Tujuh

3.5K 351 5
                                    


Sore ini seperti biasa Kia sudah ada di rumah Oki, apalagi jika bukan untuk mengajar anak lelaki dari rekan kerjanya di kantor itu. Kia beruntung, sejak peristiwa malam itu Oki menaikan bayarannya. Alasannya karena lelaki itu merasa puas dengan Kia, berkat Kia nilai-nilai ujian Farel semakin bagus. Tentu saja Kia menerimanya dengan senang hati, dan ia jadi makin semangat mengajar Farel apalagi Oki menjanjikan Kia bonus lumayan besar jika ujian kelulusan nanti Farel mendapat nilai bagus.

Kia hanya berdua bersama Farel di ruang tengah. Sejak Kia tiba, ia sama sekali belum bertemu Oki si tuan rumah, tak seperti biasanya Oki akan menemui Kia hanya untuk sekedar setor muka.

"Ki, bisa titip Farel" ucap Oki tiba-tiba, kepanikan tergambar jelas di wajah lelaki itu membuat Kia dan Farel yang melihatnya tentu merasa heran.

"Kenapa, Mas?" Tanya Kia. Farel yang merasa pertanyaanya sudah diwakili Kia hanya menatap Papanya dengan sorot mata penuh tanya.

"Mas baru dapat kabar Rara sakit" jelas Oki.

"Adek kenapa, Pa?" Tanya Farel yang sama khawatirnya mendengar Rara, adiknya yang sudah beberapa bulan tak ia temui masuk rumah sakit.

"Papa belum tau, ini Papa mau susul ke sana. Kamu tunggu sampai Om Adi jemput" jelas Oki,

"Titip sampai Farel nanti dijemput sama Omnya" ucap Oki tergesa-gesa, setelah menepuk beberapa kali puncak kepala Farel, Oki pergi begitu saja.

Tak lama Kia juga berlari mengejar Oki meninggalkan Farel di dalam sendirian.

Kia menaha tangan Oki yang baru saja akan membuka pintu mobilnya. Ia membawa tubuh lelaki itu agar berhadapan dengannya.

"Jangan panik" ucap Kia, ia menepuk beberapa kali dada Oki lalu mendongkak menatap wajah tegang lelaki itu.

"Jangan panik, Mas. Hati-hati nyetirnya. Kita berdoa semoga Rara baik-baik aja" tambah Kia.

Oki sejenak memejamkan mata sambil menarik dan menghembuskan nafasnya dalam. Mencoba menenangkan dirinya sesuai ucapan Kia.

"Makasih" gumam Oki sambil tersenyum tipis.

Kia hanya mengangguk lalu membuka pintu mobil Oki, mempersilakan lelaki itu masuk. Ia tetap berdiri di sana sampai mobil yang Oki kendarai tak terlihat dari pandangannya.

Kia kembali ke dalam rumah menyusul Farel, karena ia tak mungkin meninggalkan Farel seorang diri. Sampai jemputannya tiba Kia harus bertahan lebih lama di rumah ini.

*****

Kia sudah mencoba fokus dengan pekerjaanya tapi sejak tadi matanya tak berhenti melirik pada kubikel kosong yang tepat berada di sampingnya. Ia meraih ponselnya saat terdengar suara notifikasi masuk. Ternyata itu balasan pesan yang ia kirim tadi pagi, saat ia menanyakan kepada Oki bagaimana keadaan putrinya.

Mas Oki

Gimana keadaan Rara?

Sudah lebih baik

Mau jengukin rara boleh?

Boleh

*****

Kia datang ke rumah sakit tempat Rara di rawat seorang diri. Sebenarnya rekan-rekan kerjanya yang lain berniat menjenguk putri Oki besok atau lusa saja karena hari ini mereka sudah punya jadwal masing-masing. Tapi, Kia tak bisa menunggu lebih lama lagi Kia memilih pergi seorang diri. Apalagi melihat wajah kalut Oki kemarin, tak pernah sebelumnya ia melihat Oki bisa sampai sekalut itu.

"Sore, mas" sapa Kia, saat Oki membukakan pintu untuknya. Tadi, ia memang sempat memberi tahu Oki bahwa ia sedang diperjalanan menuju rumah sakit. Kia menyerahkan satu keranjang buah yang sengaja tadi ia beli.

"Padahal kalo mau datang tinggal datang aja, Ki. Enggak usah bawa apa-apa" ucap Oki, tapi tak ayal ia menerima keranjang buah yang Kia beri seraya mengucapka terimakasih.

Keduanya kini berdiri di samping ranjang perawatan Rara. Terlihat gadis kecil itu sedang tertidur. Kia perhatikan lekat wajah Rara yang benar-benar sangat mirip dengan Oki.

"Gimana keadaan Rara?" Tanya Kia. Hening selama beberapa detik, hanya terdengar hembusan nafas berat sebelum lelaki itu mulai bicara.

"Sudah jauh lebih baik dari semalam. Semalaman Rara nangis ketakutan enggak mau jauh dari Mas" ujar Oki. Semalam Rara benar-benar tak mau jauh dari jangkuan Oki, bahkan baru bisa tertidur di atas pangkuan Oki.

"Selama ini ternyata Rara sering dapat siksaan dari Gea" tanpa diminta Oki mulai menceritakan apa yang selama ini terjadi pada Rara. Kia hanya diam, menunggu Oki melanjutkan ceritanya.

"Beberapa hari lalu ternyata Rara jatuh, lukanya enggak benar-benar diobati jadi infeksi dan semalam Rara demam" jelas Oki.

Setelah bercerai dan hak asuh Rara jatuh pada sang mantan istri, sangat sulit bagi Oki untuk menemui Rara. Gea, mantan istrinya sengaja menutup akses komunikasi mereka. Bahkan Oki hanya bisa mengetahui kabar Rara dari pengasuh yang memang sejak dulu jadi pengasuh anak-anaknya. Lewat pengasuh itu Oki bisa tahu bagaimana perkembangan putrinya.

Semalam Oki mendapat telpon jika putrinya demam bahkan sampai kejang-kejang. Tanpa pikir panjang Oki langsung menyusul ke rumah mantan istrinya yang berada di pinggiran kota.

Saat sampai Gea sedang tidak ada di rumah dan melihat keadaan putrinya setelah sekian bulan tak bertemu membuat Oki merasa kecolongan, terdapat beberapa luka yang sudah mengering di tubuh Rara dan terlihat seperti bekas penganiayaan. Setelah didesak sang pengasuh akhirnya jujur tentang bagaimana sikap Gea kepada Rara beberapa bulan terakhir. Selama ini ternyata sang pengasuh tidak benar-benar berkata jujur saat mengatakan keadaan putrinya. Dan itu semua atas perintah Gea yang sudah mengetahui Oki sering menanyakan keadaan Rara lewat sang pengasuh.

Dan semalam tanpa membuang waktu Oki langsung membawa Rara ke rumah sakit terdekat.

"Kasian Rara" gumam Kia.

"Aku Ayah yang buruk" ucap Oki, ia berjalan menuju sofa, menghempaskan tubuhnya disana lalu menutup wajahnya menggunakan dua telapak tangan. Ia benar-benar merasa gagal menjadi seorang Ayah. Keluarga yang harusnya menjadi pelindung tak bisa ia berikan untuk sang putri.

"Jangan bilang begitu" Kia mengikuti Oki duduk di sofa. Tangannya terangkat menepuk pelan bahu Oki. Mencoba memberi ketenangan pada lelaki itu.

"Lo Ayah yang hebat. Lo selalu usahakan yang terbaik untuk Rara dan Farel" ucap Kia, ia tahu bagaimana perjuangan Oki dipersidangan saat mempertahankan Rara. Namun, sayangnya Oki gagal dan hak asuh Rara harus jatuh ke tangan sang mantam istri.

Oki hanya diam, ia masih menikmati elusan tangan Kia di bahunya yang terasa menenangkan.

"Papa...." Rengekan Rara terdengar. Dengan cepat Oki bangkit menghampiri putrinya. Gadis kecil itu mengulurkan tangannya meminta untuk di gendong dengan mata berkaca-kaca siap menangis.

"Iya sayang ini Papa" dengan hati-hati Oki bawa tubuh Rara dalam dekapannya. Rara menyandarkan dengan nyaman kepalanya di dada sang Papa sambil menatap Kia.

"Hai, Rara. Aku Kak Kia temannya Papa Rara" sapa Kia, ia mengulurkan tangannya untuk berkenalan. Gadis kecil itu hanya menatap uluran tangan Kia tapi sama sekali tak ada gerakan untuk membalas. Yang ada Rara malah menalingkan wajahnya tak lagi menatap Kia.

"Ra..." Tegur Oki melihat kelakuan putrinya.

"Udah gak apa, Mas" ucap Kia, ia menarik kembali uluran tangannya.

"Maafin Rara, ya. Rara memang sedikit pemalu" Kia hanya tersenyum kecil sebagai balasan.

*****

8 Letters (I Love You) [END] [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang