Empat

3.7K 304 8
                                    

Wajib follow sebelum baca!

Happy Reading!

*****

Saat sampai di rumah sepulang bekerja, Kia dikagetkan dengan kehadiran Aliya. Emosi Kia tiba-tiba naik melihat wajah temannya yang akhir-akhir ini sangat sulit ia hubungi itu sedang duduk di kursi rotan yang ada di depan teras rumahnya bersama sang Nenek.

Aliya adalan teman yang beberapa minggu lalu membujuk Kia membeli skincare yang dijualnya dan ternyata itu skincare abal-abal yang dijual ilegan, belum memiliki izin edar resmi dari pemerintah. Bahkan saat Kia mencari di internet skincare tersebut ternyata memiliki banyak bahan-bahan yang berbahaya untuk kulit. Sebenarnya Kia masih merasa beruntung, pada wajahnya semua bahan-bahan itu langsung bereaksi jadi ia tak harus terjebak terlalu lama dengan bahan-bahan berbahaya tersebut.

Dan yang paling beruntungnya lagi ia mempunyai Keke. Secara tak langsung berkat Keke, Kia bisa berkonsultasi dengan dokter mengenai masalah pada kulit wajahnya. Hanya beberapa kali datang ke klinik tersebut wajahnya sudah jadi lebih baik.

"Ngapain lo disini?" Tanya Kia menatap Aliya sinis, sedangkan temannya itu hanya balas dengan cengengesan tidak jelas.

"Ki, kok gitu sama Aliya" Nenek Anita mencoba menegur sang cucu, tak enak saja rasanya mendengar Kia melayangkan pertanyaan seperti itu kepada tamu. Apalagi Aliya sudah menunggu cukup lama kedatangan Kia.

"Dia soalnya nyebelin, Nek" decak Kia sebal, Kia memang belum menceritakan kepada Neneknya perihal skincare abal-abal itu ia beli dari Aliya.

Nenek Anita hanya menggelengkan kepalanya kecil melihat tingkah sang cucu. Entah kali ini ada masalah apa lagi, yang pasti sudah sering ia melihat sang cucu dan teman cucunya itu bertengkar. Tapi, biasanya tak lama mereka juga pasti akan berbaikan.

Untuk memberikan ruang kedua gadis muda itu bicara, Nenek Anita memilih berpamitan masuk ke dalam rumah.

"Nenek tinggal ke dalam, jangan lama-lama marahannya" ucap Nenek Anita sambil lalu. Sebelum benar-benar pergi wanita tua itu mengelus pelan bahu masing-masing dari kedua cucunya.

"Gue temen lo, Al. Kenapa lo malah ngejerumusin gue?" Tanya Kia. Tak mungkin jika Aliya tidak tahu skincare yang dijualnya belum memiliki izin edar. Beberapa minggu lalu saat membujuknya membeli, Aliya meyakinkan bahwa skincare tersebut aman. Meski sebenarnya Kia juga merasa ini ada sedikit kesalahan pada dirinya, tapi hanya sedikit karena ia teledor tak mengecek terlebih dahulu bahan-bahan yang terkandung di dalamnya. Kia tak akan mengakui itu adalah kesalahannya karena mau bagaimanapun Kia sudah sangat mempercayai Aliya.

"Ya, sorry" balasan Aliya malah membuat Kia semakin kesal karena saat mengucapkan maaf tidak ada sama sekali nada penyesalan di dalamnya. Maaf yang terdengar seperti hanya formalitas.

Dengan kesal Kia menghantankan tas kerja yang ia bawa ke bahu Aliya hingga membuat temannya itu memekik kesakitan.

Aliya yang sadar jika Kia sedang benar-benar marah duduk tegap, lalu menarik tangan temannya itu agar duduk di sampingnya. Tapi, Kia menolak, sambil melipat tangannya di dada Kia menatap Aliya tajam.

"Maaf, Ki. Gue juga gak tau itu krim abal-abal, gue cuma reseller yang bantu jualin" jelas Aliya. Mendengarnya Kia hanya memutar bola matanya malas.

"Tapi, itu muka lo masih bagus-bagus aja" tambah Aliya, malah menurut Aliya kulit wajah Kia jadi semakin sehat dari terakhir ia lihat

"Ya karena gue periksa ke dokter" balas Kia.

"Mana gue gak ada duit lagi" desah Kia frustasi, minggu depan Neneknya harus kembali cuci darah, biaya cuci darah memang tercover asuransi dari pemerintah tapi ongkos dan yang lainnya perlu kia pikirkan. Apalagi nanti Kia tak bisa mengantar yang otomatis ia harus membayar orang untuk menemani Neneknya di rumah sakit. Meski sang Nenek selalu berkata bisa sendiri ke rumah sakit tentu Kia tak akan setega itu membiarkan Neneknya sendirian.

"Pas banget, gue kesini mau tawarin lo kerjaan, Ki" ujar Aliya semangat. Tujuannya datang ke rumah Kia memang ingin menawarkan temannya itu pekerjaan meski ia sendiri harus siap mendapat amukan dari temannya itu.

"Gue gak bisa jualan" balas Kia.

"Bukan itu" ucap Aliya membuat Kia mengernyit heran. Karena setahu Kia, Aliya mencukupi kebutuhannya dengan cara berjualan. Aliya berjualan sesuai pesanan konsumennya, semua Aliya jual mulai dari makanan, minuman, pakaian bahkan sampai skincare yang waktu itu Kia beli.

"Terus?" Tanya Kia.

"Pemandu karaoke"

"Enggak!" Dengan tegas Kia langsung menolak.

"Ya elah, Ki, lo butuh duitkan? Lumayan loh buat tambah-tambah berobat Nenek lo" ucap Aliya mencoba membujuk Kia. Pasalnya ia sudah terlanjur menunjukan foto Kia pada sang atasan dan bosnya yang sudah langsung tertarik memintanya untuk segera membawa Kia. Akan ada bonus yang lumayan besar jika Aliya berhasil membawa Kia.

Kia tentu saja masih menolak, ia menggeleng dengan tegas.

"Sejak kapan lo kerja di tempat kaya gitu?" Tanya Kia.

"Kaya gitu gimana?" Aliya balik bertanya.

"Enggak ada kerjaan yang lebih wajar sedikit?"

"Menurut gue gak ada yang salah kerja di tempat itu, yang penting kita bisa jaga diri"

"Nih buktinya belum ada sebulan gue kerja dari tip nya aja udah bisa dapat hp baru" dengan sengaja Aliya memamerkan ponsel barunya pada Kia.

"Lo coba dulu sekali, Ki. Cuma temenin orang karaoke, lo bisa nolak kalo mereka sampai macam-macam sama lo, kecuali kalian emang sama-sama mau"

"Coba dulu sekali, please" Aliya masih mencoba membujuk Kia, karena jika berhasil ia dijanjikan bonus lumayan besar dari sang atasan.

"Nih, lima ratus ribu bayar dimuka" Aliya mengeluarkan lima lembar uang lalu ia taruh begitu saja di atas meja.

Ternyata iman Kia tak sekuat itu. Kia yang sejak awal kukuh dengan pendiriannya, melihat lima lembar uang berwarna merah membuatnya mulai goyah juga, karena memang beberapa hari terakhir ia sedang dipusingkan dengan biaya pengobatan sang Nenek.

"Jadi lo gak mau, nih? Padahal gue sengaja tawarin lo pertama karena selain lo temen gue, gue juga tau lo lagi butuh banyak duit" jelas Aliya.

"Jadi gimana?" Tanya Aliya. Sebisa mingkin Aliya menyembunyikan senyumnya melihat Kia yang terlihat kebingungan.

Kia menahan tangan Aliya yang akan meraih kembali uang yang sebeluknya sudah diletakan di atas meja.

"Hm, oke" balas Kia, meski ia sendiri ragu dengan keputusannya tapi mau bagaimana lagi, saat ini ia sedang benar-benar membutuhkan uang.

"Good!"

"Ya udah cepet sana lo mandi"

"Lho, sekarang?" Tanya Kia kaget, ia kira tidak malam ini. Ia jadi tak punya waktu lagi untuk memikirkan ulang tawaran Aliya karena bagaimanapun Kia sudah sedikit tahu bagaimana kehidupan pemandu karaoke diluar sana.

"Hooh, gue udah kirim foto lo, bos gue langsung tertarik untuk lo ikut gabung" jelas Aliya, lagi-lagi dengan kesal Kia menghantamkan tas miliknya kali ini ke bahu Aliya.

"Lo lancang banget" dengus Kia sebal.

"Udah jangan kebanyakan bacot. Sana mandi" Aliya bangkit lalu mendorong pelan tubuh Kia memasuki rumah.

Meski sambil menggerutu Kia menuruti ucapan Aliya. Kia akan mencoba, hanya untuk satu kali ini saja.

*****

8 Letters (I Love You) [END] [REPOST]Where stories live. Discover now