Tiga

3.9K 400 11
                                    


Dengan menggunakan masker dan juga topi Kia mencoba menutupi wajahnya yang memerah karena iritasi. Wajahnya berubah layaknya kepiting rebus dan terasa panas seperti terbakar setelah mencoba krim wajah yang dijual temannya, ia tergiur dengan harganya yang murah juga hasil yang bagus tanpa memikirkan apakah krim tersebut aman atau tidak untuk kulit wajahnya.

"Kenapa, Ki? Sakit?" Tanya Keke heran melihat wajah Kia benar-benar tertutup bahkan bola matanya saja tak terlihat. Keke bahkan bertanya-tanya apakah dalam keadaan seperti itu Kia bisa berjalan dengan benar tanpa menabrak sesuatu.

"Enggak, Mbak" balas Kia.

"Positif virus pasti ini, jauh-jauh lo dari gue" ucap Bima sambil membuat gerakan mengusir dengan kedua tangannya.

"Enak aja" balas Kia tak terima.

Kia melepas masker yang ia pakai hingga kini terpampang jelas di depan teman-temannya wajahnya yang memerah. Semua yang melihatnya tentu saja kaget.

"Panas sama perih juga, Mbak" adu Kia hampir menangis. Ia meraih sembarang kertas yang berada di atas meja lalu menggunakan kertas tersebut untuk mengipasi wajahnya.

"Kenapa bisa gini?" Tanya Keke khawatir. Dengan cepat Keke mengambil kipas yang ada di dalam tasnya. Kebetulan ia memang selalu membawa kipas mini portabel.

"Gue beli skincare tapi kayanya itu abal-abal" jelas Kia. Saat bangun tidur tadi mengetahui ada yang tidak beres dengan wajahnya Kia dibuat menangis tak karuan sampai membuat Neneknya khawatir.

Ia menyesal sudah terbujuk rayuan salah satu temannya untuk membeli skincare tersebut hanya karena harga yang murah. Orang sepertinya memang sangat rawan termakan rayuan hasil wajah cerah glowing dengan harga miring.

"Udah periksa ke dokter?" Tanya Keke yang tentu saja mendapat gelengan kepala dari Kia.

"Belum, Mbak"

"Duh, kenapa enggak izin aja sih, Ki. Ini kena matahari makin parah pasti" ucap Keke, ia ikut pengipasi wajahnya yang mendadak panas seolah bisa merasakan sakit yang saat ini Kia rasakan.

"Enggak bisa mbak. Minggu depan gue mau izin setengah hari, mau anterin nenek cuci darah" jelas Kia.

"Mas calon bini lo nih modalin buat ke dokter dong supaya kagak beli krim abal-abal lagi" ucap Bima melihat kedatangan Oki.

"Kamu kenapa, Ki?" Tanya Oki ikut khawatir melihat wajah Kia pagi ini.

"Pengen cantik tapi kagak modal jadi beli skincare abal-abal" jelas Bima setengah mengejek membuat Kia menatap tajam lelaki itu.

"Ngapain sih pakai beli begituan segala, wajah kamu udah bagus enggak perlu pakai itu juga udah cantik. Kalo udah kaya gini kamu sendiri yang susah" ucap Oki tak habis pikir, padahal menurut Oki kulit wajah Kia kemarin-kemarin sudah sangat bagus dan bersih.

"Kenapa gue jadi dimarahin sih, emangnya salah gue mau kaya cewek lain. Duit juga duit gue sendiri enggak minta sama lo, mas" Dengan kesal Kia mendorong tubuh Oki yang menghalangi jalan menuju kubikelnya.

Sepanjang hari itu Kia mengerjakan pekerjaanya seperti biasa, tapi dengan terus mengipasi wajahnya yang masih terasa panas padahal AC di dalam ruangan sudah disetel sedingin mungkin.

****

Jam istirahat Kia langsung kabur ke pantry sambil membawa bekal yang sudah ia bawa dari rumah. Ia mengambil es batu yang sebelumnya sudah ia lapisi kain untuk mengompres wajahnya.

Kia mendesah lega merasakan dinginnya es batu bisa membuat kulitnya sedikit lebih sejuk.

"Ck, dua ratus ribu gue yang malang" gumam Kia. Uang dua ratus ribunya yang berharga hasil ia menghemat hilang begitu saja.

"Kalo dibeliin nasi padang di depan bisa sampe gumoh gue makannya" Kia masih terus menggerutu, menyesali kebodohannya.

Sambil makan Kia membuka ponselnya lalu mulai mencari di internet bahan-bahan alami yang aman dan bisa untuk meredakan iritasi pada kulit.

Ia menoleh sekilas saat merasakan kursi disebelahnya ditarik, Oki duduk disebelahnya.

"Kamu mau?" Oki menawarkan pada Kia cemilan yang sempat lelaki itu beli.

"Gak!" Balas Kia singkat.

"Maaf" ucap Oki, ia tahu Kia pasti marah karena perkataanya tadi.

"Mas cuma khawatir sama kamu, Ki" jelas Oki.

"Hm" balas Kia seadanya. Ia hanya kesal, sebenarnya Oki tak perlu minta maaf juga tak masalah.

"Nanti sore kita ke dokter"

"Itu skincare aja gue beli yang murah, mas. Mana ada duit buat ke dokter" ucap Kia, jika ada uangnya tanpa disuruh juga Kia pasti pergi ke dokter.

"Pake uang mas dulu"

"Gue gak punya duit buat gantinya, mas"

"Enggak usah di ganti"

"Enak banget, kalo gitu kenapa enggak sekalian lo biayain hidup gue aja, mas" ucap Kia.

"Boleh, tapi, kita menikah dulu" Mendengar ucapan Oki dengan gerakan regleks Kia memukul bahu lelaki itu.

"Dih, ngaco!"

"Lo kalo bercanda jangan keterlaluan deh, mas" ucap Kia sambil terkekeh pelan.

"Mas enggak bercanda, Ki" balas Oki, lelaki itu memegang kedua bahu Kia hingga kini mereka berhadapan agar Kia bisa melihat keseriusan di wajahnya.

Kia dibuat tak berkedip melihat tatapan dalam Oki padanya. Niat Kia tadi hanya bercanda tapi kenapa lelaki itu seperti menanggapinya serius. Dengan cepat Kia tersadar dan menjauhkan tangan Oki dari bahunya.

"Makasih tawarannya. Cari aja cewek lain, gue masih bisa biayain hidup gue sendiri"

Kia kembali melanjutkan makannya tanpa menyadari lelaki yang duduk di sampingnya menatapnya lekat, penuh keseriusan.

*****

"Kiaaa!" Kia baru saja menurunkan standar motornya saat ia mendengar lengkingan teriakan seseorang yang sudah sangat ia kenali, itu suara Keke. Kia menatap sengit Keke yang terlihat berjalan mendekatinya.

"Berisik ih, mbak" dengus Kia kesal karena teriakan Keke mereka jadi pusat perhatian. Sedangkan Keke hanya cengengesan tidak jelas sambil mengeluarkan beberapa lembar kertas kecil dari dalam tasnya.

"Gue dapet voucher gratis perawatan, lo periksa deh wajah lo itu" ucap Keke, menunjukan voucher klinik perawatan wajah langganannya tepat di depan wajah Kia.

"Serius Mbak buat gue?" Tanya Kia dengan mata berbinar.

"Tapi, bagus enggak ini tempatnya" tanya Kia lagi kembali memastikan, ia tak mau nanti yang ada iritasinya malah semakin parah. Apalagi di hari kedua ini wajahnya memang sudah tidak terlalu merah tapi rasa perih masih ada dan mulai muncul bintik-bintik kecil.

"Gue jamin bagus. Kalo ada duit sekali-sekalilah lo kesana" balas Keke.

"Thank u, mbakku, baik banget sih lo. Jadi makin cinta" Kia menjerit kesenangan sambil memeluk erat tubuh Kia, tak perduli kelakuannya kini menarik perhatian orang-orang disekitar.

"Bukan gue yang harusnya lo peluk, Ki" gumam Kia pelan, ia membalas pelukan Kia sambil mengelus naik turun bahu wanita yang sudah ia anggap adik itu.

"Apa mbak?" Tanya Kia, ia seperti mendengar Keke berbicara tapi tidak terlalu jelas.

"Enggak" balas Keke, lalu mereka berjalan beriringan memasuki kantor dengan Kia yang tak lepas memeluk manja lengan Keke.

Tanpa Kia sadari Keke membuat tanda 'Oke' yang ditunjukan kepada seseorang yang berada di balik tembok tak jauh dari mereka. Seseorang yang memanipulasi voucher itu seolah-olah memang gratis.

*****

8 Letters (I Love You) [END] [REPOST]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora