31| Cerita Singkat Bersamanya

160 34 1
                                    

Assalamualaikum. Yuk, langsung vote!
📌Tandai typo, revisi setelah end.
Selamat menyelam!

***(♡)***
"Jadilah manusia yang berhasrat kuat untuk mewujudkan cita-cita mulia, agar nanti tidak tenggelam dalam angan-angan dunia semata."
Ustaz Hanif Abdulkarim
***(♡)***

Ustaz Hanif membonceng Zara dengan motor tuanya. Di belakangnya ada Alif yang mengawasi dengan motor sport-nya. Setelah dari rumah sakit, mereka segera pulang karena harus pergi ke sekolah, dan Ustaz Hanif pun harus mengajar di salah satu sekolah MI (Madrasah Ibtidaiyah) terdekat. Tak terasa mereka telah lama di rumah sakit. Kondisi Haris sekarang cukup membaik walau masih terasa kesakitan jika bergerak. Karena sebelumnya Haris memiliki luka bekas operasi di perut waktu sebelum menikah.

Ustaz Hanif mendengar Zara terisak. Melalui kaca spion, ia melihat Zara sedang menyeka air mata.

"Putri Abi kenapa nangis?" katanya.

Zara terkesiap, menggelengkan kepala. "Nggak, kok, Bi. Zara cuma lagi nahan kantuk aja," jawabnya tak jujur.

Ustaz Hanif mengangguk mengiyakan. Meski tahu kebiasaan putrinya jika sedang menguap menahan kantuk, maka saat itu juga dari sudut matanya keluar air mata. Namun, kali ini Ustaz Hanif merasa Zara menyembunyikan kesedihan yang lain. Melihat dari kaca spion, Zara terlihat seperti benar-benar telah menangis.

"Sedih, ya, Abelnya pergi?" tanyanya.

Zara menatap abinya dari pantulan kaca, mengangguk berdeham.

"Abi tau kalian itu sangat dekat. Kedekatan kalian seperti Abi dan Pak Haris dulu, meski kita selalu beda pendapat." Ustaz Hanif terkekeh. "Sabar, ya. Kalian masih bisa ketemu. Kan, masih ada Sabila," lanjutnya.

"Iya, Abi," respons Zara sembari merakit senyum menyembunyikan kesedihannya.

"Suatu saat, kamu juga akan pergi bersama lelaki yang sah menjadi pasanganmu. Abi ingin, nanti kamu menikah dengan lancar. Tidak seperti pernikahan Abel dan Gus Ezra semalam. Jika masih ada umur, Abi ingin menyaksikan putri satu-satunya Abi menikah. Jadilah manusia yang berhasrat kuat mewujudkan cita-cita mulia agar tidak tenggelam dalam angan-angan dunia semata."

"Iya, Bi, Zara doakan semoga Abi, Bunda, dan Abah selalu diberi kesehatan untuk menyaksikannya. Tapi, Zara ingin fokus sama dunia pendidikan dulu. Zara juga ingin ku—"

Zara menggantungkan perkataannya. Terbesit di kepala dan hatinya untuk bisa kuliah di Kairo, Mesir. Namun, mengingat kondisi dirinya yang mengidap leukemia dan kanker lambung yang sudah stadium 3, ia jadi ragu untuk melanjutkan kalimatnya itu. Ia berharap keluarganya tidak ada yang tahu mengenai penyakitnya, Zara enggan merepotkan abi dan bundanya juga abahnya. Ia juga tidak tahu, apakah usianya akan sampai di mana ia merasakan ibadah yang namanya menikah atau tidak.

"Ingin apa? Ingin kurus?" tebak Ustaz Hanif yang membuat Zara tertawa kecil.

"Bukan begitu," balasnya, "oh, ya, cuacanya cukup dingin, boleh Zara peluk Abi?"

"Tentu boleh, Tuan Putri." Ustaz Hanif senang mendapatkan pelukan hangat dari putri tunggalnya. Setelah itu, tidak ada percakapan lain di antara mereka.

Setibanya di rumah, Zara langsung menuju kamarnya untuk bersiap-siap ke sekolah meski dalam keadaan hatinya yang sedang tidak baik-baik saja. Kali pertama ia merasakan yang namanya cinta bertepuk sebelah tangan tepat disaksikan di depan matanya sendiri. Tak ada hal lain yang dilakukannya selain menangis di atas tempat tidurnya. Namun, bukan yang menjadi hal utama perasaannya kepada Ezra yang membuatnya sedih, tapi Zara merasa sudah berpaling kepada Sang Mahacinta.

Cieee ... Jodoh! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang