Kisah tentang perpindahan jiwa musim 2
*Cerita belum direvisi, harap maklum jika ada typo maupun kesalahan kalimat*
Bagaimana jika Feli gadis dengan kehidupan keluarga yang harmonis menempati tubuh salah satu model yang ternyata menjadi benalu atau...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Edward baru saja turun dari motornya, seragam berantakannya menunjukkan ia baru saja pulang sekolah.
Dahinya terdapat kernyitan saat melihat sebuah mobil terparkir asal. Tak biasanya ada tamu di rumah. Edwar mengedik dan memilih tetap melangkah ke dalam.
"MANA JANJI ANDA TUAN BASKARA, YANG MENGATAKAN CALLUNA AKAN MENEMANIKU DENGAN SUKA HATI. LIHAT APA YANG DI PERBUAT OLEH ANAKMU ITU!" Parman berteriak dengan marah tanpa tau malu, ia juga menunjuk kepalanya yang di perban karna pukulan vas dari Calluna.
"Sabar, Parman. Aku akan membuat janji temumu lagi dengan putriku itu." Baskara mencoba membujuk Parman agar menyetujui sarannya.
"Aku akan pastikan Calluna menemanimu seharian penuh. Kamu bebas bersama dengannya."
"TIDAK SUDI. KEMBALIKAN UANGKU, AKU SUDAH SAKIT HATI DENGAN PENOLAKAN DARI CALLUNA. MASIH BANYAK WANITA YANG MAU BERSAMAKU. PUTRIMU JUGA PASTI SUDAH TIDUR DENGAN PULUHAN PRODUSER AGAR TERKENAL ...."
Bugh.
Edward yang semula menonton menjadi geram saat pria gembul itu menghina kakaknya.
Cengkraman kuat pada baju Parman membuat pria itu tercekik. Edward terlihat berkobar penuh amarah.
"Enyah, lo. Bedebah sial! Jangan asal bicara, kakak gue bukan wanita murahan. Lo yang harus sadar lintah darat, wajah sudah bau tanah masih saja bertingkah menjijikkan. Harusnya lo segera bertemu Tuhan."
"Edward, apa-apaan kamu." Baskara menarik Edward menjauh dari tubuh Parman.
Edward menghempas lengan papanya.
"Papa yang apa-apaan! Sebegitu jahatnya papa menjual Kak Calluna! Bahkan papa jauh lebih menjijikkan dari bedebah itu." Edward menunjuk Parman yang masih tersungkur di lantai.
