[43 : Kabar]

74 12 2
                                    

.
.
.
Maaf kalau ga nyambung, udh buntu soalnya. And
.
.
Happy Reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.







Seorang pemuda perlahan membuka matanya, hal pertama yang ia dapat adalah rasa sakit disekujur tubuhnya. Ruangan dengan pencahayaan redup itu membuat pemuda itu tak bisa melihat dengan jelas area sekitarnya, tapi dia tau dimana ia sekarang. Dia masih berada ditempat yang sama sejak beberapa hari yang lalu.

Pemuda itu adalah Renji, ia mencoba mendudukan dirinya dengan melawan rasa sakit yang mendera raganya. Memperhatikan sekitar mencari para bajingan yang menculik dan memukulinya beberapa hari ini.

Entah sudah berapa hari tapi yang jelas dirinya sudah mendapat banyak siksaan ditempat ini, tubuhnya sudah tak kuat lagi tapi semua itu tak berarti apapun. Renji berusaha melapaskan borgol ditangannya namun masih saja tak berhasil, sedikit meringis kala pergelangannya justru tergores oleh besi itu.

"Renji Mau pulang.." gumam Renji tubuhnya sama sekali tak bisa diajak kerja sama. Mulai dari kepalanya yang terasa sakit bukan main, tangan serta kakinya yang mati rasa begitupun perutnya.

Mungkin kalau tempat ini terang Renji dapat melihat luka lebam, darah mengering serta bekas sayatan pada tubuhnya. Jujur saja Renji merasa dadanya mulai sesak, batinnya berperang, rasa takut dan traumatic yang dimilikinya begitu mendominasi tubuhnya.

Renji terdiam menatap sudut ruangan, air mata jatuh begitu saja dari manik redup itu. Bayangan mengenai masa lalu berputar bak kaset rusak dibenaknya, saat dirinya disiksa oleh sang ayah menjadi hal yang paling ia benci dan takuti.

'Hiks bunda tolong Renji hiks. Baba jahat' batinnya, sakit yang dirasa semakin menggerogoti raga dan jiwanya. Alasan kenapa dirinya tak dapat melawan ketika disiksa yaitu traumatic yang dirinya miliki.

"Jalang kecil kita sudah bangun" suara seorang pria membuat Renji mendongak, meski samar tapi ia bisa melihat wajah orang itu. Perasaan takut menyerang begitu saja kala melihat kedatangan dua orang pria yang menculik dirinya.

"Lepaskan aku.." lirih Renji pelan dengan tubuh bergetar, bayang bayang dirinya kembali dipukuli menghantuinya, itu menakutkan.

"Kami akan melepaskanmu.. tapi nanti setelah kami puas bermain denganmu hahahaha" tawa itu memenuhi ruangan dan menambah rasa takut Renji.

Dengan gerakan cepat seorang pria menariknya dan mengukung dirinya, Renji menatap dengan takut pria diatasnya. Mungkin dirinya sedang dikendalikan rasa takut tapi tak menutup fakta bahwa Renji menyadari hal apa yang akan menimpanya.

'Lepas hiks jangan sentuh' lagi lagi Renji hanya dapat berkata lirih didalam hatinya, pemuda itu mencoba sebaik mungkin melawan pria diatasnya.

"Lepas!! Hiks hentikan, jangan sentuh gua!!" raung Renji seraya mencoba memukul pria itu, tapi pria lainnya lebih cepat menarik tangannya keatas.

Renji menggeleng ribut, tau dirinya akan dilecehkan, tubuh itu kian gemetar kala tangan tangan kotor itu menyentuhnya. 'Bunda hiks tolong Renji, kenapa Baba jual Renji ke mereka hiks. Siapapun tolong Renji' batinnya meracau, saat ini yang diliatnya tak jauh berbeda dengan yang dulu, bahkan Renji bisa melihat sang ayah berdiri disudut ruangan sambil menatapnya datar.

I'm Not HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang