33| Bagai Sengatan Listrik

118 18 11
                                    

Assalamualaikum. Langsung vote aja ya, gratis!
Apresiasi karyaku, ya, biar ngalir pahalanya. Sebagai timbal balik author menyajikan cerita untuk pembacanya. 🙂
📌Tandai typo, revisi setelah end.

***(♡)***
"Aku tengah mengusahakan yang terbaik untuk istriku agar ia tidak kesusahan, karena sekarang akulah pengganti tanggung jawab kedua orang tuanya."
Faisal Ezra Abdulmalik
***(♡)***

Dengan berat, netra Abel terbuka perlahan, merasakan gerakan mengusik dirinya. Dilihatnya, Fathia sedang merengek menggoyangkan tubuhnya tak sabaran. Rambut gadis kecil itu acak-acakan tak indah lagi karena habis tidur. Pelan-pelan Abel bangun membenarkan posisinya.

"Kenapa, Fathia?" tanyanya dengan suara parau. Tak lama setelahnya, Abel menguap, menutup mulutnya.

"Tia mau pipis. Minta temenin Om Piyik, tapi Omnya gak ada. Takut." Wajah sekecil itu tampak memohon dengan ekspresi lucunya, habis bangun tidur.

Abel melirik sekitar. Benar, Ezra tidak ada di kamar. Ezra ke mana? pikirnya. Matanya melihat sekitar lagi, mencari tahu pukul berapa sekarang? Abel heran, sama sekali tidak aja jam di kamar Ezra. Biasanya Abel akan langsung melihat waktu di ponselnya, tapi mengingat kejadian malam lalu, ponselnya terbanting akibat ulah Algojo-walaupun sempat masih menyala, tapi akhirnya mati juga.

Fathia terus merengek meminta ingin ditemani ke kamar mandi. Abel pun segera turun dari kasur untuk mengantarnya. Namun, si kecil lucu itu malah ingin digendong. Dengan perasaan gemas, Abel menggendongnya. Tubuh Fathia ternyata cukup berat juga.

Ketika masuk kamar mandi, Fathia menghentikannya. "Tante lupa baca doa. Kata Abah-Bunda, harus baca dulu sebelum masuk kamar mandi", katanya.

Abel tertegun. Benar juga. Ia baru ingat, bisa-bisanya ia tidak membaca doa ketika memasuki tempat tinggal utama bagi para setan itu. Sepertinya Fathia lebih pintar darinya.

"Oh, iya, Tante lupa." Abel tertawa. Ia pun membawa Fathia keluar lagi. "Kita ulang, ya." Ucapannya membuat Fathia mengangguk.

Mereka membaca doa. "Bismillahi, Allahumma innii a'udzubika minal hubutsi wal khabāits," ucapnya bersamaan.

Abel menambahkan, "Sebelum masuk, kita harus dahulukan kaki ...."

"Kaki kiri!" seru Fathia.

"Ih, pinter!" Spontan Abel mengecup pipi bulatnya seraya memasuki kamar mandi. Mendapat perlakuan itu, Fathia tersenyum senang.

Setelah mengantar Fathia buang air kecil, Abel menggendong Fathia yang mulai mengantuk lagi. Si kecil itu menguap. Abel pun menutup mulutnya. Ketika melewati ruang tengah, pandangannya tertarik ke arah Ezra yang sedang melaksanakan qiyamullail di tepi kursi tamu. Langkah Abel hendak mengarah padanya, tapi ia memilih untuk menidurkan Fathia dulu di kamar. Ia secara perlahan menghampiri Ezra yang kini sudah menjadi imamnya, berdiam diri di balik lemari belakang lelaki yang tengah mengangkat kedua telapak tangan-menghaturkan doa.

"Ya Allah ... aku tahu pernikahan itu persekutuan hidup. Aku akan berusaha menjaga ibadah panjang ini, Ya Allah. Aku mengusahakan agar pernikahan ini terjaga dan menghantarkan kami ke surga-Mu. Ya Hayyu Ya Qayyum, aku tengah mengusahakan, melakukan yang terbaik untuk istriku agar ia tidak kesusahan, karena sekarang akulah pengganti tanggung jawab kedua orang tuanya. Wahai Sang Pemilik Cinta, beri aku kemudahan, jadikanlah aku imam yang baik untuknya, jadikanlah Abel sebagai istri salihah yang senantiasa menghiasi hatiku setelah Ummi, dan berikanlah kami keturunan yang salih dan salihah. Aamiin."

Cieee ... Jodoh! Where stories live. Discover now