Dua Puluh Tujuh

2.7K 231 7
                                    

Wajib follow sebelum baca!

****

Setelah memastikan semua orang sudah tertidur, diam-diam Kia keluar dari rumah Keke. Tadi, ia sempat mendengar saat Keke menelpon Oki dan meminta suaminya itu untuk datang besok pagi. Kia benar-benar belum siap untuk bertemu sang suami, maka dari itu malam ini juga Kia memutuskan untuk pergi.

Tanpa membuat keributan akhirnya Kia berhasil keluar dari rumah Keke. Karena tak menemukan kunci rumah, akhirnya Kia memutuskan keluar lewat jendela rumah yang beruntungnya terpasang rendah. Meski sedikit kesusahan karena perut buncitnya Kia berhasil keluar. Setelahnya Kia bisa dengan mudah pergi karena rumah Keke tak memiliki pagar.

Karena sudah larut malam keadaan komplek perumahan Keke sangat sepi, saat melewati pos penjagaan saja satpam terlihat sedang tertidur. Tak apa, malah Kia mengucap syukur karena ia malas jika harus ditanya-tanya.

Sambil memegangi perut bundarnya Kia berjalan menyusuri gelapnya jalanan malam. Pandangannya kembali memburam oleh air mata setiap mengingat fakta yang baru ia ketahui kebenarannya secara tidak sengaja.

Sebenarnya sejak memasuki usia dewasa Kia sudah mulai bisa menerima takdirnya. Ia sudah mulai mengikhlaskan kepergian keluarganya. Kia lebih sakit karena ia merasa ditipu oleh Oki. Andai saja suaminya bisa jujur sejak awal, meskipun pasti ia juga merasa sakit tapi mungkin rasanya tak sesakit sekarang ini.

"Kamu masih punya Bunda, baby" gumam Kia sambil mengelus perut bundarnya, di dalam sana ia merasakan gerakan-gerakan lincah yang dilakukan bayinya. Apapun yang terjadi nanti Kia tak ketakutan lagi jika harus hidup sendiri karena sekarang ia memiliki calon bayinya.

Belum jauh Kia berjalan ia sudah merasa kelelahan. Saat melewati minimarket yang masih buka Kia mampir untuk membeli air mineral.
Kia memilih duduk di kursi yang disediakan oleh minimarket, tak ia pedulikan beberapa orang yang melirik keheranan padanya.

Saat mengecek ini sudah hampir jam 12 malam tapi karena di depan sana ada sebuah rumah sakit, minimarket ini masih ramai. Kia mengeluarkan ponselnya dari dalam saku, ponselnya itu sengaja tak Kia nyalakan karena jika dinyalakan Oki pasti akan sangat mudah menemukannya. Kia sedang memikirkan mau kemana malam ini ia pergi dengan membawa perut besarnya.

Kelelahan berjalan ditambah hari sudah hampir tengah malam membuat matanya memberat. Kia menenggelamkan wajah di lipatan tangannya. Ia hampir tertidur saat merasakan sebuah tepukan pelan di pundaknya.

"Lho, Kia?"

Meski pandangannya sedikit kabur, saat mendongkak Kia bisa melihat Hans berdiri menjulang dihadapannya.

"Ngapain disini? Mana Oki?" Tanya Hans, lelaki itu menoleh kesana kemari mencari keberadaan sahabatnya. Jadi tadi ia tak salah lihat saat sekilas seperti melihat wajah Kia mengantri di kasir.

Melihat Hans Kia kembali ketakutan. Ia bersiap untuk kabur, tapi Hans menahan tangannya lalu membawa Kia duduk seperti semula.

"Mau kemana? Ngapain kamu malam-malam disini? Mana Oki?" Hans yang mencium ada yang janggal tak membiarkan Kia pergi begitu saja.

"Lepas, Mas!" Kia mencoba melepaskan cekalan tangan Hans. Kia menatap orang-orang disekitar untuk meminta tolong tapi tak ada yang peduli meski kini ia mulai merintih kesakitan akibat cengkraman tangan Hans yang mengetat.

"Ikut atau sekarang juga Mas telpon suamimu untuk jemput kamu disini" ucap Hans, ia sedikit melongggarkan cengkramannya tak mau sampai menyakiti istri sahabatnya itu. Hans yakin pasti ada yang tidak beres karena tak mungkin Oki membiarkan Kia seorang diri di luar pada tengah malam seperti ini, apalagi istri sahabatnya itu dalam keadaan hamil.

8 Letters (I Love You) [END] [REPOST]Where stories live. Discover now