"Bapak dari anak-anak kamu" Kia dibuat merinding ketika mendengar itu, karena Oki terlihat sungguh-sungguh saat mengucapkannya.

"Jangan ngaco!"

Bisa Kia lihat Oki hanya mengangkat bahu acuh sambil kembali melanjutkan makannya.

*****

8 Letters (I Love You) [END] [REPOST]Where stories live. Discover now