5| Dia Gus Felix

303 55 7
                                    

Assalamualaikum, sampurasun!^^
Janglup VOTE & KOMEN.
Selamat menyelam.

***(♡)***
"Jika kau tersenyum, aku akan tersenyum. Jika kau menangis, aku pun sama."
***(♡)***

"Lima suap saja, ya. Atau kamu mau sarapan apa? Bubur, sayur, atau roti? Spagetti?" tawar Wina mencoba merayunya.

"Gak! Mama pergi aja sana! Abel maunya pergi dari tempat ini sekarang juga!"

"Abel ... kamu sabar dulu, ya, nanti Appa akan bicara lagi sama Pak Kades soal Gojo. Sebentar lagi kamu aman." Wina berusaha menenangkannya, tapi itu tidak cukup bagi Abel.

"Tiga bulan dikuntitin orang gila Mama pikir itu aman? Nggak, Ma! Mama aja yang gak tau selama ini Abel berusaha baik-baik aja. Kenapa? Karena Mama sama Appa sibuk sana-sini. Dari awal Abel bilang ke kalian waktu itu, Mama sama Appa gak serius minta permohonan sama Pak Kades. Giliran anaknya udah kenapa-kenapa, baru bertindak! Lagian percuma, Pak Kades lebih mihak sama Mak Tini yang jelas-jelas kakaknya. Pokoknya, Abel pengen pergi dari tempat ini! Cukup kejadian kemarin untuk yang terakhir kalinya!" Abel mengutarakan isi hatinya dengan suara meninggi. Ia pun terisak-isak.

"Maafin Mama. Kali ini, Mama dan Appa akan bertindak lebih lanjut soal ini. Sekarang, kamu makan dulu, ya!" mohon Wina menyesal. Ia mengambil kembali makanan untuk Abel sarapan yang sempat diletakkan di atas nakas.

"Gak!" responsnya.

"Abel, kamu turuti apa kata Mama Wina," kata Zara hati-hati. Ia pun mengeluarkan sebungkus marshmellow kesukaan Abel dari tas selempang rajutnya, lalu meletakkannya di nakas. "Ini, aku sengaja beli marshmellow buat kamu. Sarapan dulu, Bel, perut kamu harus diisi."

"Isi aja perut kamu sendiri! Semua ini gara-gara kamu, Zar!" ketus Abel masih menyembunyikan seluruh tubuhnya dengan selimut. Perkataannya mampu mengejutkan Zara dan Sabila.

Zara mengernyit. "Kok, aku? Aku, kan, gak ngapa-ngapain kamu, Bel."

"Semua ini salah kamu Zara!"

"Tapi, aku gak ngelakuin apa-apa sama kamu. Kenapa tiba-tiba ngomong gitu?" Zara bertanya-tanya.

"Iya, nih, Kak Zara gak salah apa-apa, kok. Kak Abel aneh, padahal Kak Zara ke sini baik mau ngejenguk, tapi malah dimarahin! Gak tau terima kasih!" sambung Sabila geram dengan sikap kakaknya yang masih kekanak-kanakan.

"Ssst! Sudah, sudah!" Wina menyudahi mereka.

"Trauma, sih, trauma. Tapi gak nyalahin Kak Zara juga kali!" kata Sabila lagi, tak terima Zara disalahkan.

Abel membuka selimutnya dan bangun dengan wajah yang basah perpaduan antara keringat dan air mata, juga rambutnya yang diikat berantakan. Ia menatap tajam pada Zara sambil membersihkan air mata di pipinya.

"Semua ini gara-gara kamu, Zara! Kalau aja kamu gak ninggalin aku waktu pulang kajian rohis, mungkin aku gak bakal ngalamin kejadian kemarin!"

"Tapi kemarin kamu bilang nyuruh aku pulang duluan dan kamu bisa pulang sendiri," jawab Zara berdasarkan fakta.

"Mungkin aku bilang gitu, tapi orang ngantuk itu pasti ngelantur. Harusnya kamu sadar itu, Ra!" balas Abel tak mau kalah.

"Tapi, a-aku ...." Raut wajah Zara berubah, ia merasa bersalah.

"Apa?!" tentang Abel.

"Cukup! Hentikan, jangan diteruskan!" Wina menghentikan keduanya. Sementara Sabila, ia sudah merasa malas dan benci dengan situasinya. Baginya, Abel itu terlalu berlebihan.

Cieee ... Jodoh! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang