Dua Puluh Empat

2.5K 249 11
                                    

****

Selama hamil Kia benar-benar berubah menjadi pemalas. Malas makan, malas masak, malas mandi, malas dandan. Pekerjaan rumahan saja kebanyakan Oki yang mengerjakan, bahkan taman bunganya di halaman sana dibiarkan tidak terawat. Karena jarang bergerak itulah kaki Kia jadi bengkak. Atas saran dari Keke, Oki mendaftarkan Kia untuk senam ibu hamil yang awalnya di tolak mentah-mentah oleh Kia.

Kandungannya saat ini sudah memasuki bulan ke tujuh, maka dari itu Kia mulai menyicil membeli perlengkapan untuk bayinya. Karena Kia malas keluar ia hanya membelinya dari online saja. Atau jika tidak ia minta suami dan anak-anaknya yang keluar untuk mencari barang yang ia inginkan.

Menurut hasil USG, bayi yang ada di dalam kandungannya berjenis kelamin perempuan. Tentu disini yang paling bahagia adalah Rara karena sejak awal gadis kecil itu memang menginginkan adik perempuan. Untuk Farel sendiri meski awalnya ingin adik laki-laki tapi mengetahui bayi yang ada di perut Bundanya perempuan remaja itu bisa menerimanya, bahkan Farel sama bahagianya seperti Rara. Menurut Farel asal adik dan Bundanya sehat, itu sudah cukup untuknya. Kia sempat menangis tersedu-sedu ketika mendengar Farel mengucapkan itu semuan dengan tulus padanya.

"Mas, box untuk dedek udah datang. Rakitin ya aku mau liat" ucap Kia melihat Oki memasuki rumah. Suaminya itu baru saja keluar mengantarkan Rara menginap di rumah Neneknya. Sedangkan Farel yang tidak ikut menginap dengan baiknya membantu memijat kaki sang Bunda yang membengkak.

"Mas mandi dulu, ya. Nanti Mas rakit"

***

Oki mulai membongkar dus pembungkus box bayi, lalu ia awali dengan membaca petunjuknya. Kia sendiri ikut duduk lesehan di lantai disamping suaminya, ikut membaca kertas petunjuk yang Oki pegang.

Kia memperhatikan wajah Oki yang terlihat kelelahan. Sepulang bekerja suaminya itu hanya istirahat makan sebentar lalu langsung mengantarkan Rara pergi ke rumah Neneknya, meski terlihat kelelahan tapi kini masih dengan senang hati mau menuruti keinginannya. Tatapan Kia berubah sendu menatap suaminya. Ia sadar selama hamil ia lebih sering merepotkan Oki dengan permintaan dan juga suasana hatinya yang sangat mudah berubah-ubah. Kia sendiri sebenarnya sering kesal pada dirinya, ia juga kadang tak mengerti apa yang ia mau. Tapi, suaminya itu masih tetap sabar menghadapinya. Dada Kia rasanya sesak oleh rasa haru, entah jika lelaki itu bukan Oki, apa masih bisa sabar menghadapi sikap labilnya kini?

"Besok aja deh Mas lanjutinnya" ucap Kia membuat Oki menatapnya heran.

"Lho, kenapa? Katanya kamu mau liat?" Tanya Oki, jika dilanjutkan besok juga rasanya tanggung karena ia sudah membongkar bagian-bagiannya, tinggal ia rakit saja. Jika tidak segera dirakit, Oki takut ada bagian yang tercecer dan nanti bisa saja hilang.

"Kasian kamu pasti capek" ujar Kia dengan mata berkaca-kaca, hormon ibu hamilnya mulai bekerja.

Mendengarnya Oki tersenyum, sebelah tangannya Oki gunakan untuk mengusap lembut perut buncit istrinya, Oki terkekeh geli merasakan sebuah gerakan di permukaan perut Kia. Anaknya di dalam sana seolah menyapanya.

"Aku enggak kenal kata capek kalo untuk kamu dan anak-anak" ucap Oki yang langsung membuat Kia memeluk tangan suaminya itu erat.

"Sebentar aku ambil perkakas dulu"

"Biar aku aja yang ambil" Kia menahan tangan Oki yang akan bangkit berdiri.

"Aku aja, sayang" tolak Oki.

"Aku aja, Mas. Kamu bilang aku harus banyak gerak"

"Ya udah, hati-hati jalannya"

Kia pergi ke ruang kerja Oki, suaminya itu mengatakan jika ia menyimpan perkakas di dalam lemari yang ada di ruang kerjanya. Kia bisa langsung menemukan lemari yang dimaksud karena hanya ada dua lemari berukuran sedang di dalam ruangan ini. Satu Oki gunakan untuk tempatnya menyimpan berkas-berkas juga dijadikan sebagai sekat ruangan, sedangkan satunya lagi entah apa isinya. Kia belum pernah membukanya.

8 Letters (I Love You) [END] [REPOST]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt