13| Sepenggal Kisah Masa Remaja (2)

163 37 0
                                    


Assalamualaikum.
Hai, langsung aja di-vote ya!^^
Sangat senang dan berterima kasih jika teman-teman mengapresiasi tulisanku.

Yang baca cerita ini dari mana aja? Kasih tau dong.
Biar lebih semangat update ceritanya hehe^^

WARNING!⚠️
Disarankan setel musik sedih!
:v

Selamat menyelam!

***(♡)***
"Jangan biarkan bisikan setan mengendalikan dirimu. Ingatlah Allah, simpan selalu nama-Nya di hati. Jika kamu mengingat-Nya, maka Dia akan mengingatmu. Jika kamu mendekat kepada-Nya, maka Dia pun akan lebih mendekatimu."
—Ustaz Hanif
***(♡)***

Kepergian Khalisa membuat Ezra terpuruk. Ketika tahu kabar sedih itu dari Khansa, Kiai Hasyim segera datang menjemput jenazah sang istri bersama beberapa tetangga dan warga pesantren. Jenazah Khalisa akan dimakamkan di tempat tinggal asalnya, di wilayah pesantren. Sebagai seorang anak, mestinya ikut dalam proses pemakaman. Tapi, lain halnya dengan apa yang terjadi pada Ezra. Ia sama sekali tidak diperbolehkan ikut dalam proses pemakaman tersebut oleh Kiai Hasyim.

Sempat terjadi adu mulut dan perkelahian kecil antara Ezra dan Kiai Hasyim. Hubungan ayah-anak yang tidak baik, retak, bahkan Ezra tak merasa dianggap seperti anak kandungnya. Ezra merasa selalu dilupakan sedari kecil dari dua saudara lainnya. Kiai Hasyim sudah jengah dengan kebengalan Ezra yang merugikan banyak orang. Lelaki baya itu merasa bahwa Khalisa meninggal akibat ulah anak keduanya. Terkadang Ezra berpikir, apakah layak seorang kiai bersikap seperti itu terhadap anak kandungnya sendiri. Apakah semua ini adalah salah dirinya? Ezra tidak tahu, bahkan ia tak mengerti tentang dirinya sendiri.

Hari ini, Ezra termenung di pos ronda tengah hari. Terus melamunkan banyak hal sambil berbaring menatap langit-langit pos tersebut. Memang, penyesalan selalu datang di akhir. Dari lamunan itu, ia sadar atas kehadiran manusia yang amat dihindarinya. Sosok itu berdiri tegak di dekatnya, mengenakan baju koko, kopiah, dan sebuah tas yang digendongnya.

Ezra terkesiap bangun. "Ngapain Mas Fatih di sini?!"

"Mas mau kamu ikut pulang sekarang. Mau, ya?" bujuknya menyimpan harapan.

Bukannya menjawab, Ezra malah tertawa menyeringai.

Gus Fatih mengembuskan napas kencang. "Lix, Mas ngerasa kehilangan kamu selama ini. Dan, sekarang Mas sudah kehilangan Ummi. Apa kamu tidak mau pulang ke rumah?"

"Pulang ke rumah?" Ezra malah terkekeh. "Heh, Abba sendiri yang tidak ingin aku kembali. Dia telanjur malu punya anak macam aku ini. Dan sejak kapan rumahku di sana? Rumahku di sini, aku hanya tinggal bersama Uma Khansa!"

Lagi-lagi Gus Fatih berat mendengar jawaban itu. Ia pun mengalihkan topik. "O, ya, Mas udah bernazar kalau Mas menang lomba tilawah, Mas akan kasih kamu hadiah. Dan Mas udah memenangkan lomba itu. Hadiah itu—"

"Alaaah, bilang aja mau nyombongin diri. Toh, kembalinya aku ke sana gak bakal ngembaliin keadaan seperti semula. Abba tetap gak adil!" ketus Ezra menatapnya tajam.

"Kamu selalu salah paham sama Mas, Lix. Itu yang Mas gak suka dari kamu! Padahal Mas udah baik sama kamu, Lix. Tapi, kamu selalu tidak menghargai kebaikan Mas. Pantas saja Abba dan Ummi sulit menasehatimu, kamu itu keras!" ucap Gus Fatih pada akhirnya menuangkan kekesalannya.

"Gak semuanya salah gua b*ngsat!" Ezra sontak melayangkan pukulan ke dagu kanan Gus Fatih. Namun sayang, pukulan itu berhasil ditahan Gus Fatih dengan kuat.

Cieee ... Jodoh! Where stories live. Discover now