15| Utusan dari Gus Fatih

238 56 7
                                    


Assalamualaikum. Langsung gas vote, ya! Janglup komen juga.
Ikutin terus ceritanya, makin seru pokoknya.

WARNING!⚠️
Mohon follow author
Terima kasih!

Selamat menyelam!

***(♡)***
"Saya pasti menikah, kok, kalau sudah waktunya. Jangan sampai jodoh yang selalu sibuk dipertanyakan siapa, kapan, dan di mana melupakan kita kepada satu hal yang mungkin lebih dulu datang menjemput, yaitu kematian."
—Faisal Ezra Abdulmalik
***(♡)***

Hamparan cahaya bulan menerangi malam yang diselimuti gelap. Sorot lampu dan pedagang kaki lima di setiap tepi jalan menemani Abel dan Zara di perjalanan menuju tempat tinggalnya masing-masing. Dua gadis sebaya itu baru pulang dari rumah Nurul. Bersama beberapa anggota rohis yang lain, mereka berkumpul di sana untuk mempersiapkan kegiatan bazar di sekolah esok hari sesuai dengan apa yang sudah didiskusikan.

"Seru banget, ya, hari ini! Walaupun ribet dan ada salahnya dikit di pembuatan pempeknya tadi. Kena, deh, aku!" ujar Abel tersenyum sambil mengayuh sepeda milik Zara. Sedangkan Zara duduk di belakangnya, dibonceng.

"Lagian kamu malah bengong terus, tepungnya kebanyakan jadi keras. Mikirin apa emang?" tanya Zara, ia duduk begitu tenang.

"Lagi mikirin calon imam!" ucap Abel dengan spontan. Ia begitu percaya diri saat mengetakannya.

"Ya Allah, Bel, segitunya." Zara terkekeh kecil. "Memangnya siapa?"

Abel seolah-olah sedang berpikir. "Hm ... ada, deh!"

Zara geleng-geleng kepala. "Hati-hati, loh, Bel. Memikirkan hal yang belum pasti secara berlebihan itu gak baik. Apalagi mikirin yang belum tentu jadi mahram, itu termasuk bagian dari zina hati. Setan selalu mencari celah di setiap situasi. Lagipula, memikirkan hal seperti itu bukan berarti iman kita menjadi kuat, tapi justru mengundang syahwat," katanya mengingatkan.

Mulut mungil itu mengerucut, Abel cemberut. Apa yang dikatakan Zara memang benar. "Iya, ya. Susah banget dikendaliin. Astagfirullah, Ya Allah ... aku, tuh, kalau ngehalu suka kelebihan kadar, overdosis."

"Kalau mau calon imam yang baik gak cukup dengan berkhayal, makanya kita perbaiki hidup, karir, dan iman-Islam kita. Bismillah, ya!"

"Iya, pokoknya hari ini aku bersyukur banget, gak sia-sia gabung rohis! Beruntung juga Appa sama Abi kamu itu bestie-an. Jadi, kita juga sama kayak mereka. Kalau aja dari kecil sampai sekarang kamu masih di pesantren, mungkin aku gak bakal kenal kamu, Ra. Aku sibuk gelut sama si Sabil." Ia tertawa lepas.

Zara hanya menanggapi dengan tawa kecil.

"Oh, ya, Ra. Jujur, aku malu banget kalau kakel pada tau. Masa seorang Abel yang dikenal jago masak dan bikin makanan malah gagal pempeknya keras gitu. Untungnya cuma sedikit yang kuadonin."

"Tapi itu masih enak, kok, menurutku," puji Zara, "Kak Zainab sama Akash aja malah ketagihan sampe-sampe dibilangin Kak Haidar. Alhamdulillah-nya, bahan bakunya masih ada, jadi bisa bikin ulang."

"Makasih, ya, Zara, kamu udah bantu aku tadi bikin pempeknya. Aku yakin, pasti enak! Padahal tangan kamu masih sakit. Terus tadi aku gak sengaja numpahin es melon dan malah kamu yang bersihin. Maaf, ya." Abel merasa bersalah atas keteledorannya.

"Gapapalah, Bel. Semoga besok, acaranya lancar, ya!" Zara berharap akan kelancaran acara itu.

"Aamiin," sahut Abel.

Tak terasa mereka sampai di depan rumah Zara. Betapa terkejutnya Abel saat melihat ada Algojo di seberang rumah Zara sedang tertidur di depan warung. Pantas saja selama di perjalanan, Abel tidak melihat batang hidungnya. Zara meminta Abel untuk membawa pulang sepedanya, karena jarak rumah keduanya tidak jauh.

Cieee ... Jodoh! Where stories live. Discover now