Dua Puluh Sembilan

3.4K 276 4
                                    

Wajib follow sebelum baca!

****

Oki bangkit dari tidurnya tanpa semangat. Ia meregangkan tubuh lalu tatapannya langsung tertuju pada box bayi berwarna putih yang dulu sempat ia rakit kini terpajang di pojok ruangan. Satu minggu setelah kepergian Kia, Oki bisa menyelesaikannya dengan perasaan tidak karuan sambil memikirkan nasib pernikahan mereka kedepannya.

Untuk kejadian beberapa waktu lalu saat ia marah-marah kepada keluarganya, Oki sudah meminta maaf terutama pada Ibunya. Saat itu ia hanya terbawa emosi hingga tak bisa mengontrol diri. Perkataan Adi ada benarnya, ini semua resiko yang ia dapatkan karena sudah dengan nekat berani menikahi Kia tanpa jujur terlebih dahulu pada wanitanya itu.

Oki sudah melakukan berbagai cara untuk menemukan istrinya tapi belum juga membuahkan hasil. Sampai saat ini ia tidak mengetahui bagaimana keadaan istri dan bayi mereka. Seharusnya jika semuanya berjalan lancar saat ini ia dan istrinya itu sedang menunggu kelahiran buah cinta mereka. Oki tak berharap bayak,  mengetahui bagaimana keadaan Kia sekarang saja ia sudah bersyukur. Setiap harinya Oki hanya bisa berdoa dimanapun Kia berada sekarang, ia selalu berharap istri dan anaknya dalam keadaan baik.

Tak ingin terlarut dalam kesedihan, Oki pergi membersihkan diri. Setelahnya untuk sarapan ia memilih membeli makanan dari luar.
Semenjak kepergian Kia, rumah ini terasa semakin sepi. Farel lebih sering berdiam diri di kamar. Rara juga lebih banyak menghabiskan waktu di rumah Neneknya.

"Huft, kangen Bunda" gerakan tangan Oki yang sedang membuka bungkusan bubur untuk Rara terhenti saat mendengar gumaman putrinya.

"Cepetan habisin makannya, nanti telat" ucap Oki, yang memilih seolah tak mendengar ucapan Rara. Sudah sering ia mendengar rengekan Rara yang meminta untuk bertemu Bundanya, tapi mau bagaimana lagi ia sendiri pun tak tahu saat ini dimana keberadaan istrinya.

Selesai sarapan Oki mengantarkan anak-anaknya pergi ke sekolah seperti biasa lalu setelahnya ia pergi ke kantor. Tak jauh dari sekolah setelah menurunkan anak-anaknya, ia mendapatkan telpon dari Hans. Oki menepikan mobil lalu mengangkatnya, barangkali ada informasi tentang Kia yang Hans berikan karena ia meminta bantuan Hans juga untuk mencari Kia.

"Hallo?"

"Ke rumah sakit sekarang" ucap Hans diseberang sana membuat Oki mengernyitkan dahi keheranan.

"Kenapa? Siapa yang sakit?" Tanya Oki.

"Gak bisa gue jelasin disini, pokoknya lo ke rumah sakit sekarang!"

"Gue tutup telponnya kalo lo masih enggak jelas" Oki bersiap menutup telponnya sebelum ucapan Hans selanjutnya membuat jantungnya berdebar tidak karuan.

"Kia kritis"

****

"Sebenarnya selama ini Kia ada di rumah kami"

Sesaat setelah mengucapkan kalimat itu Hans hampir habis Oki pukuli jika tidak ada pihak keamanan yang melerai. Karena sudah membuat keributan tadinya Oki akan dibawa keluar oleh petugas tapi ada Najla yang melarangnya.

"Lo harusnya berterimakasih sama gue" ucap Hans yang tak terima wajahnya habis Oki pukuli. Dibantu sang istri kini ia sedang mengobati luka di wajahnya.

Oki yang sedang berdiri di samping ranjang perawatan Kia menatap Hans tajam, bagaimana tidak marah karena ternyata selama ini Hans dan Najla yang sudah menyembunyikan Kia darinya.

"Selama ini Kia ada di rumah kami" jelas Najla, terang-terangan Oki mendengus sinis mendengarnya.

"Dan kalian semudah itu sembunyikan Kia dari gue" Padahal mereka sudah mengetahui bagaimana frustasinya Oki mencari Kia.

8 Letters (I Love You) [END] [REPOST]Where stories live. Discover now