34| He's Playing Me?

87 22 0
                                    


VOTE, VOTE, VOTE! KOMEN!
📌Tandai typo, revisi setelah end.

***(♡)***
 "Pernikahan adalah ibadah yang besar karena melalui pernikahan kita bisa menjaga diri dari perbuatan maksiat."
— Ali bin Abi Thalib
***(♡)***

Masih pagi, belum banyak orang-orang mengunjungi mall. Biasanya mulai ramai sekitar pukul sepuluhan. Awalnya, Ezra akan mengajak Abel ke pasar saja untuk membeli baju. Tapi, si dua gadis kecil putri Gus Fatih itu merengek ingin ke tempat bermain di mall. Lagipula, Ezra memang sudah berjanji akan mengajak mereka bermain di zona bermain kolam bola jika dirinya sudah pulang dari desa kampung halaman Uma Khansa.

Fathia dan Fatimah sangat aktif. Mereka terus saja berlari sambil bercanda menuju area bermain. Keduanya amat berani naik eskalator tanpa dituntun. Abel dan Ezra cukup kewalahan. Tangan kecil mereka selalu berhasil lepas dari genggamannya.

Entah ke berapa kalinya Ezra mendengar keluhan napas Abel. Raut wajahnya pasrah. Melihatnya, Ezra tersenyum tipis. Abel cemberut mengembungkan pipi. Jelas betul tampak bulat kenyal. Itulah mengapa dirinya menyebut Abel si Bapau Lembek.

Si kecil kakak beradik itu sangat senang. Saat ini mereka sedang terpantul-pantul di atas trampolin sambil tertawa gemas. Ezra dan Abel ikut senang menyaksikan di tepi.

Pandangan Ezra berpaling mengarah kekasihnya. "Bel, kalau kamu mau pilih-pilih sekarang pakaiannya, silakan. Biar aku yang jaga mereka di sini. Atau, kamu mau tunggu anak-anak selesai?" tanyanya.

Abel membalas tatapannya. "Gak, kok, gapapa. Tunggu mereka selesai mainnya aja."

Sudah hampir satu jam menunggu Fathia dan Fatimah bermain. Ezra dan Abel setia menunggu sembari duduk di tempat yang tersedia. Sembari mengawasi, keduanya terlarut dalam percakapan kecil tentang isi mall guna memecah rasa canggung mereka. Entahlah. Kecanggungan masih terbesit dalam diri mereka masing-masing. Lama-lama, Abel merasa bosan. Wajahnya mulai menekuk.

"Tunggu, aku mau ke sana dulu." Ezra pergi kemudian.

Entah ke mana perginya, Abel tak peduli. Ia menatap malas ke depan. Cemberut. Fatimah yang sedang memanjat jaring-jaring menyadari, ia mampu membaca perasaan Abel saat ini. Ia mengajak adiknya mengakhiri bermain. Seraya menyangga dagu dengan tangan, Abel termangu masih tenggelam dalam pikirannya, karena biasanya jika ke mall ia selalu ditemani Zara, Eunchi, Keissa, dan Sabila. Hanya untuk main saja mengelilingi mall, tidak beli apa-apa, terkadang Eunchi atau Keissa yang mentraktir es cokelat seharga dua belas ribu. Ah, mengingat itu, Abel jadi ingin es cokelat.

Cup!

Abel terhenyak. Pikiran juga perasaannya memproses atas perlakuan Fatimah dan Fathia padanya. Dua gadis kecil itu mengecup pipi kanan-kiri Abel. Fathia langsung duduk di paha Abel dan memeluknya.

"Maaf, Tante, Fatim sama Tia lama mainnya." Fatimah menunduk merasa bersalah.

"Eh, nggak, kok. Kenapa harus minta maaf. Tante seneng, kok, liat Fatimah sam Fathia main." Abel bangkit dari posisinya sambil memangku Fathia dan menuntun Fatimah. "Ayo, dilanjut aja mainnya. Tante anter, ya."

"Nggak." Fatimah menggeleng menahannya dengan kedua tangan menggenggam erat lengan Abel. "Mau udahan aja. Sekarang Fatim sama Tia mau temenin Tante aja beli baju."

Kalimat itu membuat Abel terenyuh. Tanpa diminta, tingkat kepekaan mereka patut diacungi jempol. Padahal, tidak masalah bagi Abel jika dua gadis kecil itu ingin lebih lama lagi bermain.

Masya Allah, aku kagum sama Gus Fatih dan Mbak Ika. Bagaimana bisa mendidik Fatimah dan Fathia hingga seperti ini?

Abel pun mengukir senyum. "Ya, sudah. Kalau gitu, kita tunggu Om dulu, ya."

Cieee ... Jodoh! Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ