30| Cieee ... Jodoh!

173 41 1
                                    

 Assalamualaikum.
Vote aja langsung, plis, saya butuh apresiasinya. Vote itu gratis. Komen juga disarankan🥺
📌Tandai typo, revisi setelah end.
Selamat menyelam!

***(♡)***
"Bersandarlah di pundakku kapan saja kamu mau. Aku tak menjamin kamu merasakan kenyamanannya atau tidak. Tapi, jadikanlah pundak ini sebagai benteng untuk menopang rasa lelah dan sedihmu."
Faisal Ezra Abdulmalik
***(♡)***

Waktu kian berlalu. Usai melaksanakan salat subuh di musalla rumah sakit, Ezra meminta izin kepada Haris dan Wina untuk membawa Abel ke rumahnya di pondok pesantren pagi ini, dan sekaligus menepati janji akan menghadiri acara tasyakuran khitan cucu dari Ustaz Mikyal yang tak jauh dari tempat tinggal Ezra. Haris dan Wina menyetujui walau berat melepas kepergian putri sulung mereka. Abel pun dengan berat hati harus meninggalkan keluarganya.

Pakaian dan barang-barang lainnya yang telah dikemas sudah ada bagasi mobil sejak sebelum mobil dibawa oleh Algojo. Jadi, mereka tidak perlu balik lagi ke rumah Uma Khansa untuk mengambilnya. Mereka tidur di rumah sakit. Ezra dan Gus Fatih sempat memastikan lewat telepon mengenai kondisi Uma Khansa akibat ulah Algojo, sekaligus berpamitan untuk terakhir kalinya. Syukurnya tidak ada luka serius padanya. Bu Iffah dan Abah Junayd yang menemani dan mengobati Uma Khansa waktu dini hari tadi.

Pagi ini Abel mengenakan pakaian abaya hitam dengan sepasang kerudung milik Uma Khansa yang ukurannya cukup lebar dan masih bagus. Abaya itu awalnya untuk istrinya Gus Fatih, tapi karena pagi ini akan menghadiri acara tasyakuran khitan, jadilah Abel yang memakainya. Itu cocok dikenakannya. Sebelum benar-benar pergi, Abel, Ezra, Gus Fatih, dan Pardi pamitan kepada Haris, Wina, Ustaz Hanif, dan Sabila di ruang VVIP.

"Kak ... jaga diri Kakak baik-baik, ya!" ucap Sabila memeluk Abel. "Setelah ini, aku pasti merasa kesepian, kita gak bisa bareng-bareng lagi," lanjutnya dengan suara parau.

Abel menepuk-nepuk punggungnya. "Jangan sedih, Sabil. Kita masih bisa ketemu, kok. Kamu harus bisa tanpa aku," katanya.

"Iya, Kak. Selamat menempuh hidup baru." Lalu, Sabila mengarahkan mulutnya ke telinga Abel. Gadis itu berbisik, "Sebagai istri bocil baru gede!"

"Ih!" Abel langsung mencubit perut Sabila. Hal itu membuat Sabila tertawa. "Cie, cieee ... Jodoh!" bisiknya lagi. Kemudian, Abel pamitan menyalami Haris dan Wina. "Mama, Appa, Abel pergi, ya. Semoga Appa cepat sembuh dan sehat lagi."

"Iya, Sayang." Wina tersenyum lembut mengusap-usap surai putrinya yang dibalut oleh kerudung itu.

Haris yang masih terbaring di pembaringan, menggenggam tangan putri sulungnya itu. "Abel, bocil cantik pertamanya Appa. Jadi istri yang baik, ya! Harus nurut dan patuh sama suami, belajar yang baik juga di sana, ya!" Haris pun membisikkan sesuatu. "Cieee ... akhirnya jodoh! Inget, Bel, cucu laki!"

"Ih, Appa!" Pipi Abel memerah. "Aku belum mikir ke situ," katanya, malu.

"Iya, iya, jaga diri kamu baik-baik, ya! Kalo ada apa-apa, kabarin Appa sama Mama."

Abel mengangguk. "Iya, Pa." Ia berpindah posisi mempersilakan Ezra menyalami Wina dan Haris yang kini telah menjadi mertuanya.

"Saya izin membawa Abel pergi, ya, Pak, Bu," katanya.

"Eits!" sela Haris sambil menggerakkan telunjuknya ke kanan dan kiri. "Jangan Pak atau Bu, panggil aja Mama sama Appa."

Ezra tersenyum kikuk. "I-iya, Mama dan Appa," katanya gugup.

Wina tersenyum. "Ya, silakan, Nak. Pesan Mama, jaga Abel dengan baik, ya! Jangan lagi kamu sakitin dia. Kalau itu terjadi, Mama jitak kamu!" nasihatnya dibarengi candaan.

Cieee ... Jodoh! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang